Optika.id - Presiden RI, Prabowo Subianto kembali jadi perbincangan publik usai mantan menteri Satryo Soemantri Brodjonegoro blak-blakan menyebut dirinya "alergi demo".
Sebagaimana diketahui, banyak serangkaian aksi demo atau unjuk rasa yang terjadi di era kepemimpinan Prabowo mulai dari "Peringatan Darurat" untuk menolak revisi UU Pilkada hingga "Indonesia Gelap" akibat pemotongan dana pendidikan efek efisiensi anggaran.
Baca Juga: Prabowo Subianto Fokus Pangkas Anggaran Demi Pendidikan dan Swasembada Pangan
Di tengah gejolak demo tersebut, Satryo Soemantri Brodjonegoro, juga sempat ramai digeruduk demo karena dianggap "ringan tangan" dan sewenang-wenang terhadap karyawan di kementeriannya. Satryo Soemantri Brodjonegoro, baru-baru ini angkat bicara soal pemecatannya dari kabinet Presiden RI Prabowo Subianto.
Dalam sebuah wawancara yang diunggah oleh akun Total Politik, Satryo mengungkapkan salah satu alasan dirinya dicopot ialah karena adanya rentetan demonstrasi yang terjadi di kantor Kemendikti Saintek, ditambah aksi mahasiswa terkait kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Awalnya ia menceritakan, semalam jelang reshuffle kabinet, kediamannya di Widya Chandra didatangi oleh Sekretaris Kabinet (Seskab) Teddy Indra Jaya
"Hari Selasa malam, tanggal 18 Februari yang lalu, jam 10 malam, Mayor Teddy (Indra Wijaya) ke kediaman saya di Widya Chandra," ujar Satryo seperti dikutip Optika.id, Senin (10/3/2025).
Dalam pertemuan itu, Mayor Teddy menyampaikan kalau Satryo dianggap melakukan kesalahan fatal karena terjadi dua aksi demonstrasi besar tersebut selama masa jabatannya.
"Kemudian beliau di sana, intinya mengaanggap saya punya kesalahan yang fatal. Terjadinya demo di kantor tanggal 20 Januari 2025 dan terjadinya demo tentang UKT oleh mahasiswa BEM tanggal 17 dan 18 Februari 2025," beber dia.
Diakui Satryo, Mayor Teddy mengatakan kalau Presiden Prabowo tidak menyukai demonstrasi dan menganggapnya sebagai bentuk kegaduhan yang bisa mengganggu stabilitas pemerintahan.
"Pada dasarnya, Pak Presiden itu alergi dengan demo. Jadi kalau ada demo, itu dianggap sebagai kegaduhan," ujar Satryo menirukan pernyataan Mayor Teddy.
Tidak Nyaman dengan Demo
Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa Presiden Prabowo memiliki ketidaknyamanan terhadap aksi-aksi protes mahasiswa, padahal serangkaian demo terjadi sebagai kritikan akibat kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat.
Menariknya, sikap ini bertolak belakang dengan pernyataan Prabowo yang pernah mendukung aksi demo setelah kalah Pilpres tahun 2014 lalu.
Banyak warganet ikut menyoroti jejak digital Prabowo dan mengkritik perubahan sikapnya yang dulu mendukung demonstrasi, namun kini malah alergi dengan aksi demo.
"Bapak @prabowo alergi demo? Apa benar yg dikatakan pak satryo ini? Harus dijelaskan lho ini, saya dulu voter Bapak & gerindra 2 periode tahun 2014 & 2019. Makanya saya protes/kritik keras saat pernyataan Bapak sudah tidak sesuai, terutama sejak pandemi," komentar akun X @shintaeffendi seperti dikutip Optika.id.
Akun tersebut yang mengunggah jejak digital Prabowo yang menunjukkan dukungannya terhadap aksi demonstrasi sebagai bentuk penyampaian aspirasi masyarakat.
"Unjuk rasa adalah bagian dari demokrasi kita yang dijamin UUD 1945. Unjuk rasa adalah hak konstirusional setiap warga negara," tulis Prabowo dari cuitan akun di X @prabowo yang diunggah 5 November 2018 lalu.
Warganet juga menyoroti Prabowo yang sebelumnya kerap mengkritik pemerintah setelah berulang kali gagal menduduki posisi nomor 1 di Indonesia.
"Menjadi pemimpin bangsa yang besar harus siap segala hal, siap dikritik. Pemimpin juga harus menghadirkan ketenangan. Kalau ada yang menghujat instrospeksi diri. Apakah ada yang salah? Apakah yang menghujat sebegitu menderitanya atau tidak mendapat keadilan?" tulis Prabowo dalam cuitannya yang diunggah di Twitter pada 3 Desember 2018.
