Anas Urbaningrum: Parpol Tumbuh Jadi Toko Kelontong

author Pahlevi

- Pewarta

Senin, 14 Okt 2024 21:53 WIB

Anas Urbaningrum: Parpol Tumbuh Jadi Toko Kelontong

Optika.id - Anas Urbaningrum, alumnus Fisip Universitas Airlangga dan pernah menjadi Ketua Umum (Ketum) DPP Partai Demokrat, menilai partai politik (parpol) sudah menjadi semacam toko kelontong. Lebih dari itu fungsi parpol semakin merosot, tereduksi hanya sebagai event organizer.

"Ownership atau kepemilikan partai kemudian bukan semakin modern. Sebab yang modern seperti perusahaan, sahamnya dimiliki oleh publik. Sekarang partai cenderung bukan CV atau perseroan terbatas (PT), tetapi mendekati toko kelontong," kata Anas.

Baca Juga: Lewat Munaslub, PKN Akan Tetapkan Anas Urbaningrum Sebagai Ketum

Toko kelontong adalah toko kecil tradisional yang menjual barang remeh temeh, sederhana, serba ada, dan murah. Artinya parpol telah tumbuh semakin tradisional, reduktif, merosot, dan semacam toko kecil.

Bagi Anas keberadaan parpol saat ini semakin memprihatinkan. Parpol tumbuh memprihatinkan, jauh dari yang dicita-citakan semangat reformasi 1998.

"Dulu, realitas politik digerakkan sistem ideologi partai. Kalau toh terjadi polarisasi maka berbasis ideologi meskipun di sisi lain sistemmya presidensial," katanya. Memang ada fenomena instabilitas politik, meskipun bersifat spasial. Secara keseluruhan sistem politik toh berkembang.

Saat ini parpol tumbuh menjadi pragmatisme. Pragmatisme politik parpol dinilai lebih berbahaya daripada pragmatisme ideologi negara. Sebab ideologi negara sudah selesai.

"Bahkan ada partai baru sekalipun yang dirancang ownership-nya tunggal. Jadi kapan saja mau ganti pengurus atau memecat orang mudah. Ada partai berpuluh tahun ikut Pemilu, Musda dan Muscab tidak dilakukan. Ini menggambarkan cara pandang pengelolaan partai.

Menurut Anas bagi pembelajaran hal ini bagus. Bisa menjadi bahan penelitian, jadi banyak sekali tetapi dalam membangun politik demokratis maka hal itu masih jauh, urai mantan Ketum PB HMI (Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam) itu.

Ada Kejumbuhan Aktor Politik dan Ekonomi

Di sisi lain, Anas menganalisis telah tumbuh fenomena overlapping antara actor ekonomi dan politik. Dia menilai telah terjadi kejumbuhan atau overlap antara aktor-aktor politik dan aktor-aktor ekonomi dalam kehidupan partai politik.

"Ada realitas lain bahwa aktor-aktor politik makin jumbuh dengan aktor-aktor ekonomi. Tanpa riset pun dengan kacamata terbuka komposisi anggota DPR, DPRD provinsi dan kabupaten/kota mengalami kejumbuhan," kata Anas dalam diskusi di Ruang Adi Sukadana, Fisip Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Senin, (14/10/2024).

Dalam diskusi yang dimoderatori Hari Fitrianto, dosen Fisip Unair, dia menjelaskan gejala kejumbuhan atau overlap antara kamar politik dan kamar ekonomi makin kuat sehingga muncul tumbuhnya kekuatan oligarki.

Baca Juga: Setelah Bebas Murni, Anas Urbaningrum akan Kembali ke Dunia Politik

"Dulu, pada era Orba oleh Pak Harto kamarnya dipisah. Pak Harto bisa mengontrol, sekarang Ketika tidak ada kuasa tunggal maka partai-partai kecenderungannya berfungsi sebagai event organizer kepentingan ekonomi," urainya kritis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kalau partai jadi event organizer ekonomi, ujar dia, maka cita-cita yang dirumuskan oleh reformasi 1999 makin menjauh. Dia mengharapkan kalangan kampus mesti mencermati bahwa dulu ada realitas kompetisi berbasis ideologi.

Sekurang-kurangnya 10 tahun terakhir, kata Anas, membangun parpol yang bagus tidak dianggap hal yang penting.

"Demokrasi kalau dianggap perkakas yang penting tujuan tercapai. Kalau dianggap prinsip dasar maka perlu ada yang ditata. Tata ulang UU parpol secara mendasar. Saya pesimis selama mainstraim-nya seperti sekarang," ujarnya.

Keseimbangan Konflik dan Konsensus

Menurut Anas semua organisasi dalam pembangunan sistemnya harus bisa mentradisikan kompetisi konflik dan konsensus. Manajemen organisasi parpol harus dibangun dalam keseimbangan konflik dan konsensus.

Baca Juga: Janji Anas Urbaningrum Digantung di Monas Perlu Dikaji Lebih Dalam Secara Objektif

"Kalau tidak dilatih secara internal yang diatur berdasarkan tata kompetisi internal maka tidak ada soft sklii dalam mengelola partai. Orang yang tidak biasa berdebat dalam diskusi maka pasti mutungan (mudah putus asa) karena menganggap pandangan yang beda bukan lawan berfikir tetapi musuh," katanya.

Kalau dalam internal partai tidak dibiasakan berkompetisi, ujar dia, maka tidak akan tumbuh leadership politik yang bagus. Salah satu ciri leadership bagus adalah punya ketrampilan politik.

"Tugas leader menjahit berbagai fikiran dan agenda agar terinstitusionalisasi sebagai agenda organisasi," kata ketua umum Partai Kebangkitan Nusantara (PKN) tersebut.

Dia mengatakan menjadi aktivis politik mesti sungguh-sungguh, berani dan siap capek, kalau tidak siap maka tidak akan terurus barang tersebut sehingga akan keropos dan ringkih.

Tulisan: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU