Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
Optika.id - Negara-negara besar sejak dulu berlomba untuk memiliki hegemoni atau monopoli kekuasaan di berbagai negara di dunia ini. Sejak berakhirnya perang dunia ke II, Amerika serikat memegang hegemoni itu atas berbagai hal seperti ekonomi, perdagangan, sistem keuangan dunia, pendidikan, penelitian dan militer.
Dalam menggenggam hegemoni ini Amerika Serikat dibantu sekutunya negara-negara Eropa, Australia, Jepang dan Korea Selatan. Dengan hegemoni itu Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya dengan mudah mengatur dunia dan mendikte negara lain dalam menentukan arah politik luar negerinya.
Dalam perkembangannya saat ini hegemoni Amerika Serikat itu mulai goyah dengan munculnya kekuatan baru di dunia ini yaitu antara lain negara Cina, India dan Rusia.
Salah satu ladang persaingan untuk merebut hegemoni itu adalah negara-negara di benua Afrika dimana banyak di antara negara-negara itu adalah bekas jajahan sekutu Amerika Serikat seperti Inggris, Perancis, Belgia, Jerman, Portugis, Italia dan Jerman.
Akhir-akhir ini nampak pertempuran diplomatik memperebutkan benua Afrika itu ditunjukkan dengan berbagai kunjungan yang intensif menteri luar negeri Rusia dan Cina ke beberapa negara Afrika.
Kebetulan sekarang muncul kesadaran dari elit politik, akademisi dan masyarakat negara-negara Afrika itu untuk tidak mau didikte dengan paksa oleh negara-negara bekas penjajahnya dan Amerika Serikat.
Dalam perang Ukraina dan Rusia yang sekarang masih berlangsung Amerika Serikat dan sekutu baratnya gagal meyakinkan negara-negara Afrika itu untuk mengutuk Rusia dalam persidangan di PBB.
Kunjungan-demi kunjungan kedua Menlu Rusia dan Cina ke beberapa negara Afrika itu dilawan dengan kunjungan demi kunjungan diplomatik tingkat tinggi Amerika Serikat seperti menteri luar negeri dan menteri keuangannya ke negara-negara Afrika untuk meyakinkan mereka bahwa Amerika Serikat lah sahabat sejati bukan Cina maupun Rusia yang diberi label bukan negara demokrasi.
Negara-negara di benua Afrika ini memiliki kekayaan sumber daya alam yang menjadi sumber kejayaan pembangunan di negara-negara barat dan karena itu para penjajah dari Eropa sejak dulu berebut menguasai negara-negara itu.
Bisa dibayangkan kekayaan yang dimiliki benua Arika ini antara lain minyak, gas alam, emas, berlian, cobalt, batubara, tembaga, kobalt, kasiterit (bijih timah) dan coltan, serta kayu, kopi dan hasil perkebunan.
Cina menjadi target monitoring Amerika Serikat dan sekutunya, segala gerak gerik Cina di benua Afrika itu menjadi perhatiannya yang serius. Pendapat-pendapat dari para pejabat negeri, para akademisi dan rakyat di benua hitam ini mengakui bahwa mereka lebih sreg bekerja sama dengan Cina karena bantuannya yang tangible atau nyata tanpa harus didikte dan dikuliahi tentang demokrasi.
Sementara mereka menilai pihak barat hanya ingin merampas sumber daya alam Afrika, dan punya sikap disrespect yang cenderung menghina terhadap bangsa Afrika serta memaksakan kehendaknya agar Afrika tidak berpihak pada Rusia dan Cina.
Pihak barat dinilai hanya memberikan janji bantuan, sementara Cina langsung membangun secara nyata. Misalnya data dari Forum on China-Africa Cooperation, negara Cina telah membangun lebih dari 10.000 km jalan Kereta Api, lebih dari 100.000 km jalan raya, hampir 100 pelabuhan laut, sedikitnya 1.000 jembatan, juga membangun banyak sekolah dan rumah sakit.
Sementara itu angka perdagangan Cina dengan Afrika tahun 2022 sebesar 261 milyar dolar sementara angka perdagangan Amerika Serikat dengan Afrika hanya 64 milyar dolar
Ya, benua Afrika menjadi lahan pertempuran merebut dominasi kekuasaan global dari negara-negara besar.
Editor : Pahlevi