[caption id="attachment_15157" align="alignnone" width="300"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]
"Ulangi kebohongan sesering mungkin maka dia akan menjadi kebohongan
Baca juga: Prabowo Ditengah Perubahan Geopolitik Global
Kutipan di atas adalah hukum propaganda yang diucapkan mantan salah satu pejabat Nazi Jerman dijaman perang dunia ke II - Joseph Goebbels. Propaganda seperti itu sampai sekarang masih dilakukan oleh banyak negara di dunia ini terutama dalam hubungannya dengan politik dan perang.
Saat ini dunia sedang ramai dengan pemberitaan disamping tentang pandemi corona yang belum berhenti juga tentang konflik yang memanas antara Rusia dengan Ukraina. Petinggi Amerika Serikat mulai dari presiden Joe Biden, juru bicara Gedung Putih, Pentagon, menteri luar negeri dan menteri pertahanannya hampir setiap hari memberikan warning kepada dunia bahwa Rusia akan menyerang Ukraina, Amerika Serikat memberikan bukti foto satelit dimana sekitar 175.000 pasukan Rusia berada di perbatasan Ukraina.
Para petinggi AS itu berkali-kali mengatakan bahwa Russian attack is imminent atau serangan Rusia akan terjadi segera; lalu narasi pernyataannya berganti serangan Rusia bisa terjadi kapan saja (at anytime). Sekutu utama AS Inggris lewat perdana menteri dan menteri luar negerinya meng-amini pernyataan AS dengan pernyataan bahwa Rusia akan menyerang Ukraina tanggal 16 Februari 2022.
Rusia lewat presidennya Vladimir Putin, menteri luar negeri, ketua DPR, juru bicara kementrian luar negeri, para duta besarnya di PBB dan di negara lain menyangkal dengan keras pernyataan AS dan Inggris itu dengan memberikan pernyataan bahwa Rusia tidak ada niat menyerang Ukraina.
Soal penempatan ratusan ribu pasukannya di Ukraina itu adalah untuk tujuan latihan; lagipula apa yang salah kata Putin pasukan Rusia itu berada di wilayah tanah airnya sendiri; sementara AS secara tidak fair menempatkan pasukan nya jauh dari tanah airnya yaitu di Eropa bahkan didekat perbatasan Rusia. Bayangkan kata Putin apa reaksi AS apabila Rusia menempatkan pasukannya di Mexiko atau Kanada yang dekat dengan AS.
Baca juga: Donald Trump Menang
Pendeknya Rusia menuduh AS dan sekutunya di Eropa (NATO) berusaha menghancurkan Rusia dengan propaganda palsu seperti itu.
Ketika Rusia menarik pasukannya dari perbatasan Ukraina, Rusia menyindir AS yang gagal menyebarkan berita palsu karena sampai tanggal 16 Februari 2022 Rusia tidak menyerang Ukraina; Rusia mengingatkan dunia bahwa AS juga menyebarkan berita palsu ketika akan menyerbu dan menginvasi Iraq dengan bukti palsu bahwa Saddam Husein membuat Senjata Pemusnah Massal yang terbukti tidak ada. Namun presiden AS Joe Biden dan Menteri luar negerinya Blinken terus mengatakan bahwa meskipun tentara Rusia ditarik mundur tidak berarti Rusia tidak akan menyerang Ukraina; serangan Rusia ke Ukrainia will happen at anytime.
Tuduhan-tuduhan pihak AS dan sekutunya (NATO) itu setiap hari dilancarkan dan akibatnya lebih dari sepuluh Kedutaan Besar negara-negara sekutu AS mengosongkan kantor Kedubes mereka di Ukraina untuk antisipasi adanya serangan Rusia. Selain itu tuduhan tuduhan AS itu didukung penuh oleh media AS dan sekutunya seperti CNN, Fox, CNBC, Bloomberg, BBC, Reuter, AFP, ABC (Australia) dsb dengan menyiarkan berita perang Rusia Vs Ukraina benar-benar akan terjadi dalam waktu dekat. Media ini juga mewartakan ancaman AS kepada Rusia bahwa AS tidak akan tinggal diam bila Ukraina diserang Rusia.
Baca juga: Politik Jamuan Makan
Dulu berita-berita media barat itu mendominasi pemberitaan dunia versi AS dan sekutunya. Saat ini pemerintah AS, negara-negara Eropa dan media mereka menghadapi kemajuan pemberitaan penyeimbang dari media negara-negara yang anti AS seperti Russian Today (RT) dan Sputnik dari Rusia, CCTV dari Cina dan Press dari Iran dimana para awak beritanya kebanyakan berkewarganegaraan AS, Inggris, Spanyol, Arab dsb. Media ini selalu menyerang balik apa-apa yang dikatakan AS.
Kita di Indonesia harus jeli membaca berita situasi di dunia itu agar tidak terombang ambing dengan berita yang muncul; karena kita tidak tahu siapa yang bohong dalam kasus konflik Rusia Vs Ukraina itu. Bagi para petinggi Indonesia baik di Eksekutif maupun legislatifnya harus ingat bahwa negara kita ini adalah negara Non- Blok dimana kebijakan luar negerinya adalah Bebas dan Aktif; artinya tidak ke kiri atau ke kanan.
Editor : Pahlevi