Optika.id - Peter A. Rohi salah satu wartawan yang menjadi role mode tidak saja bagi saya, juga wartawan-wartawan yang mendambakan atmosfer kehidupan pers sebagaimana kredo yang selama ini terus digenggam Peter bahwa puncak dari junalistik adalah kemanusiaan.
Saya mengenalnya sejak sekitar 45 tahun lalu saat saya mengawali sebagai mahasiswa Akademi Wartawan Surabaya (AWS) pada tahun 1975, yakni ketika itu Peter adalah Ketua Senat Mahasiswa AWS.
Di kalangan teman-teman mahasiswa AWS, Peter yang (waktu itu) anggota KKO (Marinir) dikenal sebagai sosok yang familiar.
Saat itu Peter merangkap sebagai wartawan majalah Skets Massa di Surabaya yang pada kemudian hari menjadi koresponden Harian Sinar Harapan.
Setelah itu, saya lebih mengenal Peter sebagai sosok yang gigih, militan, dan idealis.
Berita-berita yang ditulisnya sering menjadi head line dan menasional bahkan menjadi perhatian internasional.
Saat awal-awal di kampus AWS, saya bekerja di sebuah industri di kawasan Surabaya Timur yang dua tahun kemudian diterima menjadi koresponden Harian Pos Kota di Surabaya.
Sejak saat itu sampai sekian puluh tahun kemudian, saya dan Peter dalam konteks persahabatan sesama teman pergaulan maupun sebagai jurnalis, sering bertemu pada forum-forum diskusi maupun di medan liputan jurnalistik.
Dalam konteks persahabatan yang mencakup dua unsur tersebut, Peter adalah salah satu wartawan di luar Pos Kota yang menghadiri acara pernikahan saya di Magelang, Jawa Tengah, pada tahun 1981.
Begitulah persahabatan saya dengannya, sampai akhirnya saya mendengar berita duka bahwa Peter A. Rohi penerima gold card dari Dewan Pers ini meninggal dunia pada 10 Juni 2020, dimana didahului dengan sakit selama dua tahun lebih, menyusul Bu Peter (istrinya) yang lebih dulu menghadap Sang Khaliq sekian bulan sebelumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kabar duka meninggalnya Peter A. Rohi menjadi perhatian banyak sahabat wartawan, seniman, kalangan perguruan tinggi, aktivis LSM, dan para pejabat yang selama ini mengenal sepak terjang Peter sebagai sosok yang selalu komit terhadap tugas-tugas jurnalistik demi memperjuangkan nilai-nilai humanisme yang patriot-nasionalistis.
Sebagai seorang yang begitu terkesan dengan kiprah Peter A. Rohi, kelebatan- kelebatan memori tentang persinggungan saya dengan sook jurnalis pemberani ini, kemudian saya tulis di Facebook dalam serial harian lebih dari 20 judul tulisan, saya mulai dua hari setelah meninggalnya.
Peter menutup mata selama-lamanya dalam usia 78 tahun, meninggalkan putra-putrinya: Engelbert Johanes Rohi (Jojo), Manja Marianova Rohi (Maya), Don Peter Rohi Jr. (Oni), Joaquim LV Rohi (Inho), Willmar Do Nataga Kant Rohi (Taga); para cucu dan menantu serta pengagum karya-karya jurnalistiknya.
Ketika tulisan tentang persinggungan saya dengan Peter A. Rohi ini saya turunkan di medsos tersebut, banyak yang mengendaki supaya dibukukan.
Berkat bantuan Mas Jojo, Mas Inyo, Mas Henky Kurniadi, Pak Toto Sonata, Mas Alek Subairi serta teman-teman semuanya, terbitlah buku berjudul: Senja Keemasan Peter. A. Rohi.
Untuk itu ucapan terima kasih saya sampaikan sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memperlancar terbitnya buku ini, dengan harapan mohon dimaafkan jika hadir kekhilafan yang saya perbuat.
Oleh: Amang Mawardi (Penulis Buku Senja Keemasan Peter A. Rohi)
Surabaya, 10 November 2021
Editor : Pahlevi