Wakil Ketua KPK: Pemberantasan Korupsi Masih Gagal!

author Dani

- Pewarta

Selasa, 02 Jul 2024 16:07 WIB

Wakil Ketua KPK: Pemberantasan Korupsi Masih Gagal!

Jakarta (optika.id) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengakui bahwa pemberantasan korupsi telah gagal.

Pengakuan Alexander tersebut disampaikan saat Komisi III DPR mempertanyakan kinerja lembaga antirasuah tersebut selama hampir lima tahun terakhir.

Baca Juga: Polda Metro Jaya dan KPK Panggil Hasto: Saya Tak Merasa Tertekan!

”Saya harus mengakui secara pribadi delapan tahun saya di KPK, apakah berhasil? Saya tidak akan sungkan (mengatakan), gagal memberantas korupsi. Gagal,” ungkap Alexander dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung Nusantara II, Jakarta, Senin (1/7/2024), dikutip dari Kompas.id.

Pada tahun 2015, Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang diterbitkan oleh Transparency Internasional mencapai skor 34 dan sempat naik menjadi 40 beberapa tahun setelahnya. Namun skornya kembali menjadi 34 pada 2023.

Ia menuturkan, pengukuran indeks persepsi korupsi tersebut dilakukan dengan beberapa indikator yang tidak hanya menjadi tanggung jawab KPK, tetapi juga lembaga lain.

Namun, ada persoalan pada kerja sama antarlembaga, yang menyebabkan berbagai lini terkait pemberantasan korupsi itu tidak bisa optimal.

”Ada yang menyampaikan, kondisinya sekarang ini kembali ke sebelum reformasi. Orang jadi tidak takut lagi melakukan korupsi,” kata Alexander.

Ia menegaskan, situasi itu sudah sejak lama terjadi, bahkan sebelum revisi Undang-Undang KPK pada tahun 2019.

Meski sejumlah pihak menilai revisi UU KPK  melemahkan lembaga antirasuah tersebut, ia menyebut  tidak ada yang berubah secara riil.

Menurutnya KPK tetap kesulitan saat menangani kasus dan bekerja sama dengan kejaksaan dan kepolisian, terlebih jika KPK dalam posisi menyupervisi.

”Jadi, ini persoalan ketika kita berbicara pemberantasan korupsi ke depan. Saya khawatir dengan mekanisme seperti ini. Terus terang saya tidak yakin kita akan berhasil memberantas korupsi,” tuturnya.

Ia pun menyambut gagasan merevisi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Ia berpendapat perlu adanya perubahan untuk memperkuat posisi KPK di antara kejaksaan dan kepolisian.

Baca Juga: Forum KPK Ali Fikri: Kasus Khofifah Dilaporkan Akan Kami Dalami!

Revisi tersebut juga perlu untuk menegaskan fungsi Dewan Pengawas (Dewas) KPK, karena kewenangan Dewas KPK saat ini menyerupai pimpinan KPK.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

”Kadang saya berseloroh, KPK periode ini dipimpin 10 orang, lima (unsur) pimpinan dan lima (unsur) dewas,” ujarnya.

Sementara, Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango yang ditemui seusai rapat menyebut supervisi KPK terhadap lembaga penegak hukum lain agak tersendat.

”Ketika kita kemarin ada nangkap, misalnya, oknum kepala kejaksaan negeri, pintu supervisi menjadi sedikit agak ini (tersendat),” katanya.

Dalam rapat bersama pimpinan KPK tersebut, sejumlah anggota Komisi III DPR menyampaikan beberapa pertanyaan.

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI-P, Johan Budi, mempertanyakan hubungan KPK dengan kejaksaan dan Polri.

Baca Juga: Saksi Ungkap Patungan untuk Biayai SYL Umroh ke Arab Saudi

Ia mempertanyakan fungsi pencegahan dan pendidikan antikorupsi yang digiatkan lembaga antirasuah dalam beberapa tahun terakhir.

”Pencegahan dan pendidikan antikorupsi KPK itu gunanya untuk apa? Karena ada insan KPK yang melakukan hal-hal di luar itu,” ujarnya bertanya.

Sedangkan anggota Komisi III dari Fraksi Partai Demokrat, Benny K Harman, menyebut kewenangan KPK tidak berguna jika rapuh pada persoalan internal.

Ia mencontohkan tentang tidak pernahnya ada penjelasan resmi mengenai keberadaan mantan Ketua KPK Firli Bahuri.

Begitu juga Lili Pintauli Siregar, mantan Wakil Ketua KPK yang terbukti melanggar etik, tetapi bisa mengundurkan diri begitu saja tanpa dimintai pertanggungjawaban oleh KPK.

Menurutnya, kegagalan yang dimaksud diukur dari stagnasi indeks persepsi korupsi dalam sembilan tahun terakhir.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU