Pembangunan Berkelanjutan

author Pahlevi

- Pewarta

Kamis, 16 Jan 2025 10:32 WIB

Pembangunan Berkelanjutan



Oleh: Prof Ir Daniel Mohammad Rosyid

Optika.id - Istilah sustainable development yang diterjemahkan kemudian sebagai pembangunan berkelanjutan merupakan konsep yang lahir sekitar tahun 1970-an setelah para pemimpin politik dan kampus mulai menyadari dampak-dampak negatif dari eksploitasi besar-besaran pada berbagai sumber-sumber daya alam terutama migas dan batubara dalam rangka mentenagai banyak kegiatan manusia setelah revolusi industri 150 tahun sebelumnya.

Baca Juga: Pintu, Musyawarah, dan PSN

Penemuan mesin uap oleh James Watt membuat manusia makin tidak tergantung pada alam. Lalu penemuan listrik membuat eksploitasi sumber-sumber energi primer seperti migas, dan batubara serta nuklir menjadi semakin tak terkendali.

Meadows dan kawan-kawan peneliti MIT memberi laporan kepada the Club of Rome bahwa pembangunan dengan model seperti itu unsustainable karena akan membutuhkan 4 bumi untuk menopangnya.

Kritik atas model pembangunan yang terobsesi pertumbuhan tinggi berbasis migas dan nuklir itu telah dilakukan oleh Schumacher dalam Small is Beautiful, dan Illich dalam Deschooling Socieity. Jika Schumacher menganjurkan model pembanguan berskala kecil, Illich menganjurkan agar konsumsi manusia dibatasi, terutama konsumsi energinya.

Illich mengatakan bahwa konsumsi energi sampai jumlah tertentu masih menyehatkan, namun jika sudah mulai berlebihan justru akan merusak. Seperti gula darah dan sekolah. Sekolah disorot olen Illich karena sekolah mengajarkan budaya konsumerisme saat belajar harus dibeli di sekolah, padahal belajar bisa dilakukan di mana saja, terutama di rumah.

Industrialisasi besar-besaran menyebabkan manusia makin kesulitan untuk membedakan antara needs and wants, antara sekolah dan belajar, antara bungkus dan isinya.

Model dinamika sistem yang dibangun Meadows et.al di MIT yang disebut the world model itu menunjukkan bahwa menjelang akhir tahun 1990-an, konsumsi energi dunia sudah melampaui kapasitas bumi untuk mendukungnya, sehingga mulai terjadi perubahan iklim dan pemanasan global.

Perlu dilakukan antisipasi berupa respons global yang terkoordinasi agar baik perubahan iklim maupun pemanasan global itu tidak terjadi. Namun terbukti, bahwa AS sebagai emitor CO2 terbesar dunia menolak kesepakatan global ini. Konsumsi energi perkapita AS kini telah mencapai 10kL pertahun, Eropa dan Jepang sekitar 7kL sementara Indonesia baru sekitar 1,5 kL. Negara-negara yang mengaku dengan congkak sebagai negara maju itu adalah negara-negara yang mengidap energy obese. Mereka menjadi rakus energi yang melumpuhkan mereka sendiri.

Tidak banyak orang yang menyadari bahwa energy obesity ini lah yang menyebabkan penurunan kinerja ekonomi dan sosial negara-negara maju itu yang manifestasinya diakui oleh Emanuel Todd dalam The Defeat of The West. Kegendutan energi ini juga merupakan gejala menonjol dalam sebuah full-fledged capitalistic economy yang kini telah merambah Indonesia selama 10 tahun rezim Jokowi berkuasa.

Dampaknya adalah korporatokrasi yaitu perselingkuhan elite partai politik dengan para taipan oligarch yang memonopoli secara radikal semua sumberdaya ekonomi (terutama lahan) dan politik. Korporatokrasi, atau demokrasi mbelgedhes ini adalah bukti kegagalan kaum reformis yang telah berhasil mengganti UUD1945 dengan UUD2002.

China yang pada 30 tahun silam masih relatif langsing, energi berhasil tumbuh dan bangkit menjadi kekuatan ekonomi baru. Mengadopsi state-capitalism, China telah berhasil menjadi a new power house bahkan a new and naughty kid on the bloc yang berani menantang perundung besar semacam AS.

Baca Juga: Kegentingan Nasional dan Kembali ke UUD1945

Walaupun kini China juga mengalami banyak masalah, namun China berhasil membangun inovasi seperti Belt and Road Initiatives yang kemudian melahirkan BRICS. Kini Indonesia sudah menjadi anggota BRICS. Indonesia di bawah Prabowo memiliki kesempatan untuk memimpin ASEAN dalam rangka mengimbangi China agar tidak menjadi sekedar satelit China.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ke depan, pembangunan nasional berkelanjutan mensyaratkan paling tidak 5 hal berikut:

1) pendidikan sebagai proses belajar merdeka, dibebaskan dari dominasi persekolahan, lebih memerankan keluarga dan masyarakat untuk memperluas kesempatan belajar cakap, sehat dan produktif,

2) birokrasi yang meritokratik, kompeten dan bebas KKN,

3) pasar yang terbuka dan adil,

4) investasi yang memandirikan berbasis potensi-potensi agro-maritim yang melimpah,

Baca Juga: Belajar dari Kekeliruan Suramadu

5) pasokan energi baru dan terbarukan yang cukup. Untuk negara kepulauan seperti Indonesia, ada syarat

6) pemerintahan maritim yang efektif.

PSN Jokowian sebagai produk full-fledged capitalism perlu dicermati Presiden Prabowo agar tidak memperburuk kesenjangan pendapatan maupun spasial yang saat ini makin mengkhawatirkan.

Setiap bentang alam darat maupun laut di kepulauan seluas Eropa bercirikan Nusantara ini mengandung keragaman hayati, budaya, adat dan kapasitas teknologi. Dibutuhkan model PSN yang mengadopsi keragaman ini dengan membangun proses-proses bottom-up berbasis komunitas lokal untuk mengimbangi pendekatan teknokratik dan top down PSN pada umumnya.

Dengan demikian, resiko-resiko konsekuensi negatif yang tidak dikehendaki bisa dikenali, dan dimitigasi sehingga investasi besar itu bisa memberi manfaat bersama dalam jangka panjang.

Gunung Anyar, Surabaya, (16 Januari 2025).

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU