Optika.id - Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga (HMD Ilmu Sejarah FIB UNAIR) melakukan bedah buku menghadirkan Satriono Priyo Utomo sebagai pembicara. Ia membedah buku karangannya yang berjudul "Politik Dipa Nusantara. Buku itu bercerita soal jalan hidup seorang Dipa Nusantara Aidit" atau biasa dikenal dengan DN Aidit.
Dalam kesempatan itu, Satriono menjelaskan bagaimana latar belakang kehidupan DN Aidit di Belitung, daerah asalnya. Menurutnya, DN Aidit adalah seorang yang religius. Ia bahkan dikenal sebagai muazin di kampungnya.
Baca juga: Jangan Sampai Keliru ya! Ini Bedanya Hari Kesaktian Pancasila dengan Hari Lahir Pancasila
Aidit lahir dari keluarga Islam yang taat. Ia sendiri tadinya bernama Ahmad Aidit, Ahmad yang berarti Muhammad. Semasa kecil, Ia diajar mengaji oleh pamannya, Abdurrahim hingga akhirnya, Ia menjadi muazin di kampungnya, ujar Satriono dalam bedah buku yang digelar Himpunan Mahasiswa Departemen Ilmu Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga, dikutip dari laman Unair, Rabu (28/9/2022).
Penulis buku Politik Dipa Nusantara ini mengatakan, DN Aidit banyak dipengaruhi pengalaman dalam hidupnya. Berbagai pengalaman itu kemudian menarik Aidit menuju ideologi komunisme sampai pada akhirnya dia menjadi Ketua Partai Komunis Indonesia (PKI).
Aidit datang dari keluarga berkecukupan, tetapi banyak bersentuhan dengan kaum buruh.
"Ditambah, ia tergabung dalam gerakan perlawanan terhadap kolonialisme di angkatan muda yang banyak menawarkan bacaan-bacaan Marx selayaknya banyak pejuang pada masa itu," jelas Satriono.
Satriono ingin orang-orang tetap dapat melihat kontribusi DN Aidit, kendati banyak diingat karena gerakan partainya yang berniat melaksanakan kudeta. Apa yang dilakukan Aidit sebelum sampai saat kemerdekaan Indonesia dinilai tetap memberi kontribusi.
Baca juga: Pancasila Sakti atau Sakit?
Satriono menerangkan, DN Aidit adalah salah seorang yang berjasa atas terlaksananya kemerdekaan melalui gerakan pemudanya. Ada bantuan signifikan darinya sewaktu Soekarno hendak berpidato di Lapangan Ikada pada 19 September 1945 untuk menyebar berita kemerdekaan kepada rakyat.
Penulis ini melanjutkan, paruh waktu tahun 1945 hingga 1965 adalah masa-masa emas perpolitikan negeri ini. Itulah yang menjadikan Indonesia amat berwarna karena berbagai ideologi yang berkembang.
Sampai-sampai, Tanah Air punya banyak partai dengan bermacam-macam basis, seperti nasionalisme, agama, hingga komunisme. Ketika itu, menurutnya politik menjadi panglima.
Baca juga: Tahukah Kamu? Ada 2 Wali Kota Surabaya yang Lenyap Karena Dituduh PKI
Reporter: Jenik Mauliddina
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi