Ketua JoMan Dinilai Telah Permalukan Dirinya Sendiri

author Seno

- Pewarta

Senin, 17 Jan 2022 19:00 WIB

Ketua JoMan Dinilai Telah Permalukan Dirinya Sendiri

i

images - 2022-01-17T115651.421

Optika.id - Ketua Jokowi Mania (JoMan) Immanuel Ebenezer dinilai telah mempermalukan diri sendiri. Hal ini dikatakan oleh Pengamat Politik LIMA Indonesia Ray Rangkuti. Menurut Ray, Immanuel terburu-buru melaporkan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun dengan sangkaan Pasal 317 KUHP.

Immanuel, sambung Ray, seharusnya membaca pasal 317 KUHP dengan baik-baik dan tenang. Lantaran 4 syarat dalam pasal tersebut belum terpenuhi. Yakni, laporan yang sengaja, laporan palsu, nama baik yang dicemarkan, dan subjek pelapor adalah yang terlapor.

Baca Juga: Beberapa Partai Batal Usung Kaesang, KIM Plus di Jateng Ambyar

Keempat persyaratan tersebut belum satupun terpenuhi dalam peristiwa ini, kata Ray Rangkuti dalam keterangannya, Senin (17/1/2022).

Di sisi, Ray lain justru melihat laporan Immanuel kepada Ubedilah Badrun semakin menguatkan persepsi bahwa upaya pemberantasan korupsi di era Jokowi melemah.

Diketahui, Indonesia menempati ranking 102 sebagai negara dengan indeks persepsi korupsi. Kalah dari Singapura di ranking ketiga, Brunei Darussalam ranking 35, Malaysia ranking 57.

Pak Jokowi sendiri menyatakan keresahannya akan rendahnya indeks persepsi korupsi Indonesia dalam hal pidato peringatan hari anti korupsi sedunia, Desember 2021. Artinya, langkah pelaporan terhadap Ubed tersebut tidak mendukung upaya presiden untuk meningkatkan indeks persepsi yang dimaksud, dan dalam skala lebih besar mendukung upaya menciptakan pemerintahan yang baik dan bersih," jelas Ray.

Ray justru mencermati apa yang dilakukan Immanuel justru menebalkan persepsi publik tentang situasi tidak ramah pemerintahan Jokowi terhadap gerakan anti korupsi.

Setelah revisi UU KPK, beberapa menteri yang ditangkap, dan pelaporan atas mereka yang melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi, merupakan sinyal kuat bahwa upaya pemberantasan korupsi di era kedua pak Jokowi tidak lebih dari sekedar ucapan basa-basi, kata Ray.

Tidak ada langkah konkret di lapangan. PP No 43 tahun 2018 tentang partisipasi dan penghargaan terhadap partisipasi masyarakat dalam pencegahan dan pemberantasan korupsi seperti mandul di lapangan. Bahkan seperti dibelakangi oleh salah satunya pendukung Pak Jokowi," tukasnya.

Tak hanya itu, lanjut Ray, langkah seperti ini juga akan dapat menjadi acuan bagi mereka yang diadukan karena dugaan korupsi.

Sebab, seperti sebelumnya, setiap pelaporan dugaan tindak pidana korupsi akan selalu dihadang oleh pasal pencemaran nama baik. Akibatnya, kemauan masyarakat untuk berpartisipasi dalam mencegah dan memberantas korupsi makin sulit ditingkatkan. Satu harapan yang bahkan kala dijanjikan hadiah sekalipun belum dapat dioptimalkan," tandasnya.

Baca Juga: Analis Sebut Gerindra-Golkar Tak Mungkin Usung Kaesang di Pilgub Jakarta

Sementara itu, pakar hukum pidana, Suparji Ahmad, menerangkan, laporan yang dilakukan Ubedilah Badrun masih bersifat dugaan. Menurutnya, unsur delik hukum atas laporan tersebut masih belum memiliki bukti. Dan KPK yang menerima pengaduan melakukan verifikasi, apakah pengaduan tadi memenuhi syarat atau tidak untuk ditindak lanjuti.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jadi belum ada kualifikasi sebagai delik hukum, karena yang dilaporkan masih sebatas informasi awal, temuan awal dari sang pelapor. Belum ada unsur delik hukumnya, ujar Suparji dalam keterangannya, Senin(17/1/2022).

Dosen di Universitas Al Azhar Indonesia, itu melanjutkan, apa yang dilaporkan Ubedilah itu merupakan pengaduan masyarakat, yang menemukan suatu informasi kemudian melaporkannya. Hal ini, disebutnya, memang merupakan persoalan legal standing, yang kemudian akan dinilai KPK, apakah pengaduan tadi memenuhi syarat untuk dikualifikasikan sebagai laporan yang harus ditindaklanjuti atau tidak.

Jadi, kata dia, tentunya KPK tidak bisa menolak orang yang mengadu dan melaporkan. Namun, KPK punya kewenangan untuk memverifikasi atas hasil kualifikasi laporan itu. Jadi sekarang KPK-lah yang menentukan atas laporan itu dapat ditindak lanjuti atau tidak," ujarnya.

Sementara, untuk pelaporan balik terhadap Ubedilah, Suparji berujar, polisi yang menerima laporan hendaknya bersifat selektif. Selain itu, dia juga meminta agar polisi perlu melakukan verifikasi apakah laporan dapat ditindaklanjuti atau tidak, dan apakah memang ada peristiwa pidananya atau tidak.

Baca Juga: Litbang Kompas: Elektabilitas Kaesang Hanya 1 Persen!

Jadi di sinilah polisi punya kewenangan untuk menilai apakah pihak yang dilaporkan gara-gara melaporkan tindak pidana korupsi itu dapat dikategorikan telah melakukan sebuah tindakan pidana, tuturnya.

Suparji juga berharap, sesuai dengan konsep presisi, polisi harus benar-benar objektif menilai atas laporan baik tersebut. Sehingga tidak kontradiktif terhadap upaya pemberantasan korupsi. Dan di sisi yang lain juga sebagai upaya membangun sebuah kecermatan dalam menyampaikan sebuah laporan," pungkasnya.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU