Mengenal Hemofilia, Penyakit Darah Susah Beku dan Penanganannya

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Minggu, 23 Jul 2023 12:21 WIB

Mengenal Hemofilia, Penyakit Darah Susah Beku dan Penanganannya

Optika.id - Jika kita membaca sejarah di Abad Pertengahan, anak-anak kerajaan kerap meninggal muda lantaran kena penyakit Hemofilia. Hemophilia sendiri merupakan penyakit gangguan pembekuan darah genetic yang disebabkan oleh kurangnya faktor pembekuan darah dalam tubuh. Adapun gejala hemophilia adalah pendarahan pada luka yang sulit berhenti, nyeri dan bengkak pada sendi siku dan lutut, hingga tubuh yang mudah memar.

Baca Juga: Caleg Gila dan Antisipasi Dini Gangguan Psikologis

Kondisi dari hemophilia bisa semakin parah apabila tidak ditangani dengan sempurna. Bahkan, kondisi tersebut bisa menyebabkan pasien hemophilia mengalami disabilitas akut. Hal tersebut dikatakan oleh dokter spesialias anak subspesialisasi hematologi onkologi dari RSUPN Cipto Mangkusumo (RSCM), Novie Amalia Chozie.

"Disabilitas itu terjadi kalau pendarahan di sendi atau di otot tidak diatasi dengan sempurna, sehingga lama-lama bisa menjadi rusak sendi atau ototnya," kata Novie dalam keterangan tertulisnya, dikutip Optika.id, Minggu (23/7/2023).

Disabilitas lebih banyak terjadi pada pasien hemophilia dengan derajat berat. Kendati demikian, Novie menyebut jika kondisi itu bisa tetap terjadi pada semua derajat hemophilia.

"Pada yang ringan bisa, kalau dia tidak mendapatkan terapi yang benar. Tapi memang risikonya lebih besar pada yang berat," ucap dia.

Dia menjelaskan jika ada dua hal yang bisa menjadi faktor pasien hemophilia mengalami disabilitas secara cepat. Faktor tersebut yakni dari sudut pasien dan dari sudut penanganan yang didapatkan oleh pasien. Kemudian jika dilihat dari sudut pandang pasien, selain derajat hemophilia, faktor ketidakpatuhan pasien dalam berobat serta aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh pasien juga dapat mempercepat terjadinya terkena disabilitas.

"Kadang-kadang kita sudah memberikan edukasi misalnya harus disuntik setiap 12 jam, tapi saya tahu anak-anak banyak yang enggak mau disuntik dua kali sehari, maunya sekali saja. Atau misalnya disuruh istirahat dulu, jangan dulu dipakai jalan kakinya. Tapi namanya anak-anak, susah, tetap lari ke sana-sini," kata Novie.

Baca Juga: Jangan Salah Kira Alergi, Ini Gejala dari Psoriasis

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kemudian, ada faktor lain yang tak kalah penting yakni pasien yang punya inhibitor dan pasti lebih sulit. Jadi, kemungkinan terjadinya pendarahan pada faktor tersebut lebih tinggi dan penanganannya pun lebih susah. Dari sisi penanganan, imbuh Novie, faktor lain yang membuat risiko lebih tinggi apabila dosis obat yang diterima oleh pasien kurang dari dosis yang seharusnya.

"Kenapa dosisnya kurang? Misalnya, kebetulan dijaminnya untuk di rumah sakit itu hanya sekian, enggak bisa lebih, jadi dosisnya diberikan sesuai dengan biaya yang tersedia, padahal dosisnya kurang. Itu sering terjadi," tutur Novie.

Selain itu, imbuh Novie, kesulitan masalah injeksi dan faktor-faktor lain juga bsia terjadi. Lalu, faktor geografis yang mana ada pasien tinggal jauh di pelosok, jauh dari rumah sakit yang punya faktor pembekuan, itu juga bisa jadi masalah.

Baca Juga: Tak Hanya Covid-19, Ini Penanganan Penyakit Menular dari Soekarno Hingga Soeharto

Di sisi lain, keterampilan dan pengetahuan dokter yang menangani hemophilia juga bisa berpengaruh besar terhadap penanganan pasien. Maka dari itu, kepatuhan pasien hingga penanganan yang tepat oleh dokter yang kompeten di bidangnya dan mumpuni dalam penanganan penyakit hemophilia.

Agar pasien bisa mendapatkan hak-haknya untuk mendapatkan perawatan dan kesembuhan sehingga harapan hidupnya lebih tinggi, ujarnya.

Lebih lanjut, mengenai tatalaksana hemophilia itu sendiri, Novie menjelaskan jika saat ini sudah banyak terapi yang berkembang dan dapat digunakan mulai dari terapi profilaksis melalui pemberian konsentrat faktor pembekuan darah hingga terapi non-faktor seperti emicizumab dan terapi gen.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU