Sampai Kapan US$ Menguat Terhadap Rupiah?

Reporter : Pahlevi


Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Baca juga: Lho Gak Bahaya Ta?

Optika.id - Berbagai sosial media di tanah air akhir-akhir ini ramai membicarakan soal kegiatan "Geruduk UGM" tanggal 15-16 April 2025 di kampus UGM Yogyakarta dimana masyarakat kampus, aktivis dsb meminta kejelasan Universitas Gajah Mada tentang kebsahan ijazah mantan Presiden Joko Widodo. Berita kegiatan itu menutup berita tentang kondisi perekenomian negeri yang tidak menentu terutama soal melemahnya nilai tukar mata uang Rupiah terhadap US$.

Seperti diketahui nilai tukar mata uang US. Dolar terhadap Rupiah terus bergerak naik sampai hampir menembus angka Rp 17.000; itu artinya nilai tukar Rupiah melemah terhadap US. Dolar. Ada beberapa faktor yang menyebabkan nilai tukar mata uang itu naik turun; dalam hal ini antara US Dolar dan Rupiah. Faktor-faktor itu antara lain: Pertumbuhan Ekonomi suatu negara, semakin tinggi angka pertumbuhan ekonomi semakin kuat permintaan terhadap mata uang asing misalnya U.S Dolar karena dipakai untuk membeli barang-barang modal yang sangat diperlukan.

Apalagi kalau pertumbuhan Ekonomi itu dipenuhi oleh Impor. Rumus Pertumbuhan Ekonomi: Y= C+I+G+ (X-M) dimana Y adalah Pertumbuhan Ekonomi, C adalah konsumsi masyarakat, I adalah Investasi, G adalah pengeluaran pemerintah dan X= Ekspor, M= Impor. Dalam ekuasi itu apabila Impor suatu negara lebih besar dari Ekspor nya, maka nilai mata uang asing, US$ misalnya akan naik nilai tukarnya karena permintaan akan US$ sangat tinggi.

Kita di Indonesia ini menyaksikan banyak kebutuhan pokok itu bergantung pada impor. Kedelai misalnya, banyak impor dari Amerika Serikat, BBM juga impor dari luar negeri, pakan ternak, beras, obat-obatan, barang barang modal, gula dsb dsb dibeli dari impor. Beras misalnya Indonesia impornya berkisar antara 1,5-3,5 juta ton/tahun.

Nilai mata uang asing, dalam hal ini US$ juga bisa naik dikarenakan kebijakan Federal Reserve Amerika Serikat yang menaikkan suku bunga. Akibatnya banyak pelarian uang US$ keluar negara karena pemilik dana/modal itu lebih menguntungkan apabila menanamkan uangnya dalam bentuk saham, obligasi, deposito dan sebagainya di Amerika Serikat.

Nilai tukar US$ juga bisa naik apabila Indonesia membayar utang luar negeri dan bunganya yang jatuh tempo. Pada tahun 2025, Indonesia diperkirakan akan memiliki utang jatuh tempo sebesar Rp 852 triliun. Utang jatuh tempo tertinggi pemerintah Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan terjadi pada bulan Juni, yaitu sebesar Rp 178,9 triliun.

Ketidakpastian perekonomian dunia akibat konflik kawasan misalnya di Ukraina, Palestina, Afrika dsb dan kebijakan tarif dari Presiden Trump menyebabkan inflasi dimana-mana. Hal ini berpengaruh terhadap Indonesia yang bergantung pada Impor, dimana harga-harga Impor menjadi mahal karena terkena inflasi di negara-negarra dimana kita impor.

Kondisi politik dalam negeri yang tidak menentu juga bisa berpengaruh terhadap naiknya nilai tukar mata uang asing. Kenaikan US$ itu tentu berakibat pada harga harga kebutuhan pokok yang kita impor tadi naik termasuk biaya transportasi dan logistik.

Nilai US$ akan terus menguat apabila kondisi-kondisi yang tersebut diatas masih ada.
Indonesia perlu memperkuat pasar domestik, dalam negeri dan sebisanya menghindari ketergantungan terhadap impor.

Baca juga: Itu Tidak Sesuai Fatsoen Politik

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru