Optika.id - Gerakan mahasiswa dengan isu #IndonesiaGelap merebak ke mana-mana. Isu Indonesia Gelap menjadi wacana publik yang luas. Dari sisi rezim dan pendukungnya meyakini "Indonesia Tidak Gelap" dan bahkan sedang menuju ke arah pertumbuhan yang bagus. Indonesia baik-baik saja.
Di sisi lain, mulai dari gerakan mahasiswa, generasi Z, kelompok milineal, aktivis, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat), kalangan kampus, dan tokoh sosial, politik, dan ekonomi yang independen merasakan dan menyuarakan Indonesia Gelap, Indonesia sedang tidak baik-baik saja.
Salah satu indikator Indonesia Gelap adalah membludaknya PHK (pemutusan hubungan kerja). Maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) hingga awal tahun 2025 ini, membuktikan industri di tanah air dalam kondisi yang tidak baik-baik saja. Bahkan diramalkan PHK bakal berlanjut ke depan.
Ekonom Center of Economics and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan PHK yang marak ini menandakan perekonomian dalam kondisi lampu kuning. Pasalnya, industri tengah babak belur dihajar oleh kondisi global dan domestik.
"Contohnya industri tekstil yang mendominasi PHK tahun 2024-2025. Permintaan dari China dan AS menurun drastis dalam dua tahun terakhir. Akibatnya produksi tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri dirasionalisasikan dengan permintaan ekspor," ujarnya dilansir KONTAN, Minggu (2/3/2025).
Lebih lanjut Huda menerangkan bahwa kondisi ini diperparah dengan masuknya produk China yang jauh lebih murah imbas dikeluarkannya Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 yang mempermudah arus impor barang dari luar negeri.
"Masyarakat lebih memilih produk dari China yang lebih murah, dibandingkan dengan produk lokal. Terlebih kemarin ada info masuknya produk impor dari China secara ilegal. Semakin menekan industri dalam negeri kita," urainya.
Huda mengungkapkan, kemungkinan PHK bakal bertambah sangat terbuka mengingat Purchasing Manager Index (PMI) belum membaik. Di samping itu, Huda menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia saat ini tidak berkualitas, pasalnya sektor industri tidak optimal dalam menyerap tenaga kerja.
"Dahulu, 1% pertumbuhan ekonomi bisa menyerap hingga lebih dari 400-ribuan tenaga kerja. Saat ini 1% ekonomi hanya menyerap 100-ribuan tenaga kerja saja. Alhasil, dalam jangka menengah dan panjang, kondisi ini akan memperparah kemiskinan dan ketimpangan," urainya lebih detil.
Selain itu, kata Huda, proporsi industri manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) hanya sebesar 18%. Padahal 10 tahun yang lalu proporsi tersebut pernah menyentuh lebih dari 20%.
Lebih lanjut, dia menambahkan, serbuan barang impor semakin menekan industri dalam negeri, hal ini akan mengganggu suplai industri dalam negeri di tengah permintaan yang belum pulih. Sehingga, pertumbuhan ekonomi dinilai akan stagnan dan tak berkualitas.
"Jika dibiarkan sampai setahun atau dua tahun ke depan, akan lebih banyak tenaga kerja yang ter-PHK," tukasnya.
Lebih mengerikan lagi saat ini ada lima pabrik di wilayah Jawa Barat menghentikan produksi dan merumahkan ribuan buruh hingga karyawan. Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Jawa Barat Firman Desa mengatakan, lima pabrik ini tersebar di tiga daerah.
"Betul, ada lima perusahaan yang tutup di wilayah Bekasi, Cimahi, dan Garut. Dua diantaranya tutup di tahun 2025 ini," katanya, Kamis (27/02/2025). Kelima perusahaan yang tutup ini yaitu, PT Sanken Indonesia, PT Yamaha Music Product Asia, PT Tokai Kagu, berlokasi di Kabupaten Bekasi, PT Danbi Internasional Garut, PT Bapintri di Kota Cimahi. Menurut Firman, alasan penutupan pabrik ini mulai dari dampak ekonomi global hingga pandemi Covid-19.
"Kalau Bapintri memang selalu mengalami kerugian pada saat pandemi dan puncaknya sekarang mereka tutup. Kemudian, untuk Danbi mereka dipailitkan oleh salah satu vendornya," kata Firman.
"Tapi memang Danbi ini dari 3 tahun sebelumnya sudah bermasalah, yang awalnya dipicu oleh krisis ekonomi global, di mana permintaan order sangat menurun dari pasar Eropa," imbuhnya.
Tutupnya lima pabrik ini memberikan dampak pada karyawan dan buruh. Tercatat ada 3.200 yang telah dirumahkan, dengan perincian PT Sanken Indonesia ada 459 orang yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), PT Yamaha Music Product Asia 200 orang, PT Tokai Kagu 195 orang.
Sementara itu, PT Danbi internasional Garut sebanyak 2.079 orang, dan PT Bapintri 267 orang. Sebelumnya, Firman mengatakan, kasus PHK di Provinsi Jawa Barat mencapai 26.820 orang sepanjang tahun 2024. Sektor paling banyak melakukan PHK yaitu industri manufaktur.
Baca Juga: Mahasiswa Indonesia di Amerika Serikat Dukung Gerakan #IndonesiaGelap
Berdasarkan data itu ada beberapa wilayah yang paling tinggi dilaporkan terjadinya kasus PHK, seperti wilayah Cikarang, Bekasi yang mencapai 2.965 orang, kemudian Karawang 3.138 orang, Kota Bekasi 4.346 orang. Firma membenarkan kasus PHK ini banyak ditemukan di industri-industri besar.
"Kebanyakan industri manufaktur seperti garmen dan tekstil," ucapnya. Disnakertrans Provinsi Jabar juga mendapatkan data yang dilaporkan oleh 16 kabupaten dan kota sepanjang 2024. Hasilnya, ada 6.453 yang tercatat terdampak PHK di masing-masing industri yang ada di wilayah tersebut. Dari data ini terlaporkan paling banyak ada di wilayah Kabupaten Bogor yang mencapai 1.294 orang.
Kemudian, Kabupaten Bandung Barat 991 orang, Kota Bekasi ada 846 orang, Kabupaten Subang 663 orang, Kabupaten Purwakarta 560 orang, Kabupaten Bandung 556 orang, Kota Bandung 377 orang, Kabupaten Cirebon 208 orang.
"Sementara dari laporan 16 daerah itu, untuk Kabupaten Cianjur 0, Kabupaten Majalengka 0, Kabupaten Sumedang 0, serta ada beberapa daerah lain yang nol kasus," katanya.
Sementara itu Guru Besar Universitas Paramadina, Ahmad Badawi Saluy, melihat, sejumlah industri asing yang sebelumnya memiliki pabrik di Indonesia, memilih pindah ke negara tetangga, seperti Vietnam, Thailand, China hingga India.
"Ini pertanda negara kita tidak baik-baik saja. Kalau Indonesia baik-baik saja, mereka tidak akan hengkang. Kalau mereka cuan, pasti etah. Sederhana saja mereka," kata Badawi dalam Diskusi Indef, Jakarta, Kamis (27/2/2025).
Badawi mengatakan, minggatnya sejumlah investasi dari Indonesia itu, tak lepas dari kondisi dan situasi bisnis di dalam negeri. Di mana, investor melihat Indonesia sudah tidak prospektif lagi.
"Investasi itu kan bukan uang pribadi, bisa dari lembaga keuangan yang punya risiko artinya kembalikan tepat waktu dan mengitung suku bunga. Kalau birokrasi kita sangat tidak menguntungkan bagi mereka, pajak dan sebagainya ada perlakuan diskriminatif itu juga sangat menjadi bahan pertimbangan mereka," terang Badawi.
Tak hanya itu, dia juga menilai kebijakan terkait ketenagakerjaan yang membuat investor maju mundur. Sebab, belanja tenaga kerja juga menjadi pertimbangan besar sebagai bagian dari investasi sumber daya manusia.
