Optika.id-Komisi Kesehatan Nasional China mengatakan COVID-19 berkontribusi pada 'resesi seks' atau penurunan angka pernikahan dan kelahiran. Fenomena ini juga didukung tingginya biaya pendidikan dan pengasuhan anak dalam beberapa tahun terakhir.
Banyak wanita terus menunda rencana mereka untuk menikah atau memiliki anak, katanya, seraya menambahkan bahwa perkembangan ekonomi dan sosial yang cepat telah menyebabkan "perubahan besar" pada penduduk.
Baca Juga: Serba-serbi Imlek: Makna dan Simbolisme Manisan Tanghulu
"Orang-orang muda yang pindah ke daerah perkotaan, lebih banyak waktu yang dihabiskan untuk pendidikan dan lingkungan kerja yang bertekanan tinggi juga memainkan peran mereka," beber komisi tersebut dikutip dari Reuters, Kamis (25/8/2022).
Para ahli demografi juga mengatakan bahwa kebijakan "zero-COVID" di China juga berkontribusi pada keengganan warga punya anak dan membesarkan anak.
"Virus corona juga memiliki dampak yang jelas pada pengaturan pernikahan dan kelahiran beberapa orang," kata komisi itu.
Baca Juga: Kasus Covid-19 Naik Jelang Nataru, Kemenkes: Masih Terkendali
China memiliki tingkat kesuburan 1,16 pada tahun 2021, salah satu tingkat terendah di dunia. Setelah memberlakukan kebijakan satu anak dari tahun 1980 hingga 2015, China telah mengakui populasinya berada di ambang penyusutan, potensi krisis yang akan menguji kemampuannya untuk membayar dan merawat orang tua.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Reporter: Angga Kurnia Putra
Baca Juga: Kemenkes Tegaskan Pneumonia China Tak Akan Jadi Pandemi Baru di Indonesia
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi