Presiden Akui 12 Pelanggaran HAM Berat Masa Lalu, Sejarawan Sambut Baik

Reporter : Haritsah

Optika.id - Sejarawan UIN (Universitas Islam Negeri) Raden Mas Said Surakarta, Latif Kusairi, S.Hum, MA merespons pernyataan Presiden Joko Widodo(Jokowi) yang mengakui adanya 12 pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) berat yang terjadi di masa lalu.

Baca juga: Hutang Moral Indonesia Terhadap Korban HAM

Dia menyambut baik adanya permintaan maaf negara. Hal ini menurutnya adalah langkah yang cukup baik dan akan dikenang oleh masyarakat Indonesia.

"Adanya keppres ini membuktikan pemerintah tidak lalai dan tidak lupa akan adanya kelam masa lalu pembentukan pengadilan ad hoc untuk menangani kasus pelanggaran HAM berat itu sesuai mekanisme yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM," ujar Ketua Jurusan Peradaban Islam Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Mas Said Surakarta ini pada Optika.id, Rabu (11/1/2023).

"Baiknya pemerintah juga membentuk tim pemulihan nama baik bagi korban yang disangkakan. Sehingga stigma bagi keluarga korban tidak berlarut-larut dan negatif," imbuhnya.

Latif juga menyoroti soal pentingnya kebhinnekaan dalam bermasyarakat, dan akan mengurangi resistensi dan stigma mengenai pandangan politik ataupun agama.

Ini adalah langkah yang baik untuk menyongsong kebhinekaan Indonesia ke depan Di sisi lain. Ini adalah keberanian Jokowi yang akan terus dikenang sepanjang masa karena keberaniannya atas permintaan maaf, energi positif kesatuan bangsa dan kebersamaan dalam kebhinnekaan mudah-mudahan jadi energi positif bagi pembangunan bangsa dan negara ke depan," ujar Latif.

Baca juga: DPR Bahas Ratifikasi RUU Antipenghilangan Paksa

Adapun ke-12 kasus pelanggaran HAM berat masa lalu yang laporannya diserahkan kepada Presiden Jokowi siang ini, yakni Pembunuhan Massal 1965, Peristiwa Talangsari Lampung 1989, Peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, Peristiwa Rumoh Geudong Aceh 1998, dan Kerusuhan Mei 1998.

Lalu Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II, Peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, Peristiwa Simpang KKA Aceh 3 Mei 1999, Peristiwa Wasior dan Wamena 2001, Peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003, serta Peristiwa Penembakan Misterius (Petrus) 1982-1985.

"Saya telah membaca dengan seksama Laporam Tim Non Judicial Pelanggaran HAM berat yang dibentuk berdasar Keppres No 17/ 2022. Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus, saya sebagai kepala negara RI mengakui bahwa Pelanggaran HAM yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa. Dan saya sangat menyesalkan terjadinya pelanggaran HAM berat," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).

Baca juga: Deretan Kasus HAM Berat Masa Lalu yang Direkomendasi PPHAM

"Saya menaruh simpati dan empati mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Oleh karena itu, saya dan pemerintah untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menegasikan penyelesaian yudisial," kata Jokowi.

"Yang kedua saya dan pemerintah berupaya dengan sungguh-sungguh agar Peristiwa HAM tidak akan terjadi ladi di masa mendatang. Saya memerintahkan Menkopolhukam untuk mengawal proses agar kedua hal ini secara baik. Semoga menjadi langkah berarti bagi pemulihan luka anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional, kita dalam negara RI," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru