Mantan Anggota DPR Ungkap Wajar PBB Persoalkan Pilpres, Wong Presiden Cawe-Cawe

Reporter : Danny

Jakarta (optika.id) - Komite Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau United Nations Human Rights Committee dinilai sangat wajar menyoroti bahkan merasa prihatin atas pelaksanaan Pemilu 2024.

Karena memang gelaran pesta demokrasi kemarin itu diwarnai banyak pelanggaran sehingga tidak menjamin sepenuhnya hak-hak warga dalam bilang politik terlaksana sebagaimana mestinya.

Baca juga: Jokowi Presiden: Usai Dilantik, Pak Prabowo Milik Seluruh Indonesia!

Ya sangat wajar itu. Karena begini, HAM di PBB itu bersifat universal. Negara-negara umumnya yang beradab itu meratifikasi. Artinya peraturan mengenai HAM itu juga merupakan peraturan bagi bangsa Indonesia, jelas mantan anggota DPR M. Yasin Kara saat dihubungi, Jumat, (5/4/2024).

Karena bersifat universal, apabila HAM tercederai di suatu negara, maka itu sama dengan mencederai di negara lain juga. Pengaruhnya secara internasional. Saya kebetulan pernah ikut belajar HAM internasional di Lund University, Swedia. Tapi, yang melaksanakan PBB, sambungnya.

Karena itulah, menurutnya, Komite HAM PBB memberikan perhatian serius bagaimana penegakan HAM terutama di negara-negara yang telah meratifiksasi berbagai kovenan internasional terkait HAM, termasuk Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights) yang terkait dengan pemilu.

Maka (Komite HAM) PBB sebagai lembaga yang terdepan memiliki tanggung jawab berkaitan dengan HAM internasional harus memberikan perhatian secara khusus, tidak boleh membiarkan keadaan di mana ada satu negara itu rusak secara HAM, kata politikus senior yang sebelumnya aktif di dunia LSM ini.

Atas kritikan Komite HAM PBB yang berkedudukan di Jenewa, Swiss itu, dia mengingatkan, pemerintah tidak boleh ngeyel. Tapi justru seharusnya menjadikannya sebagai masukan untuk melakukan perbaikan.

Baca juga: Jokowi Dituding Jegal Anies, Saya Bukan Ketua Partai, Nggak Punya Urusan

Kita tidak boleh mengatakan, ah kamu itu pintar-pintar saja ngomong HAM. Di negara kamu berlaku double standard. Memang itu juga harus dikritisi. Tapi bukan berarti bahwa karena mereka double standard, lalu kemudian kita boleh double standard soal HAM, ucapnya.

Tidak bisa begitu. Kenapa? Karena double standard soal HAM, itu yang korban adalah manusia, katanya menekankan.

Lagi pula, sambungnya, masyarakat juga tidak bisa asal menuduh lembaga-lembaga HAM internasional melakukan double standard.Karena para pimpinannya bukan berasal dari negara-negara besar, yang selama ini memang ditengarai melakukan seperti dituduhkan.

Baca juga: Jokowi Tanggapi Risma Mundur Usai Maju Pilgub: Itu Lebih Baik!

Perhatikan pimpinan-pimpinan HAM secara internasional itu, bukan berasal dari negara-negara super power. Tapi itu dari Swedia, Denmark, negara-negara welfare state, negara-negara sejahtera yang menjunjung tinggi nilai kehidupan yang kita kenal, pungkasnya.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, Komite HAM PBB merilis temuan berisi keprihatinan terhadap sejumlah penerapan Konvensi Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and Political Rights) /CCPR) di sejumlah negara termasuk Indonesia.

Komite HAM PBB misalnya menyampaikan keprihatinan atas dugaan adanya pengaruh yang tidak semestinya terhadap pelaksanaan Pemilu 2024 di Indonesia. Lembaga itu juga menyoroti keputusan Mahkamah Konstitusi yang menurunkan batas usia kandidat capres/cawapres, yang menguntungkan anak Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka.

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru