Salah satu penyakit mata yang dapat menyebabkan kebutaan adalah glaucoma. Bahkan, data menyebutkan glaucoma merupakan penyakit penyebab kebutaan terbesar kedua setelah katarak.
Baca Juga: Mengenal Hemofilia, Penyakit Darah Susah Beku dan Penanganannya
Kondisi ini diakibatkan oleh kerusakan saraf optic yang menyebabkan adanya gangguan pada lapang pandangan atau luas penglihatan seseorang tanpa menengok ke kanan dan ke kiri.
Lapang pandangan pada penderita glaucoma ini terbatas lantaran adanya tekanan bola mata yang meninggi serta mengakibatkan terhambatnya pengeluaran humour aquos atau cairan bola mata.
Pada pasien glaukoma, lapang pandangan ini menjadi terbatas karena adanya tekanan bola mata yang meninggi, akibat terhambatnya pengeluaran cairan bola mata atau humour aquos. Cairan bola mata tersebut diperlukan untuk memberi makan pada organ-organ yang ada di mata. Ketika ada yang menghambat, maka tekanan pada bola mata menjadi tinggi dan menyebabkan kerusakan pada saraf optik.
Dilansir dari laman Universitas Indonesia, staf pengajar departemen ilmu kesehatan mata FKUI-RSCM, Astrianda N. Suryono menyebut ada beberapa faktor yang menjadi risiko utama penyebab glaucoma. Di antaranya adalah menggunakan kacamata minus atau plus yang tebal, memiliki riwayat keluarga yang menderita glaucoma, berusia lebih dari 40 tahun, hipertensi, memiliki riwayat cedera pada mata, dan mengonsumsi obat anti radang steroid dalam jangka panjang.
Baca Juga: Tak Hanya Covid-19, Ini Penanganan Penyakit Menular dari Soekarno Hingga Soeharto
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Masyarakat pun diharapkan untuk segera berkonsultasi ke dokter mata serta melakukan skrining agar glaucoma bisa terdeteksi sejak dini. Apalagi, jika ada riwayat keluarga yang menderita glaucoma sebelumnya. Dengan demikian, diharapkan agar pengobatan sejak dini bisa dilakukan untuk memperlambat jalannya penyakit sehingga bisa mencegah terjadinya kebutaan permanen di kemudian hari.
"Target pengobatannya adalah menurunkan tekanan bola mata sebaik mungkin dengan menggunakan obat-obatan, baik obat tetes maupun obat minum, laser, operasi bedah, hingga operasi katarak. Prinsipnya adalah mengendalikan tekanan pada bola mata," ucap Astrianda dilansir dari laman UI, Selasa (29/8/2023).
Baca Juga: Ketahui 4 Klasifikasi Obesitas dari Dampak dan Bahayanya
Astrianda melanjutkan bahwa pengobatan glaucoma ini memiliki kesamaan pada penyakit hipertensi yang harus dilakukan dan dikontrol secara teratur selama seumur hidup. Hal ini disebabkan adanya risiko lain yang menyertai pasien glaucoma yang tidak bisa diubah.
Oleh sebab itu, dia berharap agar pasien secara rutin mau pergi ke pusat layanan kesehatan terkait untuk mengontrol tekanan bola mata dengan baik agar terhindar dari naiknya tekanan bola mata sehingga bisa menyebabkan kebutaan permanen.
Editor : Pahlevi