Amich Alhumami Ungkap Negara Bangsa Diciptakan Aktivis, Bukan Parpol!

Reporter : Danny

Surabaya (optika.id) - Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Amich Alhumami menegaskan bahwa Indonesia saat ini menghadapi satu situasi secara nyata-nyata itu Ironi dan Paradoks sekaligus. Negara bangsa didirikan para aktivis oleh para intelektual, bukan parpol. Negara dibangun para tokoh yang mengalami situasi kebatinan tentang pentingnya kemerdekaan. Mereka tidak ada asosiasi politik formal, dan memang tokoh pejuang. 

"Mereka justru berhimpun di organisasi kemasyarakatan, organisasi keagamaan NU, Muhammadiyah. Bukan oleh parpol itu, keadaan sekarang terbalik. Negara bangsa kontribusi terbesar aktivis intelektual bukan politisi. Penggerak pejuang kemerdekaan, yang mengolah negara terakhir ini justru parpol, mereka tidak punya cukup basis intelektual kuat. Mereka kemudian mengalahkan kelompok intelektual yang dulu pendiri bangsa. Situasi ini sangat ironi dan paradoks," terang Amich dalam diskusi Forum Insan Cita dengan tajuk "Membaca Gerakan Kaum Intelektual Indonesia 2024", Minggu, (17/3/2024). 

Baca juga: Peneliti Ilmu Hukum Tegaskan Prabowo Pernah Bicara Tak Mau Terlalu Dekat dengan China

Mereka menyadari, tidak mungkin menyelenggarakan politik bernegara, politik negara dengan sistem demokrasi ketika para pendiri mengalami Politik Riil ketika mereka sekolah di Eropa dan berinteraksi dengan para aktivis politik modern pengalaman Eropa. Pilihan demokrasi atau seperti konteks Indonesia, undang-undang asli 1945 itu, demokrasi dengan model MPR itu. Tidak mungkin negara Indonesia tingkat melek aksaranya kurang dari 10 persen, sebagian masyarakat dalam kondisi miskin dan diterapkan demokrasi, dimana mereka belajar. 

Baca juga: Dewi Fortuna Anwar: Prabowo Belum Jadi Presiden Tapi Sudah Menerima Undangan Negara Luar

"Itu juga diharapkan bahwa para negeri bangsa pengelola negeri bangsa mereka yang punya kearifan yang sebagai mana mereka miliki. Menelisik pada pribadi terhormat, mulia, Bung Karno, Bung Hatta, Syahrir. Dalam rekaman sejarah, tiga nama yang patut dicantumkan tandatangan pada teks proklamasi. Mereka punya kearifan dan tidak menggunakan kekuasaan untuk kepentingan mereka sendiri, diperuntukkan penghimatannya untuk masyarakat untuk rakyat itu dituangkan secara baik," tegasnya. 

Bagian dari prinsip, tata kelola negara untuk mewujudkan kesejahteraan. Pengalaman penghayatan, rasanya tidak hilang para pengelola Parpol. Pemangku jabatan kekuasaan negara, masyarakat tidak bisa konsep demokrasi modern. Mungkin bisa dengan sistem demokrasi kalau demokrasi liberal pula dalam format negara barat jika syarat pokok tidak dipenuhi. 

Baca juga: Zainal Arifin Mochtar Sebut MK Sulit Kabulkan PHPU!

"Mencerminkan tingkat kesadaran, kritisisme tentang membedakan mana urusan publik mana privat. Resplubika, resprivata itu ada. Memahami konsep dasar kelola negara, jika itu tidak punya maka akan sangat mudah dengan manipulasi, rekayasa dan lain lain. Kedua, kemampanan tentang kelembagaan. Sistem demokrasi sebagai sistem mencerminkan seolah-olah sangat kokoh, pada nyatanya kan tidak. Lembaga kita tidak menjalankan fungsi sebagai mana sepenuhnya, dibayangkan syarat itu tidak bekerja baik. Ketiga soal hukum, mengapa para pendiri bangsa tidak mengadopsi sistem demokrasi modern. Karena, melihat situasi Indonesia masih belum sepenuhnya tidak realistik untuk menerapkan sistem demokrasi modern," pungkasnya. 

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru