Israel Mengambil Kesempatan

author Pahlevi

- Pewarta

Rabu, 11 Des 2024 19:40 WIB

Israel Mengambil Kesempatan


Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah

Optika.id - Hampir semua media di dunia melaporkan pasca jatuhnya Suriah ketangan pemberontak dimana presiden Bashar al-Assad di Suriah dan keluarganya melarikan diri ke Rusia, perlombaan regional untuk kekuasaan telah dimulai.

Baca Juga: Lagi-Lagi Soal Komunikasi

Dalam perlombaan itu yang kelihatan memiliki kepentingan adalah Israel sebagai tetangga Suriah. Dilaporkan bahwa sebelum presiden Suriah terbang ke Moskow pada hari Minggu, 8 Desember, melarikan diri dari Damaskus tepat di ambang diambil alih oleh pemberontak yang dipimpin oleh kelompok Hayat Tahrir al-Sham (HTS), pasukan Israel telah memasuki wilayah Suriah, mengerahkan pasukan terjun payung, infanteri dan unit tank pada hari Sabtu.
 
Tentara-tentara Israel (IDF) dikabarkan memasuki bagian dari zona penyangga yang didirikan antara Israel dan Suriah, yang telah berada di bawah pengawasan PBB selama 50 tahun terakhir, dan merebut sisi Suriah dari Gunung Hermon. Puncaknya lebih dari 2.800 meter, gunung ini menjulang di seluruh wilayah, menawarkan pemandangan yang jelas dari Lebanon ke Suriah termasuk Damaskus, yang terletak hanya 40 kilometer jauhnya dari gunung, saat burung gagak terbang.
 
Tentara Israel juga sudah diperintahkan Perdana Menteri Benyamin Netanyahu untuk menduduki Dataran Tinggi Golan dengan alasan sekuriti. Media melaporkan tank-tank dan pasukan infateri Israel memasuki Dataran Tinggi Golan yang merupakan wilayah kedaulatan Suriah itu telah mendapatkan kecaman dari negara-negara lain sebagai pelanggaran hukum internasional.
 
Posisi strategis ini diambil tanpa melepaskan tembakan. Zona demiliterisasi itu adalah rumah bagi setidaknya 1.000 penjaga perdamaian Pasukan Pengamat Pelepasan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDOF), yang sekarang tidak berdaya oleh situasi tersebut. Pada Selasa pagi, laporan yang belum dikonfirmasi menunjukkan bahwa kemajuan Israel di luar zona penyangga berlanjut lebih dalam ke wilayah Suriah, di distrik Qatana, yang terletak sekitar 25 kilometer dari Damaskus, menurut Reuters.
 
Pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar bersikeras pada sifat "sementara" dari pengerahan militer ini di apa yang disebut UNDOF sebagai "area pemisahan" (yang awalnya dirancang untuk mencegah dimulainya kembali bentrokan antara Israel dan Suriah, setelah perang Arab-Israel 1973).

Baca Juga: Para Pejabat Negara Perlu Belajar Ilmu Komunikasi

Dia mengemukakan kekhawatiran keamanan, keduanya terkait dengan kemungkinan serangan oleh kelompok-kelompok bersenjata milik koalisi pemberontak, yang elemen-elemen yang menguasai kota terdekat Quneitra pada hari Sabtu, serta dalam persiapan untuk kemungkinan kekacauan di Suriah. Namun, situasi sementara ini mengancam akan menjadi masalah yang berkepanjangan, menimbulkan banyak pertanyaan.
 
Pada hari Rabu tanggal 11 Desember 2024 Angakatan Udara Israel dikabarkan telah melancarakan hampir 500 roket untuk menghancurkan peralatan perang yang dimiliki pemerintah Suriah termasuk 15 kapal perang telah dihancurkan Israel. PM Benyamin Netanyahu beralasan bahwa serangan itu harus dilaksanakan untuk mencegah peralatan-peralatan militer milik Suriah seperti pesawat tempur, kapal perang, tank, kendaraan lapis baja, gudang senjata dan sebagainya tidak jatuh ke tangan pemberontak.
 
Perluasan wilayah yang dilakukan Israel yang melanggar hukum internasional itu sebenarnya menurut para ideolog Israel adalah suatu kewajiban sebab menurut mereka the great Israel itu wilayahnya sampai Iraq. Jadi Israel harus merebut wilayah Suriah, Libanon, Palestina dan Iraq sebagai negara Israel Raya.
 
Jatuhnya kekuasaaan presiden Bashar Al-Assad memang di rayakan diseluruh negeri bahkan di kota-kota di negara Eropa para diaspora Suriah merayakan kejatuhan dinasti Assad itu dengan suka cita. Amerika Serikat, Israel, Turki, Inggris, Perancis yang selama ini membantu pemberontak Suriah juga merayakan kemenangan pemberontak itu. Namun setelah perayaan kemenangan itu muncul keraguan akan nasib Suriah dikemudian hari karena banyaknya kelompok pemberontak itu yang akan berebut mengambil kekuasaaan.
 
Kelompok Hayat Tahrir Al-Syam yang merupakan perubahan bentuk dari kelompok yang berafiliasi dengan Al-Qaidah memang yang muncul di permukaan. Komandan HTS Abu Muhammad Al Julani salah satu pentolan Al-Qaida yang oleh Amerika Serikat dan sekutunya sebelumnya diberi label teroris menjadi media darling media barat dan dianggap sebagai pemberontak bukan teroris. Namun ada kelompok-kelompok lain yang ada di Suriah ini termasuk ISIS. Ada juga kelompok utama the Syrian Arab Republic dan sekutun ada, the Syrian opposition dan sekutunya, Al-Qaeda, ada kelompok  Kurdish Syrian Democratic Forces.
 
Tambahan pula, wilayah utara Suriah dikuasai pemberontak Kurdi yang dianggap sebagai teroris oleh Turki, ada pangkalan tentara Amerika Serikat, ada juga pangkalan militer Rusia yang menjadikan situasi masa depan Suriah masih komplek dan tidak menentu.
 
Semoga rakyat Suriah bisa mengatur negaranya sendiri tanpa harus menyerah kepada kepentingan negara-negara asing.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU