Oleh: Agus M Maksum, Praktisi IT
Baca juga: Prahara Istana: Raja Vs Pangeran dan Pecahnya Singgasana Berujung Perang Jawa
Surabaya (optika.id) - WIKA, salah satu perusahaan konstruksi terbesar di Indonesia, saat ini tengah menjadi sorotan karena laporan kerugian yang sangat signifikan pada tahun buku 2023. Manajemen WIKA melaporkan bahwa perusahaan mengalami kerugian sebesar Rp7,12 triliun, angka yang meningkat drastis sebesar 11.860 persen dibandingkan kerugian tahun sebelumnya yang mencapai Rp59,59 miliar.
Mengapa Keluhan Baru Disuarakan Sekarang?
Pertanyaan besar yang muncul adalah mengapa keluhan dan keberatan baru disuarakan sekarang, setelah kerugian tersebut terjadi? Seharusnya, jika memang ada ketidakberesan dalam proyek sejak awal, WIKA perlu bersikap lebih proaktif. Mereka harus menyuarakan kekhawatiran mereka saat proyek mulai terlihat tidak masuk akal dari segi hitungan bisnis. Teriakan protes seharusnya dilakukan saat WIKA mulai merasa bahwa potensi kerugian akan terjadi, bukan setelah kerugian telah terakumulasi dengan besar.
Pertanyaan Profesionalisme Manajemen
Sikap ini tentu menimbulkan pertanyaan tentang profesionalisme manajemen WIKA. Dalam dunia bisnis yang penuh dengan risiko, manajemen perusahaan diharapkan dapat mengambil langkah-langkah preventif dan mempertahankan transparansi. Menunggu hingga kerugian membumbung tinggi baru kemudian bersuara bukanlah tindakan yang mencerminkan profesionalisme tinggi. Sikap yang ditunjukkan oleh mantan Menteri Perhubungan, Pak Jonan, misalnya, bisa dijadikan contoh bagaimana seorang pemimpin harus bersikap tegas dan transparan dalam menghadapi tantangan.
Manajemen WIKA seharusnya lebih berani dalam menyuarakan keberatan mereka sejak awal, serta terus memantau dan mengevaluasi proyek-proyek yang berjalan. Dengan demikian, mereka dapat mengambil tindakan yang tepat guna meminimalisir risiko kerugian yang besar bin jumbo ini.
Mengapa Tidak Proaktif?
Kalau teriaknya sekarang, ya... bagai diajak masuk ke gorong-gorong sempit gelap yang tak ada ujungnya kok nurut saja. BUMN diisi BuzzerRp ya kayak gini. Banyak BUMN terjadi kerugian, disebabkan di taruh atau diinstall CEO yang bukan kapabilitasnya. Apakah politik balas budi atau itu bentuk pengkhianatan sebagai antek global atau karena kebodohan atasannya yang menaruh CEO di BUMN? Kalau itu karena pengkhianatan negara, berarti bangsa ini dalam bahaya besar, karena pengkhianat tersebut sudah masuk ke area-area strategis.
Dampak dari Virus BuzzerRp
Inilah yang terjadi mirip seperti di katakan oleh CEO David Calhoun's testimony pada January 6th Committee Illegitimate proves he was installed and paid to destroy THE BOEING COMPANY. Kesaksian CEO David Calhoun di Komite 6 Januari menunjukkan bahwa dia dipasang dan dibayar untuk menghancurkan PERUSAHAAN BOEING.
Banyak perusahaan BUMN yang mengalami kerugian besar bukan karena faktor eksternal semata, tetapi karena manajemen yang tidak kapabel dan adanya intervensi politik. Kebijakan yang didasarkan pada balas budi politik, daripada profesionalisme, merusak tatanan bisnis yang sehat sama dengan mengistall Virus yang merusak dari dalam, banyak di pasang intruder yang berada di dalam sistem dan akhirnya merugikan negara.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan perubahan mendasar dalam penunjukan pimpinan BUMN. Seleksi harus didasarkan pada kompetensi dan integritas, bukan afiliasi politik. Selain itu, transparansi dan akuntabilitas perlu ditingkatkan agar setiap langkah yang diambil manajemen bisa diawasi dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan.
Situasi ini harus menjadi pembelajaran bagi seluruh pihak terkait bahwa integritas dan profesionalisme tidak boleh dikorbankan demi kepentingan sesaat. Reformasi di tubuh BUMN harus dilakukan agar perusahaan-perusahaan milik negara dapat berfungsi secara optimal dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat dan negara.
Editor : Pahlevi