Sumber gambar: Tribun Timur.
Baca juga: Biden Sebut Pendukung Trump Sampah
Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah
Optika.id - Kita banyak yang pernah membaca atau menonton film nya kisah bagaiman gangster Mafia yang di pimpin Al-Capone di Amerika Serikat bisa leluasa menjalankan bisnis, kegiatan kriminalnya karena merangkul aparat keamanan yang seharusnya bertugas memberantas kegiatan kriminal itu.
Seperti diketahui melalui pengalaman kriminal yang diperoleh dan koneksi politik yang terjalin dalam bisnis perjudian dan prostitusi pada awal 1900-an, gangster telah menjadi siap untuk eksploitasi Larangan, yang diratifikasi sebagai Amandemen Konstitusi ke-18 Amerika Serikat pada tahun 1919. Melegalkan produksi, distribusi, dan konsumsi minuman beralkohol - yang semuanya merupakan konsekuensi dari amandemen - tidak mengekang keinginan warga Chicago untuk minuman keras atau bir. Permintaan yang besar untuk dan ilegalisasi alkohol secara bersamaan ini membuka pasar ilegal baru bagi gangster untuk berkembang dan memonopoli. Seperti yang dikatakan Al Capone, "Yang saya lakukan hanyalah memasok permintaan publik ... seseorang harus menyediakan minuman keras untuk rasa haus itu?".
Karena semua kegiatan ini dianggap ilegal dimata hukum, Capone lalu membeli kekebalan hukum dengan memberikan suap kepada polisi dan politisi. Suap ini, meskipun kadang-kadang menelan biaya seperempat juta dolar pada waktu itu, namun itu kecil bagi Capone untuk diberikan mengingat bahwa ia menghasilkan lebih dari 100 juta dolar per tahun.
Kisah Al-Capone menyogok aparat yang seharusnya memberantas kegiatan kriminal di Amerika Serikat itu juga terjadi di banyak negara, dan kisah seperti ini baru saja terjadi di negeri kita dimana ganster pelaku judid online yang di otaki warga negara Cina leluasa menjalankan bisnis haramnya karena menyuap 10 orang aparat negara yang seharusnya memiliki tugas memberantas judi online itu lewat Kementerian dimana mereka bertugas.
Baca juga: Cara Baru Israel Membunuh Bangsa Palestina
Kejadian ini tepatnya menyangkut pegawai Kementrian Komunikasi dan Digital. Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid tentu merasa terkejut karena baru saja dia menjabat menteri sudah ada kejadian memalukan itu dan dia langsung melaporkan kasus adanya oknum judi online (Judol) di lingkungan kementeriannya, kepada Presiden Prabowo Subianto.
Berbagai media melaporkan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya mengungkapkan bahwa oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang diduga terlibat kasus judi online di Kota Bekasi mendapatkan keuntungan Rp8,5 juta per situs. Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Polisi Wira Satya Triputra saat ditemui di kawasan Rose Garden, Kota Bekasi, pada Jumat.
oknum Kementrian Komdigi itu seharusnya bertugas untuk memblokir situs judi online namun karena iming-iming uang dari ganster judi online ini, si oknum itu harus membina seribu situs, dijaga supaya gak keblokir," kata pelaku ketika ditanyai oleh Pak Wira saat ditemui di kawasan tersebut.
Seorang pegawai dari Komdigi yang belum diketahui identitasnya tersebut mengatakan terdapat 1.000 situs judi online yang dijaga olehnya agar tak kena blokir dan 4.000 situs yang dilaporkan ke atasannya untuk diblokir. Tugas membina situs judol ini kabarnya melibatkan peran staf ahli di Kementerian.
Baca juga: Kenapa Tidak Ada Kebijakan Melindungi Industri Dalam Negeri?
Kombes Pol Wira menjelaskan pelaku mengaku mendapatkan senilai Rp8,5 juta dari tiap situs judi online yang tak diblokir. Jadi totalnya para oknum itu mendapatkan Rp 8,5 miliar. Dari hasil menjaga situasi itu, dia bahkan dapat memberi upah sejumlah pegawai sebagai admin dan operator senilai Rp5 juta tiap bulannya. "Para pegawai tersebut bekerja di ruko yang dijadikan semacam 'kantor satelit'. Mereka bekerja dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 20.00 WIB," katanya.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol. Ade Ary Syam Indradi menyebutkan 11 orang ditangkap terkait kasus judi online. Dari 11 orang yang ditangkap itu, tercatat 10 orang di antaranya adalah pegawai dan staf ahli di Kementerian Komdigi.
Kejadian keterlibatan aparat negara membantu kegiatan yang melanggar hukum ini perlu diperiksa secara transparan dan tegas oleh pihak Kepolisian. Selain itu harus diselidiki apakah praktek-praktek oknum aparat negara melindungi kegiatan haram itu juga ada di Kementerian-Kementerian lainnya dalam berbagai bentuknya.
Editor : Pahlevi