Muhammadiyah Suarakan Keadilan bagi Nelayan dan Masyarakat Pesisir

author Alfain Jr

- Pewarta

Senin, 03 Feb 2025 06:00 WIB

Muhammadiyah Suarakan Keadilan bagi Nelayan dan Masyarakat Pesisir

Optika.id - Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM) Pimpinan Pusat Muhammadiyah kembali menunjukkan keberpihakannya pada kelompok marginal dengan menggelar diskusi publik bertajuk "Pagar Laut, Nasib Nelayan, Rakyat Pesisir, dan Ironi Negara Bahari" pada Jumat (31/1/2025) di Gedung PP Muhammadiyah Jakarta. 

Diskusi ini menjadi panggung bagi suara-suara yang selama ini terpinggirkan: nelayan dan masyarakat pesisir yang kian tersudut akibat kebijakan yang lebih berpihak kepada kepentingan bisnis daripada kesejahteraan rakyat.

Salah satu isu utama yang dibahas dalam diskusi ini adalah proyek pemagaran laut di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) Kebijakan ini dinilai sebagai contoh nyata ketimpangan struktural yang mengorbankan masyarakat pesisir demi kepentingan segelintir elite.  

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dr. Anwar Abbas, dalam paparan kuncinya, menegaskan bahwa kebijakan yang merugikan rakyat kecil harus menjadi perhatian serius pemerintah.  

"Jika kebijakan negara merugikan rakyat dan melanggar prinsip-prinsip keadilan, maka kita wajib angkat bicara. Keberpihakan kepada masyarakat miskin dan nelayan adalah bagian dari perjuangan Muhammadiyah," tegasnya.  

Ia juga menyoroti bagaimana dominasi kelompok oligarki semakin merusak kehidupan ekonomi dan sosial di Indonesia. "Kita tidak bisa terus-menerus membiarkan ketidakadilan ini berlanjut. Ini saatnya bertindak demi kepentingan rakyat," tambahnya.  

Muhammadiyah dan Perjuangan bagi Masyarakat Pesisir

Ketua MPM PP Muhammadiyah, M Nurul Yamin menegaskan bahwa Muhammadiyah telah lama berkomitmen untuk memperjuangkan nasib nelayan.  

"Sejak tahun 2000, Muhammadiyah telah memberikan perhatian serius terhadap isu nelayan melalui Lembaga Buruh Tani dan Nelayan, yang kemudian berkembang menjadi MPM. Kami ingin berkolaborasi dengan media agar isu ini semakin diketahui publik," ujarnya.  

Menurutnya, Muhammadiyah tidak hanya sekadar menyuarakan kritik, tetapi juga terus mencari solusi konkret untuk memperkuat pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.  

Mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof. Din Syamsuddin turut menyoroti bahwa kasus PIK II hanyalah puncak dari masalah yang lebih besar, yakni ketimpangan struktural dalam sistem politik dan ekonomi.  

"Kita harus berada di garis depan perjuangan ini. Masalah PIK II bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal keadilan dan keberpihakan pada rakyat," ungkapnya.  

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menolak Ketidakadilan Struktural 

Keberanian Muhammadiyah dalam menyuarakan isu ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Said Didu, salah satu narasumber, menilai bahwa gerakan ini harus terus diperjuangkan demi keberlanjutan hidup generasi mendatang.  

"Kita harus menjadi penyelamat bagi anak cucu kita. Kebijakan yang merugikan nelayan dan masyarakat pesisir harus dihentikan," ujarnya.  

Sementara itu, Riky Ferdianto, Redaktur Majalah Tempo, mengungkapkan bahwa proyek PIK II menjadi contoh nyata bagaimana pengaruh politik dan bisnis menyatu dalam proyek-proyek strategis nasional.  

"Polemik ini memperlihatkan bagaimana pengusaha besar dan pemangku kekuasaan berkolaborasi dalam proyek yang merugikan masyarakat lokal. Negara seolah absen dalam melindungi hak-hak rakyatnya," katanya. 

Ketua Bidang Pemberdayaan Nelayan MPM PP Muhammadiyah, Suadi menegaskan bahwa negara harus hadir untuk melindungi hak-hak masyarakat pesisir.  

"Privatisasi kawasan laut dan lemahnya regulasi telah membuat nelayan semakin terpuruk. Negara seharusnya mengatur dan memberikan perlindungan kepada mereka, bukan justru memberi peluang kepada kepentingan bisnis yang merugikan rakyat," tegasnya.  

Diskusi ini juga menghadirkan Kholid, seorang aktivis nelayan yang terdampak langsung oleh pemagaran laut di PIK. Dengan suara penuh semangat, ia menegaskan bahwa kebijakan ini telah merampas ruang hidup nelayan dan mengabaikan hak-hak mereka.  

"Ini adalah perang melawan oligarki yang merampas hak-hak kami. Kami akan terus berjuang bersama rakyat untuk mempertahankan kedaulatan laut," serunya.  

Ironi negara bahari seperti Indonesia adalah ketika lautsumber kehidupan bagi jutaan nelayanjustru menjadi arena eksploitasi bagi segelintir elite. Melalui diskusi ini, Muhammadiyah menegaskan bahwa perjuangan keadilan bagi nelayan bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga tentang hak asasi, keberlanjutan lingkungan, dan masa depan bangsa. 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU