Senator DPD RI: Tunda Paripurna, Dengarkan Rakyat!

author Danny

- Pewarta

Jumat, 23 Agu 2024 19:20 WIB

Senator DPD RI: Tunda Paripurna, Dengarkan Rakyat!

Jakarta (optika.id) - Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta sekaligus senator DPD asal D.I. Yogyakarta Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. meminta Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI menunda pelaksanaan rapat Paripurna. Ini karena mereka harus mendengarkan lebih banyak suara rakyat tentang  hasil rapat Badan Legislatif (Baleg) DPR RI yang menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024, pada Rabu (21/08/2024).

"Putusan Baleg DPR RI yang utamanya terkait ambang batas (threshold) syarat pencalonan kepala daerah oleh partai politik berdasarkan perolehan kursi dan suara sah hasil Pemilu Anggota DPRD, dan batas usia syarat usia pencalonan kepala daerah dihitung sejak penetapan pasangan calon oleh KPU terus diawasi publik. Bannyak pihak di dalam masyarakat yang  kecewa, mengecam, menolak," kata  Hilmy Muhammad, Kamis, (22/8/2024). 

Baca Juga: DPD, Lembaga yang Tak Dikehendaki dan Dipaksa Lahir Seadanya!

meminta  agar DPR RI untuk tidak terburu-buru membuat keputusan. DPR sebagai perwakilan rakyat, menurutnya harus mendengarkan suara rakyat demi menjaga kewarasan demokrasi bagi bangsa Indonesia.

Mari dengarkan lebih banyak suara rakyat. Keputusan ini harus hati-hati betul, kalau dipaksakan akan menimbulkan masalah-masalah baru dan bahkan kemungkinan sampai pada mendelegitimasi hasil pilkada, kata pria yang akrab disapa Gus Hilmy tersebut.

Selain itu, menurut Gus Hilmy, perkara ini akan menjadi preseden buruk bagi pemerintahan di tingkat yang lebih bawah. Menurutnya, kekacauan ini memberi contoh bagaimana mengutak-atik aturan seenaknya.

Sebagai lembaga negara, perlu ditampilkan keteladanan sebagai negarawan di tingkat nasional. Semangatnya bukan menjaga dan memelihara konstitusi buatan sendiri, tapi malah mengacaukan dan mengacak-acak. Ini menjadi keprihatinan luar biasa karena kemungkinan ditiru dan mengajari eksekutif dan legislatif di tingkat daerah untuk mengakali kebijakan dengan bertameng pada peraturan, ujarnya lagi.

Baca Juga: Perludem Ajukan Uji Materi UU Pemilu, Gugat Calon DPD Residivis

Ditegaskan Hilmy, bila sampai lembaga negara tidak dapat menampilkan keteladanan, maka sungguh merupakan perilaku yang menyedihkan. Ini karena menunjukkan demokrasi Indonesia yang tidak semakin maju, tapi malah semakin mundur. Pembajakan demokrasi dan pelanggaran konstitusi dipertontonkan demi mengamankan kekuasaan, ujar pria yang juga Katib Syuriah PBNU tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kekacauan ini, menurut Gus Hilmy, jelas akan berimbas pada proses pencalonan kepala daerah. Penyelenggara akan bingung sementara para parpol sebagai peserta pilkada juga bingung aturan mana yang harus dipakai. Menurutnya, di lapangan akan menimbulkan ketidakpastian hukum yang dapat berujung banyaknya gugatan sengketa proses pilkada maupun gugatan terhadap hasil pilkada nantinya. Ini jelas tidak baik bagi untuk perkembangan demokrasi ke depan.

Kami berharap KPU tidak hanya menyenangkan para politisi, tetapi harus berani mengambil sikap yang benar. Jika tidak, Pilkada rawan chaos karena proses pencalonan tak sesuai putusan MK. Bisa jadi KPU menggunakan putusan MK, tapi parpol menggugat dengan dalih UU yang diputuskan hari ini, ungkap Gus Hilmy.

Baca Juga: Blanko E-KTP Kosong, Anggota DPD RI: Mendagri Harus Kerja Cepat!

Lebih lanjut, Gus Hilmy berharap partai politik bisa bersaing lebih sehat dan menjunjung tinggi nilai demokrasi. Lebih mengutamakan kader yang sudah dididik daripada yang karbitan.

Parpol itu kan memiliki sistem pendidikan yang tertata, memiliki kader yang sudah ditempa. Kami berharap mereka bisa bersaing secara demokratis dan dengan nalar yang sehat. Hindari mengorbitkan yang karbitan dengan mengubah aturan dan menghalalkan semua cara, pungkas Gus Hilmy.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU