Optika.id - Wali Kota Ambon Provinsi Maluku Richard Louhennapessy resmi ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi. Richard terlibat dalam kasus suap perizinan minimarket dan kini telah ditahan KPK.
"Kita akan menyampaikan tindak pidana berupa penerimaan hadiah atau janji yang terkait persetujuan izin, prinsip pembangunan usaha ritel di Kota Ambon 2020 dan tentu juga tidak terlepas dari tindak korupsi gratifikasi dan suap, KPK telah menetapkan ada tiga tersangka, antara lain RL, Wali Kota Ambon 2011/2016 dan periode 2017/2022," ujar Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung KPK seperti dilansir detik, Sabtu (14/5/2022).
Baca Juga: Kaesang Kunjungi KPK, Minta Saran dan Nasehat Terkait Tudingan Penggunaan Jet Pribadi
Pegawai Pemkot Ambon juga ditetapkan menjadi tersangka. Tak hanya itu, KPK juga menjerat seorang karyawan minimarket AM di kasus ini.
"Di samping itu, ada juga tersangka AEH, staf tata usaha pada Pemkot Ambon, dan tersangka ketiga adalah AR, swasta Karyawan AM di Kota Ambon," ujarnya.
KPK Jemput Paksa Wali Kota Ambon
KPK menyebut Richard tidak kooperatif terhadap panggilan KPK. KPK pun menjemput paksa Richard.
"Jumat (13/5/2022) Tim penyidik KPK menjemput paksa salah satu pihak yang menjadi tersangka dalam perkara dugaan TPK pemberian hadiah atau janji terkait persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail tahun 2020 di Kota Ambon. Pemanggilan terhadap yang bersangkutan sebelumnya telah dilakukan secara patut dan sah," ujar Plt Jubir KPK Ali Fikri kepada wartawan di lobi gedung KPK Merah Putih, Jumat (13/5/2022).
Wali Kota Ambon Mengaku Habis Operasi Kaki
Richard Louhannepessy tiba di gedung KPK Merah Putih setelah KPK menyatakan jemput paksa terhadapnya. Richard beralasan baru selesai menjalani operasi kaki sehingga tak bisa memenuhi panggilan KPK.
"Saya operasi kaki," ujar Richard Louhannepessy kepada wartawan di lobi gedung KPK Merah Putih, Jumat (13/5/2022).
KPK menjemput paksa tersangka suap Richard Louhannepessy, yang sebelumnya mengaku menjalani operasi kaki. KPK memastikan Richard Louhannepessy dalam keadaan sehat.
Mulanya, Richard Louhannepessy meminta KPK menunda pemeriksaan terhadap dirinya. Alasannya, kondisi kesehatannya.
"Di dalam perkara ini, tim penyidik melakukan upaya paksa terhadap Saudara RL di salah satu rumah sakit swasta yang berada di Jakarta Barat mengingat sebelumnya yang bersangkutan meminta penundaan panggilan dan pemeriksaan hari ini karena mengaku sedang menjalani perawatan medis," ujar Firli.
Penyidik pun mengecek langsung kondisi Richard. Hasilnya, kondisi Richard sehat.
"Hasil pengamatan dan pengecekan, tim penyidik mendapatkan yang bersangkutan dalam kondisi sehat walafiat.Mereka (penyidik KPK) melakukan pemeriksaan karena kondisinya (Richard) dalam keadaan sehat, jelas Firli.
Wali Kota Ambon Sempat ke Mal
KPK mengungkap Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy sempat berjalan-jalan ke mal saat tengah berstatus tersangka. Hal itu terungkap saat tim penyidik tengah mengawasi Richard.
Baca Juga: MK Ingatkan Pembuat Undang-Undang Jangan Sering Ubah Syarat Usia Pejabat
"Beberapa hari sebelum kita melakukan penjemputan ini, tim kami juga sudah melakukan pengawasan dan kebetulan yang bersangkutan, ada di Jakarta. Pada saat dilakukan pengawasan kemarin itu, hanya dicabut jahitan dan suntik antibiotik, kemudian masih sempat jalan-jalan di mal," ujar Deputi Bidang Penindakan KPK Karyoto saat konferensi pers di gedung KPK Merah Putih, Jumat (13/5/2022).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Karyoto menjelaskan saat itu Richard sudah dua kali dipanggil oleh KPK sebagai tersangka. Melalui pengacaranya, Richard membuat permohonan untuk menunda panggilan.
"Terkait penjemputan yang dilakukan oleh Satgas penyidik di RS, jadi awalnya memang ini adalah panggilan kedua, sebagai tersangka. Dan yang bersangkutan, atau melalui pengacaranya membuat permohonan untuk ditunda, dengan alasan, sakit," jelasnya.
Diketahui, Richard Louhennapessy, yang menjabat Wali Kota Ambon periode 2017 sampai 2022, memiliki kewenangan, yang salah satunya terkait dengan pemberian persetujuan izin prinsip pembangunan cabang retail di Kota Ambon.
"Dalam proses pengurusan izin tersebut, diduga AR aktif berkomunikasi hingga melakukan pertemuan dengan RL agar proses perizinan bisa segera disetujui dan diterbitkan," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di gedung KPK, Jumat (13/5/2022).
Kemudian, menindaklanjuti permohonan AR, Richard Louhennapessy, kata Firli, memerintahkan Kadis PUPR Pemkot Ambon untuk segera memproses dan menerbitkan berbagai permohonan izin, di antaranya Surat Izin Tempat Usaha (SITU) dan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Richard Louhennapessy meminta nominal uang Rp 25 juta untuk diserahkan kepada Andrew Erin Hehanussa, Staf Tata Usaha Pimpinan Pemkot Ambon.
"Untuk setiap dokumen izin yang disetujui dan diterbitkan dimaksud, RL meminta agar penyerahan uang dengan minimal nominal Rp 25 juta menggunakan rekening bank milik AEH yang adalah orang kepercayaan RL," ujar Firli.
Karyawan Alfamidi Amri, lanjut Firlu, juga kembali memberikan uang senilai Rp 500 juta. Hal itu untuk penerbitan persetujuan pembangunan untuk 20 gerai.
Baca Juga: KPK Seharusnya Tak Periksa Kaesang, Tetapi Juga Selidiki!
"Khusus untuk penerbitan terkait persetujuan prinsip pembangunan untuk 20 gerai usaha retail, AR diduga kembali memberikan uang kepada RL sekitar sejumlah Rp 500 juta yang diberikan secara bertahap melalui rekening bank milik AEH," ujarnya.
Firli mengatakan Richard Louhennapessy juga diduga menerima gratifikasi dari sejumlah pihak lain. Firli menyebut pihaknya masih terus mendalami hal ini.
Karyawan Minimarket AM Diultimatum
KPK mengultimatum tersangka swasta, Amri (AR), untuk memenuhi panggilan KPK di kasus dugaan suap terkait izin pembangunan minimarket AM di Ambon. KPK juga mengingatkan agar tidak ada pihak yang berupaya menyembunyikan keberadaan Amri.
"Berdasarkan dan sesuai ketentuan perundang-undangan, KPK memerintahkan kepada Saudara untuk segera memenuhi kewajiban untuk hadir di dalam panggilan KPK. Tentu kami juga mengimbau kepada para pihak yang tahu akan keberadaan tersangka AR suap memberitahukan kepada KPK, dan tentu juga kami imbau jangan pernah ada pihak yang menyembunyikan terhadap keberadaan AR. Karena sesungguhnya menghambat, menghalangi, proses penyidikan juga termasuk tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21," kata Firli.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi