Soal Perjanjian Anies dan Prabowo, NasDem Tegaskan Tak Beri Pengaruh!

Reporter : Seno

Optika.id - Perjanjian antara bakal calon presiden Nasdem, Demokrat, dan PKS, Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto tengah ramai diperbincangkan publik tanah air.

Baca juga: NasDem Tidak Mau Masuk Kabinet Prabowo, Meskipun Bukan Oposisi

Wasekjen (Wakil Sekretaris Jenderal) Partai NasDem Hermawi Taslim pun merespons pernyataan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno yang menyebut adanya perjanjian Pilpres yang sudah diteken Anies Baswedan dan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Taslim menegaskan perjanjian itu tidak akan memberi pengaruh.

"Kami baru baca dari pernyataan Sandi, tapi itu ndak ada pengaruhnya buat NasDem," kata Taslim dalam keterangannya, Selasa (31/1/2023).

Taslim mengatakan jika perjanjian itu benar pihaknya tak akan mempermasalahkan. Terkait kapan dibuatnya perjanjian itu dipastikan tak beri pengaruh ke NasDem.

"Kapanpun itu dibuat tidak memberi pengaruh apapun bagi NasDem," ujarnya.

NasDem disebut kokoh untuk mengusung Anies Baswedan maju Pilpres 2024. Anies pun sejak awal, kata Taslim, sudah menerima lamaran dari NasDem.

"Kepada NasDem, Anies sudah nyatakan dia maju, dia sudah terima lamaran NasDem. Dan sampai sekarang itu yang jadi pegangan kami. Buktinya hari ini dan besok dia sudah di NTB sosialisasi," ungkapnya.

Tak Pernah Dengar

Tim bakal capres Anies Baswedan, Sudirman Said, pun mengaku tak pernah mendengar adanya perjanjian Prabowo dan Anies soal pilpres.

"Saya tidak mendengar ada perjanjian tersebut, yang ada adalah perjanjian soal berbagi beban biaya pilkada dengan Pak Sandi, itu saya tahu," kata Sudirman pada wartawan di Jakarta, Selasa (31/1/2023).

Perjanjian yang diketahui Sudirman Said antara Sandi dan Anies menyangkut Pilgub DKI Jakarta 2017 silam. Perjanjian Anies dengan Sandi tersebut pun, kata Sudirman Said, sudah tuntas.

"Dan dalam perjanjian itu antara lain kemudian ada juga perjanjian utang-piutang dengan Pak Sandi dan Pak Anies karena waktu itu Pak Anies tidak punya uang ya. Tapi perjanjian dikata kalau pilkadanya menang utang-piutang selesai dan dianggap sebagai perjuangan bersama," ujar Sudirman Said.

"Sudah selesai, dan saya membaca itu dan pada waktu itu termasuk yang ikut berdiskusi dengan Pak Sandi lah," imbuhnya.

Oleh sebab itu, Sudirman Said tak pernah mendengar adanya perjanjian Prabowo dan Anies menyangkut pilpres. Anies saat menjabat gubernur DKI Jakarta, kata Sudirman Said, lebih memilih fokus menangani Ibu Kota.

"Mengenai perjanjian pilpres tidak pernah mendengar itu. Yang ada adalah saya ini membantu Pak Prabowo ikut membicarakan kepada Pak Anies kemungkinan Pak Anies bersedia menjadi cawapres atau tidak, dan berkali-kali saya diskusi jawaban beliau 'saya akan fokus mengurus Jakarta' karena itu di pemilu ini saya tidak ikut," imbuhnya.

Jadi Dilema

Baca juga: NasDem Jatim Gelar Rakorwil: Panaskan Mesin untuk Kemenangan Khofifah-Emil

Sementara itu, Direktur IndoStrategi Research and Consulting Arif Nurul Imam menilai perjanjian itu menjadi dilema untuk Anies.

Untuk diketahui, perjanjian itu diungkap oleh Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Sandiaga Uno. Dia menyebut perjanjian atau kesepakatan antara Prabowo Subianto dengan Anies Baswedan terkait pilpres.

Sandiaga mengungkapkan hal itu saat menjadi tamu di akun YouTube Akbar Faisal, seperti dilihat Optika.id Selasa (31/1/2023). Dalam video itu, Akbar Faisal bertanya soal beredarnya potongan video Anies bicara tak akan maju pilpres jika Prabowo juga maju sebagai capres.

Hal itu lah lantas yang disebut menjadi dilema bagi Anies. Jika Anies tetap maju di Pilpres 2024, maka publik akan menilainya ingkar janji.

"Terkait Prabowo Subianto yang juga maju tentu sudah ada dua bakal capres yang memiliki parpol pendukung. Dalam konteks Anies dan Prabowo ini tentu menimbulkan dilema bagi Anies karena ketika maju pilkada DKI Jakarta, diusung Gerindra. Selain saat ini yang tengah ramai pembicaraan perjanjian Anies dengan Gerindra bahwa Anies tidak akan menjadi lawan Prabowo," kata Arif dalam keterangannya, Selasa (31/1/2023).

"Perjanjian ini potensial menimbulkan persepsi publik bahwa Anies ingkar janji pada Prabowo," lanjutnya.

Perjanjian itu pun akan menjadi kendala bagi Anies secara etik. Publik menurut Arif akan menilai Anies politisi ambisius.

"Perjanjian itu jelas menjadi kendala, minimal secara etik dan persepsi publik. Secara etik Anies ingkar janji pada janjinya dan persepsi publik potensial menuding Anies politisi yang ambisius," ucapnya.

Baca juga: Surya Paloh Kembali Jadi Ketum, Ingin Kader Tak Ganggu Parpol Lain!

Arif menilai seharusnya Anies mengingat soal perjanjian itu. Sebab, menurutnya di berbagai kesempatan Anies pernah menyebut tidak akan menjadikan Prabowo lawan politiknya.

"Apalagi Anies dalam berbagai kesempatan juga mengatakan tidak akan melawan promotornya Prabowo. Seharusnya Anies ingat soal itu," ucapnya.

Sementara, Sandiaga mengaku hingga saat ini masih komitmen menjalankan perjanjian itu.

"Saya sih commit. Saya sampai saat ini karena saya tanda tangan itu, commit dan mungkin yang lain bisa ditanyakan," kata Sandiaga di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (30/1/2023).

Sandiaga menjelaskan perjanjian dengan Prabowo dan Anies itu diteken pada September 2016 lalu, malam sebelum pendaftaran Pilgub DKI tahun 2017. Perjanjian itu, kata dia, diteken di atas materai.

"Itu terkait Pilgub 2017. Malam itu kita tanda tangan sebelum kita mendaftar ke KPUD. 2016 bulan September. Perjanjian itu sih legal, ditandatangani bertiga dan seingat saya ada materainya," tukasnya.

Kendati demikian, Sandiaga enggan mengungkapkan isi perjanjian tersebut. Menurutnya, akan lebih etis jika isi perjanjian tersebut disampaikan oleh orang-orang yang memiliki salinannya.

"Perjanjiannya ditandatangani 3 pihak. saya, Pak Prabowo, dan Pak Anies. Dan saat itu yang ngedraft dan ditulis tangan sendiri oleh Pak Fadli Zon dan setahu saya sekarang juga dipegang oleh Pak Dasco," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru