DPD, Lembaga yang Tak Dikehendaki dan Dipaksa Lahir Seadanya!

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Beberapa waktu yang lalu, Jimly Asshiddiqie selaku anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI menggulirkan wacana pembubaran DPD. Dia menyebut jika eksistensi lembaga menaunginya itu sudah seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM).

Baca juga: Senator DPD RI: Tunda Paripurna, Dengarkan Rakyat!

Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara dari Universitas Islam Indonesia (UII) Nimatul Huda menilai bahwa DPD saat ini tidak bertaji dan itu wajar. Dia menyebut bahwa lembaga yang lahir setelah amandemen UUD 1945 itu sudah terasa seolah tidak didukung untuk eksis lebih lama lagi.

"Ibarat janin yang tidak dikehendaki yang dipaksa lahir seadanya. Keanggotaannya tidak boleh lebih dari sepertiga anggota DPR, kedudukannya tidak kuat, kewenangannya juga sangat sumir," ucap Ni'matul, kepada Optika.id, Kamis (31/8/2023).

Disebutkan pada Pasal 22 C UUD 1945, anggota DPD dari setiap provinsi jumlahnya harus sama dan jumlah anggota DPD seluruhnya harus tidak lebih dari sepertiga jumlah anggota DPR. Adapun tersebut pada Pasal 22 D UUD 1945 dirinci bahwa kewenangan DPD dalam bidang legislasi yakni pengajuan RUU tertentu, ikut membahas bersama DPR serta pemerintah dalam penyusunan RUU tertentu.

Di sisi lain, kewenangan DPD yakni memberikan pandangan dan pendapatnya terhadap RUU tertentu, mengawasi pelaksanaan UU tertentu, dan memberi pertimbangan terhadap RUU tentang APBN serta RUU yang bersinggungan dengan pendidikan, pajak dan agama.

"Merujuk Pasal 22 C dan D UUD 1945, sangat bisa dipahami bila DPD itu merupakan bawahan dari DPR. Sehingga sulit mengimbangi DPR dalam urusan legislasi dan anggaran. Ibarat hidup segan mati tak mau," kata Ni'matul.

Sebelumnya, kewenangan DPD ini diperkuat melalui putusan MK dengan nomor 92/PUU-X/2012 yang menyebutkan bahwa DPD memiliki kedudukan yang setara dengan DPR serta Presiden itu sendiri dalam proses pembentukan suatu undang-undang tertentu.

Baca juga: Wakil Ketua Baleg Ungkap Aturan Pilkada Mendatang Mengacu pada MK

Namun, imbuh Nimatul, fakta di lapangan menunjukkan bahwa DPD sangat jarang dilibatkan dalam pembentukan undang-undang yang terkait dengan kepentingan daerah. Maka dari itu dirinya menyebut sejak kelahiran DPD, lembaga itu sudah catat sehingga banyak kekurangannya.

Dengan kekuatan yang tak seimbang antara DPR dan DPD, hal tersebut, disadari atau tidak, turut berdampak buruk terhadap kualitas pembentukan undang-undang. Dirinya menyebut bahwa banyak produk legislasi yang dilahirkan oleh DPR hanya mengakomodasi kepentingan penguasa saja, bukannya rakyat, dan daerah.

"Sehingga baru satu atau dua tahun sudah memunculkan masalah serius, misalnya, UU IKN, UU Cipta Kerja, UU KPK, dan lain-lain. Tetapi, nampaknya usulan untuk memperkuat kedudukan DPD tidak disukai oleh DPR sehingga usulan amendemen yang digaungkan DPD tidak pernah sukses diperjuangkan," ujar Ni'matul.

Baca juga: Khawatir RUU Pilkada Disahkan, BEM SI Jatim Terus Kawal hingga Pendaftaran!

Maka dari itu, dia menilai bukan perkara yang gampang untuk membubarkan lembaga negara yang telah diatur dalam konstitusi. Apalagi, seiring dengan mencuatnya wacana pembubaran DPD, La Nyalla Mattalitti selaku Ketua DPD angkat bicara mengusulkan agar amandemen konstitusi digelar dengan tujuan mengembalikan pemilihan presiden dan wakil presiden oleh MPR.

"Usulan ini tentu tidak populer di mata publik. Masyarakat justru semakin kecewa terhadap DPD. Ternyata yang digagas oleh DPD itusetbackdan tidak produktif. Jadi, seperti memutar arah jarum jam ke belakang.Kalau memang DPD sudah tidak diperlukan, ya, dibubarkan saja daripada membuang anggaran negara," jelasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru