Optika.id - Film dibuka olehvoice overAurora (Sheila Dara), dan seolah ia sedang menerawang isi kenangan saya. Tapi tidak hanya di bagian itu, dan tidak hanya untuk saya.Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulangbakal mewakili pergolakan hati para perantau yang menganggap sebuah tanah asing "lebih rumah" daripada rumah.
Baca Juga: Film Indonesia Masih Didominasi Oleh Genre Horor, Publik Sudah Mulai Jumud?
MelanjutkanNanti Kita Cerita Tentang Hari Ini(2020), dikisahkan Aurora telah menetap di London untuk berkuliah. Di sana, Aurora menemukan cintanya dalam diri Jem (Ganindra Bimo), seorang seniman asal Indonesia. Dia pun berteman dekat dengan Honey (Lutesha) dan Kit (Jerome Kurnia). Aurora menemukan habitatnya.
Tapi di Indonesia timbul kekhawatiran, karena si anak tengah sudah dua bulan tak memberi kabar. Maka datanglah Angkasa (Rio Dewanto) dan Awan (Rachel Amanda) mencari keberadaan Aurora. Sesampainya di London keduanya malah mendapati perbedaan dalam diri Aurora. Dia bukan lagi anggota keluarga seperti yang mereka kenal selama ini.
Apakah ia berubah, atau justru itu wajah Aurora sesungguhnya? Berangkat dari pertanyaan tersebut, naskah yang ditulis oleh sang sutradara, Angga Dwimas Sasongko, bersama M. Irfan Ramli, bak melahirkan biografi bagi individu yang pergi kemudian menemukan jati diri. Ingat, bukan "mencari" tapi "menemukan". Bisa jadi penemuan itu tak diniati. Kadang seseorang sudah mantap memandang identitasnya, tapi setelah lepas dari keluarga lalu memperjuangkan hidupnya sendiri, barulah wajah aslinya nampak ke permukaan.
Sebelum pergi, Aurora belum benar-benar mengenali dirinya. Terbukti, di Indonesia ia sempat iri pada Awan yang memperoleh seluruh perhatian, namun saat perhatian itu akhirnya didapat selepas pindah ke London, Aurora malah merasa jengah. Di mata Angkasa dan Awan, saudari mereka berubah, yang diartikan sebagai sebuah masalah. Adanya masalah berarti bantuan perlu diulurkan. Tapi ada kalanya bantuan yang diberikan justru berpotensi menimbulkan masalah. Pun bagi orang-orang seperti Aurora, ketimbang bantuan, pengertian atas pilihan hidup (berbeda) yang diambil lebih dibutuhkan.
Baca Juga: Jenis 3 Kelompok Tukang Kritik Film, Kamu Masuk yang Mana?
Secara bentuk,Jalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulangsejatinya tidak jauh beda dibanding deretanspin-offmacamStory of Kale(2020) danStory of Dinda(2021), di mana fokus juga diarahkan pada satu karakter. Tetapi ketimbang dua kompatriotnya, film ini tampil superior. Eksplorasinya lebih mendalam, didukung pemakaian narasi non-linear yang menjadikanflashbacksebagai wujud rekoleksi kenangan tokoh-tokohnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Memang belum sempurna. Di beberapa titik, departemen penyuntingan kurang mampu mengawinkan dua linimasa secara mulus. Sedangkan beberapa dramatisasi yang Angga pakai, seperti dentuman musik intens dan/atau gerak lambat di beberapa situasi,kurang sinkron di tengah pendekatanfilmnya yang cenderung intim.
Untunglah tidak semuanya demikian. Konklusinya mengembalikan momen emosional ala film pertama, berupa curahan hati antar tiga bersaudara, berlatar atap gedung dan langit senja. Pemandangan semacam itulah yang jadi kekuatanJalan yang Jauh, Jangan Lupa Pulang.Kesediaan menilik lebih jauh, menyelami ruang intim manusia dalam kegundahan mereka.
Baca Juga: Kritik Film Tak Sekadar Jadi Penghakiman Baik dan Buruk
Butuh pelakon handal agar eksplorasi tersebut berjalan maksimal, dan Sheila Dara menjawab kebutuhan itu. Sosoknya menyampaikan setumpuk kegelisahan yang sukar diutarakan. Sebagaimana Honey bagi Aurora, Lutesha merupakan pendukung sempurna bagi penampilan Sheila Dara. Sebuahflashbackmenampilkan keduanya menjalani keseharian berkeliling London, dan hanya lewat kesederhanaan itu saja kehangatan yang memancing senyum mampu dimunculkan.
Diflashbackitu pula tampak sisi Aurora yang berbeda. Di hadapan Awan dan Angkasa selaku keluarga kandung, Aurora adalah sosok pendiam nan misterius. Tapi bersama Honey (chosen family),ia bisa tertawa lepas. Saya rasa kondisi itu kerap dialami para perantau. Di rumah amat tertutup, lalu kembali bersemangat kala kembali ke perantauan. Bukannya membenci keluarga di rumah. Mungkin mereka telah menemukan identitasnya yang kebetulan berlawanan dengan definisi ideal di mata keluarga.
Editor : Pahlevi