Soal Kasus Saiful Ilah, Praktisi Hukum: KPK Tak Boleh Berhenti pada Penerima Gratifikasi Saja

author Seno

- Pewarta

Jumat, 10 Mar 2023 06:32 WIB

Soal Kasus Saiful Ilah, Praktisi Hukum: KPK Tak Boleh Berhenti pada Penerima Gratifikasi Saja

Optika.id - Baru setahun menghirup udara bebas dari hotel prodeo, mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah kembali meringkuk di tahanan. Saiful ditetapkan sebagai tersangkagratifikasi sebesar Rp 15 miliar oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Soal kasus gratifikasi itu, praktisi hukum M Sholeh turut berpendapat. Menurut pria yang juga berprofesi sebagai lawyer ini, KPK tak boleh berhenti kepada penerima gratifikasi saja, yakni Saiful Ilah saja.

"Siapapun pejabat-pejabat Pemerintah Kabupaten Sidoarjo yang memberikan suap, memberikan gratifikasi juga harus ditetapkan sebagai tersangka," ucap Sholeh pada Optika.id, Jumat (10/3/2023).

Sholeh mengingatkan, dalam Undang-undang Tindak Pidana Korupsi jika gratifikasi itu berhubungan dengan pejabat, maka pemberi gratifikasi juga bisa kena pidana. Dia menilai KPK tidak adil jika hanya menahan dan menetapkan tersangka terhadap Bupati Sidoarjo dua periode, 2010-2015 dan 2016-2021 itu.

Menurutnya, kasus tersebut akan adil jika pemberi gratifikasi juga ditetapkan tersangka.

"Lebih adil siapapun pejabat Pemkab Sidoarjo yang memberikan gratifikasi juga ikut dijadikan tersangka," jelas Sholeh.

Demi Asas Keadilan

Hal senada dikatakan Prayitno praktisi hukum lainnya. Menurutnya, dalam perkara gratifikasi itu ada pemberi dan penerima.

"Dan dua-duanya (pemberi dan penerima) harus dikenakan. Ini demi asas keadilan," jelasnya.

Dia mencontohkan, dalam kasus gratifikasi yang saat ini menjerat mantan Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, sebagai penerima gratifikasi itu sudah jelas pemberinya siapa saja.

"Misalkan, terkait emas batangan yang sudah disita itu pemberinya tetap dikenakan. Entah itu Kepala Dinas yang jumlahnya belasan, ya tidak apa-apa. Sidoarjo pernah memecahkan koruptor terbanyak, 50 anggota dewan," tukasnya.

"KPK harus bijak menentukan siapa saja pemberi gratifikasinya itu, harus jadi tersangka. Mari kita kawal semua, biar terjadi penegakan hukum di Sidoarjo," imbuhnya.

Tak Tebang Pilih

Bupati Lumbung Informasi Masyarakat (LIRA) Sidoarjo, M. Nizar menambahkan, KPK seharusnya tidak melakukan tebang pilih dalam penanganan kasus gratifikasi senilai Rp 15 miliar yang kembali menjerat Saiful Ilah. Pasalnya, tindak pidana korupsi tidak bisa dilakukan sendiri.

Yang namanya gratifikasi, kalau ada yang pihak yang diberi, berarti ada yang memberi. Dan kedua-duanya punya posisi yang sama dalam kasus ini, jelasnya pada Optika.id, Kamis (9/3/2023).

Nizar mengatakan, semestinya KPK juga segera menangkap pihak-pihak yang memberikan hadiah pada bupati Sidoarjo periode 2010 2020 itu. Baik dari kalangan pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo, maupun pihak-pihak swasta.

Dia juga mengacu pada kasus korupsi yang menjerat Saiful Ilah sebelumnya. Dalam kasus penerimaan suap proyek PUPR Kabupaten Sidoarjo senilai Rp 1,8 miliar tersebut, KPK juga menahan lima orang tersangka lain. Dari jumlah itu, tiga di antaranya adalah pejabat struktural di Pemkab Sidoarjo.

Langsung Jadi Tersangka

Diketahui, Bupati Sidoarjo dua periode, 2010-2015 dan 2016-2021 itu menjadi tersangka setelah menjalani pemeriksaan langsung ditahan di Rutan KPK di Jakarta, Selasa (7/3/2023).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Tim penyidik menahan tersangka SI untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 7 Maret 2023 sampai dengan 26 Maret 2023 di Rutan KPK, Merah Putih," kata Kabag Pemberitaan KPK, Ali Fikri, Selasa (7/3/2023).

