Optika.id - Baru baru ini, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menerima penghargaan di tingkat Nasional. Yang terbaru, Kota Surabaya menerima penghargaan berupa Sertifikat Eradikasi (pemberantasan) Frambusia dan Sertifikat Eliminasi Filariasis dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia (RI).
Baca Juga: LRT Penghubung Surabaya dan Kota Sekitarnya Ditargetkan Beroperasi 2027, Solusi Atasi Kemacetan
Sertifikat penghargaan ini diserahkan langsung Menteri Kesehatan (Menkes) RI, Budi Gunadi Sadikin kepada Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi di Jakarta, Selasa (21/2/2023). Sertifikat tersebut diserahkan dalam momen acara peringatan Hari Neglected Tropical Diseases (NTDs) Sedunia.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengatakan, sertifikat ini diberikan karena prevalensi Frambusia di Surabaya dinyatakan 0 kasus. Selain itu, Kota Surabaya juga telah memenuhi kriteria eradikasi atau pemberantasan Frambusia.
"Sejak tahun 2017, di Kota Surabaya secara berturut-turut tidak ditemukan kasus tersebut," kata Wali Kota Eri Cahyadi usai menerima sertifikat di Jakarta, Selasa (21/2/2023) dikutip dari surabaya.go.id pada Rabu (22/2/2023).
Tahukah kamu apa itu Frambusia? Frambusia adalah infeksi kulit yang disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum pertenue. Infeksi ini biasanya terjadi di negara wilayah tropis yang memiliki sanitasi buruk, seperti Afrika, Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Oceania.
Frambusia dikenal juga sebagai frambesia tropica atau patek. Penyakit ini bisa menular melalui kontak langsung dengan ruam pada kulit yang terinfeksi. Pada awalnya, frambusia hanya akan menyerang kulit. Namun, seiring berjalannya waktu, penyakit ini juga dapat menyerang tulang dan sendi.
Penyebab Frambusia atau yaws terjadi akibat infeksi bakteri Treponema pallidum pertenue. Bakteri penyebab frambusia dapat masuk ke dalam tubuh seseorang melalui luka terbuka atau goresan di kulit. Cara penularannya adalah melalui kontak langsung dengan ruam kulit pada penderita frambusia.
Meski sama-sama disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, frambusia tidak menular melalui hubungan seksual seperti halnya sifilis. Frambusia juga tidak ditularkan dari ibu ke janin pada masa kehamilan atau persalinan.
Baca Juga: Surabaya Bergerak Jilid II: Gotong Royong Warga Hadapi Musim Hujan
Dokter akan mengawali diagnosis dengan melakukan tanya jawab mengenai gejala, riwayat kesehatan, dan riwayat perjalanan pasien. Setelah itu, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik secara menyeluruh, termasuk memeriksa ruam kulit yang muncul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Untuk menegakkan diagnosis, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu:
- Tes venereal disease research laboratory (VDRL), untuk mendeteksi antibodi dalam tubuh yang melawan bakteri penyebab frambusia
- Biopsi kulit, untuk mengetahui jenis bakteri penyebab frambusia dengan mengambil dan memeriksa sampel jaringan di kulit
Untuk gejalanya sendiri, Sekitar 2 hingga 4 minggu setelah infeksi, akan muncul kutil yang disebut induk frambusia alias frambesioma di mana bakteri masuk ke kulit. Kutil tersebut bisa berwarna cokelat atau kemerahan dan terlihat seperti buah raspberry. Biasanya tidak terasa sakit, namun menyebabkan gatal.
Baca Juga: Pemkot Surabaya Rencanakan Bangun Rumah Pompa Air Baru pada 2025 Demi Atasi Banjir
Kutil tersebut bisa bertahan selama berbulan-bulan. Lebih banyak kutil akan muncul segera setelah frambesioma sembuh. Menggaruk kutil dapat membuat bakteri tersebar dari frambesioma ke kulit yang tidak terinfeksi. Pada akhirnya, kutil kulit akan sembuh.
Orang dengan penyakit frambusia biasanya diobati dengan satu suntikan penisilin, diberikan dalam berbagai dosis bergantung pada usia pasien. Jika Anda alergi terhadap obat-obatan yang mengandung penisilin (dijual dengan banyak nama merek), dokter dapat mengobati Anda dengan azithromycin, tetracycline, atau doxycycline.
Frambesioma biasanya dapat sembuh dengan cepat dan tanpa pengobatan. Biasanya, sembuh sendiri dalam enam bulan. Pada stadium kedua dan ketiga, ruam dan lesi lebih parah juga bertahan lama. Tanpa pengobatan, gejala dapat kembali setelah bertahun-tahun.
Editor : Pahlevi