Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
Baca Juga: Mengenal Hari Buruh 1 Mei
Optika.id - Ada yang menarik perhatian saya ketika menonton tayangan saluran TV internasional mengenai demonstrasi ribuan orang di kota San Francisco Amerika Serikattanggal 13 Nopember 2023 didepan venue atau tempat berlangsungnya pertemuan APEC yang dihadiri beberapa kepala negara termasuk presiden Joko Widodo.
Para demonstran itu memprotes kebiadaban tindakan Israel di Gaza Palestina dan menuntuk segera di lakukan gencatan senjata dan dihentikannya tindakan genosida.
Poster-poster mereka bertuliskan Free Palestine, Stop Genocide, Cease Fire Now dsb, ditengah-tengah ribuanorang yang membawa poster Free Palestine itu adasekelompok orang yang membentangkan poster besar bertuliskan Free West Papua.
Kelompok ini berusaha mengambil keuntungan atau dompleng dari demonstrasi menuntut kemerdekaan Palestina itu dengan tuntutan kemerdekaan Papua karena mereka tahu presiden Indonesia ikut dalam pertemuan APEC itu.
Memang meskipun ada beberapa gelintir orang yang menyuarakan kemerdekaan Papua di berbagai negara seperti Inggris, Australia dan Amerika Serikat, namun kelompok kecil ini berusaha membawa kasus konflik Papua dan tuntutan Papua merdeka menjadi perhatian dan pembicaraan internasional.
Pemerintah Indonesia harus melakukan kebijakan yang prudence atau hati-hatidalam menangani konflik di Papua ini mengingat hal ini bisa digunakan oleh negara-negara asing yang tidak suka melihat Indonesia maju untuk menekan Indonesia melalui percaturan diplomatik internasional.
Baca Juga: Singapura Menolak Campur Tangan Asing Dalam Pemilu
Jaman Gus Dur menjadi presiden, dia menggunakan pendekatan budaya di Papua agar mendapat simpati dari rakyat Papua karena pendekatan militer saja tidak akan menyelesaikan masalah.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Dalam hubungan dengan ini, nampak nya Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Agus Subiyanto yang mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) calon Panglima TNI bersama Komisi I DPR, Senin (13/11/2023) juga memiliki konsep yang sama dengan Gus Dur namun dengan istilah lain.
Jendral Agus mengatakan "Untuk mengatasi konflik vertikal seperti masalah di Papua, pendekatan Smart power, yang dengan kombinasi hard power, soft power dan diplomasi militer mutlak dilakukan,".
Agus menjelaskan, hard power dilakukan dalam rangka menegakan hukum. Soft power, dilakukan untuk mendukung pelaksanaan percepatan pembangunan kesejahteraan di Papua. Sedangkan diplomasi militer untuk pertukaran personil TNI dengan negara-negara di kawasan.
Baca Juga: UNUSA yang Inklusif
Pendekatan militer saja akan counter productive karena akan muncul kesan bahwa TNI dan pemerintah Indonesia adalah the occupier atau penjajah bukan sebagai sesama anak bangsa.
Karena itu perlu nya pembangunan yang seimbang kawasan Indonesia timur terutama Papua, termasuk pembangunan Pendidikan dan kesehatan yang merata.
Namun harus disadari bahwa TNI dan Polri perlu memiliki ketegasan dalam hal penegakan hukum, sebab kalau tidak maka kita hanya menyaksikan para prajurit TNI dan Polri menjadi bulan-bulanan sasaran tembak kelompok separatis di Papua yang menginginkan kemerdekaan Papua.
Siapapun presiden dan wakil presiden terpilih di Pilpres 2024 nanti, maka dari banyak program yang ditawarkan dalam kampanye, masalah penyelesaian konflik di Papua harus juga menjadi perhatian.
Editor : Pahlevi