Perubahan sikap ini menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Banyak yang menilai bahwa setelah menjabat sebagai Presiden, Prabowo menunjukkan sikap yang tidak konsisten dalam menyikapi demonstrasi.
Jika sebelumnya ia mendukung hak masyarakat untuk berdemonstrasi, kini ia dianggap tidak toleran terhadap aksi-aksi protes yang terjadi.
Baca Juga: Didemo Bawahannya Sendiri, Mendiktisaintek Satryo Disarankan Mengundurkan Diri!
Kini, usai Prabowo menjabat jadi Presiden, banyak terjadi demo karena kebijakan pemerintahannya yang tak berpihak pada rakyat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Terlebih, Prabowo juga menanggapi aksi demo dengan ekspresi yang tak seharusnya dilontarkan seorang pemimpin apalagi kerap menggunakan kata-kata kasar.
"Ada orang-orang pintar yang bilang kabinet ini gemuk, terlalu besar, ndasmu! Indonesia ini bangsa yang besar, seluas benua eropa maka perlu banyak orang yang terlibat mengurus negara," kata Prabowo dalam HUT Gerindra pada 15 Februari 2025 lalu.
"Saya heran, kenapa ketika saya ingin memajukan negara ini malah dibilang Indonesia Gelap," sambungnya ketika menyampaikan Pidato di kongres Partai Demokrat beberapa waktu lalu, usai demo 'Indonesia Gelap' digelar di berbagai wilayah.
Pernyataan ini menunjukkan respons Prabowo yang emosional terhadap kritik yang disampaikan oleh masyarakat.
Sebelumnya, Prabowo juga bahkan mengutarakan kegelisahannya karena menganggap "demokrasi itu mahal".
Perubahan sikap Prabowo yang sebelumnya mendukung demokrasi namun sekarang berubah jadi alergi setelah jadi Presiden, menimbulkan pertanyaan tentang komitmennya terhadap demokrasi dan kebebasan berpendapat.
Jika sebelumnya ia mendukung hak masyarakat untuk berdemonstrasi sebagai bagian dari demokrasi, kini ia menunjukkan ketidaknyamanan terhadap aksi-aksi protes yang terjadi.
Bahkan warganet mengkritik Prabowo mungkin kurang toleran terhadap kritik dan perbedaan pendapat, padahal aksi demo itu sebagai bentuk peduli rakyat terhadap masa depan bangsa.
"Kalau selama ini kita aktif menyuarakan aspirasi, demo sana-sini itu sebagai kepedulian kita terhadap negara. Bayangin kalo kita diam, gak peduli nanti masa depan bangsa gimana," kata Ferry Irwandi dalam acara talkshow bersama Rosiana Silalahi pada 20 Februari 2025 lalu.
"Karena ada kebijakan pemerintah ini muncullah kekhawatiran, dan kita melakukan protes ini sebagai dukungan untuk pemerintah, karena tentu kita tentu ingin Indonesia (punya masa depan) cerah," tuturnya.
Baca Juga: Prabowo Desak Vonis Berat untuk Harvey Moeis: 'Rakyat Juga Tahu Ketidakadilannya!'
Dalam konteks ini, beberapa warganet juga menyayangkan pencopotan Satryo Brodjonegoro sebagai Mendiktisaintek sebagai simbol dari perubahan sikap Presiden terhadap demonstrasi dan kebebasan berpendapat.
Jika sebelumnya demonstrasi dianggap sebagai bagian dari demokrasi yang sehat, kini aksi-aksi protes tersebut dianggap sebagai ancaman yang harus dihindari.
Perubahan sikap ini juga menimbulkan kekhawatiran masyarakat tentang masa depan demokrasi dan kebebasan berpendapat di Indonesia.
Kontroversi Satryo
Satryo memang beberapa kali menimbulkan kontroversi sejak dilantik sebagai menteri di Kabinet Merah Putih.
Setidaknya ada tiga kontroversi yang pernah ditimbulkan Satryo yakni terkait demonstrasi pegawai Kemendiktisaintek, rekaman suara diduga Menteri Satryo marah-marah ke pegawai, hingga pernyataan beasiswa KIP terkena dampak efisiensi anggaran.
Usai direshuffle, Satryo mengaku bukan dipecat oleh Presiden Prabowo Subianto tapi memilih meninggalkan jabatan.
"Ya surat itu saya buat tadi malam jam 12 malam. Saya buat tadi malam, tadi saya serahkan ke Setneg untuk sampaikan kepada Presiden," kata Satryo di Kantor Kemendiktisaintek, Jakarta, Rabu (19/2/2025).
Sebagai gantinya, Presiden Prabowo melantik Guru Besar ITB Brian Yuliarto sebagai Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Mendikti Saintek).
Editor : Pahlevi