Optika.id - Hari pertama kerja, 2 orang menteri Kabinet Merah Putih sudah bikin geger. Yang pertama, Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto, menggunakan kop surat resmi kementerian untuk keperluan pribadi. Surat yang dikeluarkan pada 21 Oktober 2024 berisikan undangan acara Haul (peringatan hari wafat) ke-2 ibu Yandri Susanto di Pondok Pesantren BAI Mahdi Sholeh Ma'mun, yang akan diselenggarakan pada 22 Oktober 2024.
Yang kedua, dihari pertama kerja itu, Yusril Ihza Mahendra, Menteri Koordinator Bidang Hukum dan Hak Asasi Manusia, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham) membuat pernyataan kontroversial. Saat ditanya wartawan tentang pelanggaran HAM (Hak Aasasi Manusia) Tahun 1998, Yusri menyatakan tidak ada pelanggaran HAM berat 1998.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid mengkritik pernyataan Yusril Ihza Mahendra, soal kasus 1998. Menurut Usman, pernyataan itu tidak akurat, baik secara historis maupun hukum. Selain itu, komentar tersebut juga menunjukkan sikap nir-empati terhadap korban dan mereka yang mendesak negara untuk menegakkan hukum.
Yandri Jangan Buat Gaduh
Mahfud MD, Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), menegur keras Yandri Susanto, terkait penggunaan kop surat resmi kementerian untuk keperluan pribadi, suara.com, Selasa, (22/10/2024).
Dalam surat tersebut, Yandri mengundang sejumlah pejabat desa seperti kepala desa, sekretaris desa, ketua RT/RW, hingga kader PKK dan Posyandu di wilayah Kramat Watu, Kabupaten Serang, untuk menghadiri acara tersebut. Acara ini sekaligus menjadi syukuran Hari Santri yang dirangkai dalam satu peringatan.
Surat resmi ini menggunakan kop surat Kementerian Desa dan Daerah Tertinggal Republik Indonesia, lengkap dengan tanda tangan resmi Yandri dan stempel kementerian. Narasi di dalamnya menunjukkan kehadiran para undangan dalam kapasitas formal, meski acara tersebut jelas bersifat pribadi dan keluarga.
Mahfud MD pun tak tinggal diam. Ia juga mengunggah foto surat kontroversial tersebut di media sosial.
"Masih sangat pagi di hari ini, ketika seorang teman memberitahu kepada saya bahwa ada seorang Menteri baru yang mengundang acara Haul (peringatan hari wafat) ibunya yang kedua sekaligus syukuran di Ponpes menggunakan surat dengan kop dan stempel resmi kementerian," kata Mahfud lewat akun instagramnya, Suara.com, Selasa 22 Oktober 2024.
Mahfud menggarisbawahi bahwa jika benar surat itu dikeluarkan untuk acara pribadi, maka tindakan tersebut keliru. Ia menegaskan hal tersebut sebagai pelanggaran atau kesalahan pejabat publik.
"Kalau benar ada surat itu maka hal tersebut salah. Kop surat dan stempel resmi tak boleh dipakai untuk acara pribadi dan keluarga, termasuk ponpes dan ormas sekali pun. Harus hati-hati menggunakan atribut dan simbol-simbol pemerintahan," tegas Mahfud.
Sementara itu, Ketua Komisi V DPR RI Lasarus meminta Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Yandri Susanto tidak membuat gaduh di tengah masyarakat dengan menggunakan kop surat resmi kementerian untuk keperluan pribadi. Lasarus menilai Yandri harus mampu menempatkan diri dengan baik, terlebih saat ini telah menjadi menteri.
"Kita pejabat menempatkan diri di posisi yang tidak membuat kontroversi di tengah masyarakat," kata Lasarus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (22/10).
Lasarus mengaku pihaknya akan mengawasi dan mengingatkan pejabat pemerintah yang bertindak menyimpang dari tugas dan jabatannya.
"Kalau menyimpang pasti kita ingatkan. Memang tugas dari DPR itu kan mengawasi kerja pemerintah. Kalau menyimpang pasti kita ingatkan. Kalau diingatkan enggak, ya kita tegakkan aturannya," katanya.
Yusril Tidak Pantas Katakan itu
Baca Juga: Yusril Ihza Mahendra Mundur dari Ketum PBB, Siapa Penggantinya?
Mahfud Md merespons pernyataan Yusri bahwa tragedi 1998 bukan pelanggaran HAM berat. Menurut Mahfud Menteri Yusril Tak Berhak Nyatakan Tragedi 1998 Bukan Pelanggaran HAM Berat
"Tak sepantasnya pejabat pemerintah mengeluarkan pernyataan yang keliru tentang hak asasi manusia," katanya saat dihubungi, Senin, 21 Oktober 2024. Dia mengatakan, pernyataan yang keluar dari pejabat negara itu tak mencerminkan pemahaman undang-undang yang benar. Terlebih Yusril merupakan menteri yang mengurusi soal legislasi bidang HAM.
"Ini sinyal pemerintahan baru yang mengaburkan tanggung jawab negara, terutama dalam menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu," kata Mahfud.
Sementara itu Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan, kewenangan penentuan kategori pelanggaran HAM berat ataupun tidak, bukan dilakukan oleh presiden ataupun menteri. Menurut dia, kewenangan itu berada di pengadilan HAM, tempo.co, Senin, (21/10/2024).
"Pernyataan itu juga mengabaikan laporan-laporan resmi pencarian fakta dan penyelidikan pro-justitia Komnas HAM," ujarnya. Padahal, kata Usman, penyelidikan Komnas HAM telah menyimpulkan sejumlah tragedi 1998 merupakan pelanggaran HAM berat dalam bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan. Adapun hasil penyelidikan Komnas HAM itu telah diserahkan ke Jaksa Agung.
Komnas HAM telah merespons pernyataan Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Kemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyoal tragedi 1998 itu. Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan, bahwa lembaganya telah melakukan penyelidikan pro-justitia terhadap sejumlah tragedi di 1998.
Di antaranya ialah peristiwa penghilangan orang secara paksa 1997-1998, peristiwa kerusuhan Mei 1998, serta peristiwa Trisakti dan Semanggi 1-2 pada 1998-1999.
"Komnas HAM menemukan adanya pembunuhan, penghilangan paksa, perampasan kebebasan, dan kemerdekaan fisik," ujarnya saat dihubungi, Senin, 21 Oktober 2024.
Dia mengungkapkan, hasil penyelidikan yang telah rampung sejak 2002 itu telah mendapatkan kesimpulan. Komnas HAM, katanya, menemukan terjadinya tragedi kemanusiaan, sehingga hal itu masuk dalam kategori pelanggaran HAM berat.
Baca Juga: Prof Yusril Yakini MK Tolak Permohonan Gugatan, Pemilu Tak Diulang
Tulisan: Aribowo
Editor : Pahlevi