Ali menjelaskan, penetapan tersangka terhadap SI terkait kasus dugaan gratifikasi ini berawal dari fakta persidangan dan fakta hukum dari perkara penerimaan suap terkait pembangunan proyek infrastruktur di lingkungan Pemkab Sidoarjo pada 2020 silam.

Sehingga, lanjutnya, KPK melakukan penyelidikan dan ditemukan adanya bukti permulaan yang cukup sehingga meningkatkan status perkara ini ke penyidikan.

"Dengan kembali mengumumkan tersangka yaitu SI (Saiful Ilah), selaku Bupati Sidoarjo periode 2010 - 2015 dan berlanjut diperiode 2016 - 2021," jelasnya.

SI, kata Ali, selama masa jabatannya tersebut diduga banyak menerima pemberian gratifikasi dalam bentuk uang maupun barang yang seolah-olah diatasnamakan sebagai hadiah ulang tahun, uang lebaran hingga fee atas penandatangan sidang peralihan tanah gogol gilir.

"Pihak-pihak yang memberikan gratifikasi antara lain adalah pihak swasta termasuk ASN di lingkungan Pemkab Sidoarjo dan Direksi BUMD," tukasnya.

Ali menjelaskan terkait teknis penyerahannya dilakukan secara langsung dalam bentuk uang tunai diberikan dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing yaitu US Dollar dan beberapa pecahan mata uang asing lainnya.

"Untuk bentuk barang yang diterima IS antara lain berupa logam mulia seberat 50 gram, berbagai jam tangan mewah dengan merek internasional, berbagai macam tas mewah dengan merek internasional dan berbagai handphone mewah dengan merek terkenal," tandasnya.

"Saat ini besaran gratifikasi yang diterima sejumlah sekitar Rp15 Miliar dan Tim Penyidik masih akan terus mendalami penerimaan lainnya dengan memanfaatkan data LHA PPATK dan Accounting Forensik Direktorat Analisis dan Deteksi Korupsi KPK," imbuhnya.

Meski demikian, dalam kasus dugaan gratifikasi ini, ucap Ali, SI disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Pengembangan Kasus Sebelumnya

Kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Saiful Ilah, Bupati Sidoarjo periode 2010 - 2015 dan berlanjut di periode 2016 - 2021 yang ditangani KPK saat ini merupakan pengembangan dari kasus OTT pada 7 Januari 2020 silam terkait suap pembangunan proyek infrastruktur di Dinas PUBM SDA Sidoarjo tahun 2019.

Kasus tersebut telah menyeret banyak pihak yaitu Ibnu Gopur dan Totok Sumedi, kontraktor yang divonis 20 bulan, Kemudian, Kadis PUBM SDA Sunarti Setyaningsih alias Naning dijatuhi vonis hukuman penjara selama 1 tahun dan 6 bulan, denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan kurungan. Kabag ULP Sanadjihitu Sangadji dan Judi Tetrahastoto mantan Kabid Jalan dan Jembatan masing-masing divonis 2 tahun, denda Rp 150 juta, subsider 6 bulan kurungan.

Sedangkan, Saiful Ilah divonis 3 tahun pidana penjara dan denda Rp200 juta subsider 6 bulan. Vonis tersebut akhirnya turun setahun setelah upaya banding pada Pengadilan Tinggi Jawa Timur selama 2 tahun penjara. Vonis tersebut akhirnya incrach. Mereka telah menjalani hukuman tersebut.

"Perkara suap infrastruktur ini sudah diputus oleh majelis hakim PN Tipikor Surabaya," tutur Ali.

Dalam perkara tersebut, Saiful Ilah dihukum 2 penjara di tingkat banding. Seteah menjalani hukuman di Lapas Kelas 1 Surabaya di Porong, Saiful baru bebas 7 Januari 2022

Meski demikian, pada kasus suap tersebut banyak mengungkap fakta lainnya dipersidangan yaitu keterlibatan sejumlah ASN Pemkab Sidoarjo lainnya diantaranya anggota Pokja ULP hingga menggembalikan uang ke KPK.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU