Surabaya (optika.id) - Staf Program Studi Ilmu Sejarah FIB Universitas Airlangga, Samidi M. Baskoro mengungkapkan peran Dr. Soetomo dan H.O.S Cokroaminoto di Surabaya. Hal itu disampaikan olehnya melalui platform YouTube MSI_Jatim TV pada Sabtu, (25/5/2024).
Kiprah Cokroaminoto berawal di Surabaya, dimana Dr. Soetomo dan Cokroaminoto itu memimpin rakyat Indonesia dalam kolonialisme Belanda. Dokter Soetomo adalah tokoh yang mengintegrasikan perbedaan politik ideologi, agama dalam gerakan nasional. Hal ini juga diprakarsai oleh Hari Kebangkitan Nasional.
Baca juga: GNI dan dokter Soetomo
"Selebihnya, kita tidak tahu secara detail. Perjalanan beliau sebenarnya beliau selalu bergerak untuk kemajuan bangsa ini. Dan ini salah satu tokoh ini bermukik di Kota Surabaya pada tahun 1923," ungkap Samidi kepada optika.id, Sabtu, (25/5/2024).
Ia adalah pemrakarsa, bukan pendiri. Ketokohan Dokter Soetomo ini penting karena seorang tokoh kalau sudah meninggalkan jejak akan selalu relevan dan selalu dapat diteladani sebagai seorang tokoh yang memiliki kiprah, tindakan, perjuangan, pemikiran jika memikirkan bangsa akan tercatat.
Baca juga: Eri Cahyadi Ajak Masyarakat Teladani Dr. Soetomo
"Terbukti, dari dua tokoh ini, pertama tentunya yang lebih dikenal adalah H.O.S Cokroaminoto. Ini sebenarnya hadir di Surabaya 1923 sampai beliau meninggal. Ketika mencoba menelusuri, berpindah-pindah dari berbagai kota. Pertama mungkin menumpang lahir ke Nganjuk, ternyata penelusuran itu terbukti bahwa pindah ke Madiun dibawah asuhan kakeknya dan Ibunya. Orang tuanya ini siapa, adalah seorang guru saat itu," tegasnya.
Usai itu, Soetomo itu nama belakang ketika tokoh itu dipanggil. Pada saat itu, Raden Soewadji mencapai puncak karir dari guru di desa Pelem menjadi wedana di Madiun. Karir birokrasi kolonial ini merupakan prestasi luar biasa bagi seseorang yang bukan keluarga Bupati.
Soetomo, juga memiliki Memoar yang berbunyi "Bersamaan dengan kepindahan ayah saya dari Bojonegoro ke daerah Madiun, maka datanglah sudah waktu saya harus bersekolah. Karena itulah saya lalu dimintalah oleh orang tua saya, lalu dimasukkan sekolah di Madiun sesudah bertempat di Delopo untuk sementara waktu."(Frederick dan Soeroto 1982, 157).
"Yang berbeda adalah beliau punya kesempatan untuk sekolah yang mengubah menjadi Tokoh dunia pergerakan ketika di Stovia. Kita pikir inilah ketika awal mencoba menelusuri seperti halnya lumrah seorang mahasiswa menempuh pendidikan, itu tidak dikenal. Seandainya beliau tidak berkiprah pemrakarsa Budi Oetomo, mungkin juga bukan siapa-siapa. Inilah yang mengubah beliau, profesi dari Doktor ini setelah dari menempuh pendidikan ini kemudian lulus, kemudian berkarir dalam pelayanan kesehatan. Disini kita menyebut berpindah dari berbagai tempat," pungkasnya.
Editor : Pahlevi