Badawi menuturkan bahwa pemerintah harus memiliki perhatian besar terhadap investasi-investasi yang datang dari asing maupun dari dalam negeri, utamanya terkait dengan jaminan keamanan dan kenyamanan dalam berusaha.
"Misalkan Vietnam, di sana itu pemerintahnya kan lebih memberikan rasa nyaman, perlindungan kepada investasi asing, kemudian aturan main tentang perburuhan kemudian birokrasi yang humanis yang bisa diterima dan membuat mereka nyaman di situ," terangnya.
Hengkangnya investasi industri asing dari Indonesia, lanjutnya, dapat memengaruhi penyerapan tenaga kerja manufaktur. Apalagi, dalam catatannya, serapan tenaga kerja industri pengolahan stagnan di kisaran 13,83 persen pada 2024 dari total penduduk bekerja 144,64 juta orang.
Di sisi lain, Badawi juga menyoroti perkembangan industri dalam negeri yang butuh perubahan, khususnya terkait pemanfaatan teknologi industri di Indonesia yang masih rendah di kisaran 4,5 persen. Beda jauh dengan Vietnam yang penggunaan teknologi tingginya mencapai 41 persen, Malaysia 43,2 persen dan Thailand 25 persen.
Di awal Maret pabrik Sritex tutup. Sritex menutup pabriknya secara formal 1 Maret 2025. Dampak dari tutupnya Sritex maka ada 8.400 karyawan di-PHK.
Menurut Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja (Disperinaker) Sukoharjo menuturkan seluruh karyawan PT Sritex resmi terkena PHK per Rabu (26/02/2025) menyusul perusahaan yang akan tutup total per tanggal 1 Maret 2025.
Kepala Disperinaker Sukoharjo, Sumarno, mengatakan dengan keputusan ini karyawan PT Sritex terakhir bekerja pada Jumat (28/02/2025).
"Setelah dilakukan perundingan, sudah menemui titik temu. Yang intinya PHK, setelah diputuskan tanggal 26 Februari PHK, namun untuk bekerja sampai tanggal 28, sehingga off tanggal 1 Maret. Puasa awal sudah berhenti total (PT Sritex) ini jadi kewenangan kurator," kata Sumarno kepada awak media di Menara Wijaya Setda Sukoharjo, Kamis (27/2/2025) seperti dikutip dari detikcom.
Tercatat ada sekitar 8.400 data karyawan PT Sritex yang terkena PHK. Setelah karyawan di PHK, urusan gaji dan pesangon menjadi tanggung jawab kurator. Sementara itu, Sumarno mengatakan perihal hak jaminan hari tua karyawan menjadi kewenangan BPJS Ketenagakerjaan.
Disperinaker Sukoharjo juga sudah memfasilitasi dengan menyiapkan sekira 8 ribu lowongan pekerjaan baru di perusahaan lain yang ada di Kabupaten Sukoharjo.
"Sudah lepas (tanggung jawab Sritex). Perusahaan itu sudah jadi milik kurator," ucapnya.
Kabar terkait PHK massal buruh Sritex juga beredar di media sosial Facebook. Salah satu akun membuat unggahan ucapan selamat tinggal untuk PT Sritex TBK, di Kabupaten Sukoharjo. Sejumlah postingan menyebut jika tanggal 28 Februari 2025 ini, PT Sritex akan tutup, dan karyawan terkena PHK.
Akun Facebook bernama Husni Hidayah turut memposting foto tentang lima poin hasil meeting dengan tagar Sritex tutup.
"Hasil meeting 1. 28 februari terakhir kerja, status di phk
2. Pesangon dan thr akan dibayarkan kalo aset dah kejual/ada investor baru
3. Gaji diusahakan tgl 28
4. Barang pribadi yg di pabrik monggo segera dicicil bawa pulang
5. Setelah tgl 28 personalia akan terbitkan surat PJK untuk pencairan JHT dan JKP, kalo JHT semua dapat sesuai masa kerja, kalo JKP kepengurusannya ada aturan sendiri yg lebih ribet," tulis Husni.
Tulisan: Aribowo
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Baca Juga: Seruan Salemba Kedua: Bebaskan Indonesia dari Gelap
Editor : Pahlevi