Optika.id - Jabatan ketua umum partai politik (ketum parpol) di Indonesia memang belum diatur. Tiap parpol tentu memiliki kebijakan sendiri dalam mengatur seluk beluk struktur organisasinya, salah satunya adalah ketua umum yang tentunya berperan banyak hal dalam perpolitikan dan menjadi pengendali keputusan (king maker) politik.
Baca juga: Gagal Maju Pilgub Jadi Hal Untung bagi Anies, Kok Bisa?
Lantas, berapa lama seyogyanya ketum parpol menjabat?
Menurut peneliti senior dari Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Firman Noor, negara tidak perlu membatasi masa jabatan dari ketua parpol. Hal ini dikarenakan negara kerap tidak berperan banyak dalam pertumbuhan parpol di Tanah Air.
"Partai itu terbentuk di luar pemerintahan dan dia terbangun dari inisiatif pihak luar pemerintahan. Jadi, sebaiknya negara tidak perlu masuk terlalu dalam mengurus internal partai," kata Firman dalam keterangannya, Jumat (21/7/2023).
Ketika disinggung tentang dinasti politik yang lazim muncul akibat ketum parpol terlampau dominan, dia menilai jika dampak yang dihasilkan tak selamanya buruk. Misalnya, dinasti politik yang ada di sejumlah negara misalnya keluarga Kennedy di Amerika Serikat, maupun keluarga Gandhi di India.
Firman menyebut bahwa apa yang terjadi dalam partai politik adalah fair selama internal partai memegang kompetensi. Apabila suatu partai ingin mendirikan dinasti politik, tidak mengapa asal orang-orang yang terlibat di dalamnya mempunyai kompetensi yang cukup baik serta memadai untuk menjadi pejabat atau elite politik.
"Enggak masalah. Sepanjang itufair," ucap Firman.
Baca juga: Besok, PDI-Perjuangan Akan Usung Risma Jadi Kandidat Cagub Jatim
Kendati demikian, Firman tak menyangkal bahwa sebagian besar partai politik di Indonesia tidak sepenuhnya menjalankan sistem merit yang baik sehingga banyak kader yang sekadar naik jabatan hanya karena loyal terhadap partai dan bukan karena kompetensi atau kecakapannya. Di sisi lain, parpol menganggap bahwa keputusan ketum adalah sabdo pandita ratu dan dianggap mutlak sehingga yang terjadi adalah mandegnya regenerasi kepemimpinan.
Firman menilai, apabila parpol menjalankan sistem merit yang baik, maka akan tercipta demokrasi internal di partai. Sistem merit juga membuat dinasti politik di parpol makin cantik.
"Dinasti politiknya enak dilihat, bukan semaunya ketua umum," ujar Firman.
Baca juga: 100 Guru Besar UGM Nyatakan Sikap, Ingin KPU Jaga Marwah Jelang Pilkada
Untuk diketahui, sistem merit merupakan salah satu sistem dalam manajemen sumber daya manusia (SDM) yang menjadikan kualifikasi, kompetensi, dan kinerja sebagai pertimbangan utama dalam merekrut seseorang.
Lain hal nya dengan pengamat politik dari Universitas Al-Azhar, Ujang Komarudding yang menilai jika masa jabatan ketua umum parpol sewajarnya harus dibatasi. Alasannya, dia merujuk kepada masa jabatan presiden yang juga dibatasi selama lima tahun serta hanya bisa dua periode memimpin.
"Itu hal yang rasional yang muncul dari masyarakat yang ingin melihat bahwa partai politik menjalankan demokrasinya secara baik. Biar bagaimanapun, jabatan yang terlampau panjang itu bisa korup dan banyak penyimpangan," kata Ujang kepada Optika.id, Jumat (21/7/2023).
Editor : Pahlevi