Tekanan Generasi Masa Lalu Bayangi Tekanan Hidup Generasi Masa Kini

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 21 Nov 2023 15:46 WIB

Tekanan Generasi Masa Lalu Bayangi Tekanan Hidup Generasi Masa Kini

Optika.id - Generasi muda saat ini tengah berhadapan dengan berbagai tekanan. Mulai dari kemapanan pekerjaan, memiliki rumah, dan berbagai kebutuhan primer lainnya. Namun, tekanan tersebut seolah tak berujung lantaran gaji mereka yang tergolong rendah.

Tak hanya tekanan berupa kebutuhan primer, generasi muda pun dihadapkan dengan gaya hidup yang berkembang pesat di tengah kemajuan zaman. Tak pelak, antara kebutuhan dan keinginan tersebut yang disokong gaya hidup membuat mereka gamang di tengah berbagai tekanan kehidupan. Misalnya saja terbebani target memiliki rumah di usia muda, memiliki jenjang karier dan gaji yang tinggi di usia muda, dan lain sebagainya. Lantas, apa penyebab para anak muda berlomba-lomba untuk membuat list target kesuksesan di usia muda?

Baca Juga: Pakar Ubaya Ungkap Gen Z Harus Pikirkan Skill untuk Dapat Peluang

Menurut Jurnalis Buzzfeed, Anne Helen Petersen dalam laporannya yang berjudul How Millenials Became The Burnout Generation, menjelaskan bahwa salah satu penyebab para milenial merasa harus mempunyai wishlist nya sendiri seperti kesuksesan karier tertentu, dan kaya raya adalah adanya tekanan baik disadari maupun tidak, dari orang terdekat mereka yakni orang tua.

Para orang tua ini masih memiliki pandangan kuno bahwa generasi muda ini harus memiliki kualitas hidup yang sama seperti ketika mereka muda dulu. Padahal, imbuh Petersen, realitanya tidak demikian. Psalnya, situasi finansial, sosial, maupun politik sudah sedemikian berubah. Alhasil, para generasi muda saat ini susah untuk memiliki cara hidup yang sama seperti generasi sebelumnya.

Kita tidak memiliki tabungan sebanyak mereka, lebih tidak stabil, dan punya lebih banyak utang. Sekarang mustahil bila kita cuma punya gelar diploma tapi berharap bisa punya pekerjaan baik dan pensiun di usia 65, tulis Petersen, dikutip Optika.id, Selasa (21/11/2023)

Sementara itu, para orang tua serta generasi muda yang hidup pada generasi sebelumnya berpikir sebaliknya yakni generasi setelah mereka pasti memiliki masa depan yang jauh lebih cerah dibanding mereka saat muda.

Maka dari itu yang terjadi adalah generasi muda berusaha sangat keras untuk mendapatkan pekerjaan dengan gaji besar dalam bidang yang mereka sukai di sebuah perusahaan besar dan bergengsi, sehingga dipandang keren oleh teman-teman.

Baca Juga: Pak Yes: Karir Jadi Nilai Penting untuk Generasi Muda

Namun, hal tersebut susah dicapai oleh para generasi muda di beberapa negara seperti Inggris, Amerika Serikat, dan Asia. Sebabnya adalah kondisi perekonomian pasca-krisis pada tahun 2008 silam.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ironisnya, kondisi tersebut tidak serta merta berbanding lurus ketika generasi muda tersebut sudah berkeluarga. Perempuan, dalam hal ini, menjadi pihak utama yang dirugikan karena perempuan, menurut Petersen, lebih berpotensi mengalami burnout karena harus mengurus pekerjaan di kantor sekaligus urusan domestic. Salah satunya adalah mengurus anak dan rumah.

Zaman sekarang, menjadi dewasa berarti mampu memenuhi to do list yang tidak ada habisnya. Dan itulah salah satu faktor utama penyebab burnout, tulis Petersen.

Baca Juga: Gen Z dan Milenial Jadi Kunci Kekuatan Politik di Ruang Digital

Selain daftar panjang hal yang harus dicapai oleh generasi muda tidak ada habisnya, faktor lain yang menjadi pemicu burnout adalah hobi dan aplikasi media sosial yang banyak menjamur beberapa tahun terakhir ini. Repotnya, sebagai pelarian dari burnout, liburan bukanlah satu-satunya solusi seperti yang selama ini diyakini oleh publik.

Hal ini diperkuat dengan penelitian dari American Psychological Association pada tahun 2018 silam yang meneliti tentang tingkat efektivitas liburan dalam menghilangkan stress. Dalam penelitian tersebut, hasilnya adalah para pekerja harus menghadapi pekerjaan yang lebih banyak dan tak tersentuh ketika liburan. Hal tersebut tentunya membuat seseorang kembali pada pola kerja semula yang membuat mereka mengalami burnout.

Yang bisa dilakukan adalah mengevaluasi pekerjaan kita setiap hari sembari memperhatikan kondisi kesehatan mental dan fisik kita, ungkap penelitian tersebut.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU