Rencana Grasi Massal Narapidana Narkoba Akan Gagal Tanpa Evaluasi Pasal UU Narkotika

Reporter : Uswatun Hasanah

Optika.id - Beberapa waktu yang lalu, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD memberi rekomendasi kepada pemerintah perihal pemberian grasi massal bagi narapidana kasus narkoba.

Menurut Mahfud, rencana ini sedang digodok di tingkat Kemenkopolhukam dan masih belum ada pembahasan lebih lanjut di tingkat kabinet.

Baca juga: Menkopolhukam Ungkap Layanan Sudah Pulih, PDNS Surabaya Punya Pengamanan Bagus

Menanggapi hal tersebut, Gufron Mabruri selaku Direktur Eksekutif Imparsial menyebut jika persoalan penyalahgunaan narkotika di Indonesia tidak akan selesai dengan obral grasi massal bagi napi narkotika. Oleh sebab itu, Gufron meminta kepada pemerintah untuk melakukan evaluasi pendekatan dalam penanganan penyalagunaan narkotika yang selama ini lebih sering mengedepankan pendekatan kriminalisasi.

Dia (pemberian grasi massal) hanya akan berkontribusi pada pengurangan overcrowded di dalam lapas, ujar Gufron, Rabu (18/10/2023).

Di sisi lain, menurut Gufron rencana ini tidak bisa mengurangi kepadatan napi dalam lapas jika tidak dibarengi dengan evaluasi penanganan penyalahgunaan narkotika. Maka dari itu, menurut Gufron, sebanyak apapun pemerintah mengucurkan grasi pada napi narkotika, tetap saja kapasitas lapas akan tetap penuh apabila kebijakan penanganan narkotika tetap menggunakan pendekatan kriminal semata.

Jika evaluasi penanganan penyalahgunaan narkotika ini tidak dilakukan, maka rencana grasi massal itu justru dapat menimbulkan masalah anyar lantaran berpotensi membuat pengguna narkotika kembali memakai narkoba dengan semakin tinggi alias adiktif.

Indonesia harus lebih mengedepankan pendekatan kesehatan ketimbang pemidanaan, termasuk juga mencari alternatif hukuman lain selain pemenjaraan bagi pengguna, kata Gufron.

Senada dengan Gufron, Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani yang kerap disapa Ijul ini menilai jika wacana pemberian grasi massal bagi pengguna narkoba ini berpotensi tidak tepat sasaran.

Baca juga: Menkopolhukam Bekukan Rekening untuk Transaksi Judi Online, Isinya Masuk Kas Negara

Menurutnya, dalam level implementasi sehari-hari, penggunaan Pasal 127 Undang-Undang (UU) Narkotika secara tunggal atau murni untuk pengguna narkoba ini kerap digunakan sebagai alat pemerasan oleh aparat nakal. Pasal 127 mengatur ancaman pidana penjara maksimal 4 tahun bagi pengguna narkotika golongan I.

Hal ini membuat penggunaan Pasal 127 UU Narkotika seringnya hanya dikenakan bagi mereka yang telah melakukan suap atau mampu mengkorting hukuman dengan membayar. Tak hanya itu, kebijakan war on drugs juga rawan disalahgunakan dan dikriminalisasi, ucap Ijul.

Maka dari itu Ijul meminta pemerintah untuk terlebih dahulu mengevaluasi pendekatan dalam penanganan penyalahgunaan narkotika yang selama ini dinilai sering mengedepankan pendekatan kriminalisasi. Sementara itu, lenturnya UU Narkotika juga membuat pengguna narkoba yang tidak mampu membayar atau masyarakat umum ini sering dijebak dengan pasal berlapis dari UU tersebut.

Pada praktik di lapangan, mereka kerap dikenakan pasal tambahan yang memberatkan seperti kepemilikan narkotika atau jual beli narkotika dan penguasaan barang sesuai dengan rumusan Pasal 111,112 dan 114 UU Narkotika.

Baca juga: Bantah Mahfud Soal Retaknya Komunikasi dengan Ganjar, Bukan Begitu!

Alhasil, pasal berlapis yang menjerat masyarakat itu bisa membuat penyalahgunaan narkoba mendapatkan hukuman penjara lebih dari 4 tahun dan bukan hanya dikategorikan sebagai pengguna saja. Namun mereka kerap terkena pasal tentang penguasaan, kepemilikan dan jual beli narkotika.

Di sisi lain, dalam Pasal 2 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi menyebutkan, bahwa pengajuan grasi untuk putusan penjara paling rendah dua tahun.

Sehingga grasi massal ini hanya mendorong penyalahgunaan narkotika dalam kategori pengguna yang dipenjara dari rentang 2 tahun lebih 1 hari sampai 4 tahun penjara kurang 1 hari, kata Ijul.

Alasan tersebutlah yang membuat Ijul menilai jika rencana grasi massal pengguna narkoba ini menjadi diskriminatif serta tidak tepat sasaran. Maka dari itu dia mendorong pemerintah segera melakukan evaluasi massal bagi seluruh kasus penyalahgunaan narkotika melalui asesmen medis dan sosial untuk tujuan pengampunan dan mencabut penghukuman.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru