Kisruh 'Surat Ijo' yang Berlarut-larut di Surabaya

author angga kurnia putra

- Pewarta

Senin, 22 Nov 2021 01:14 WIB

Kisruh 'Surat Ijo' yang Berlarut-larut di Surabaya

i

Kisruh 'Surat Ijo' yang Berlarut-larut di Surabaya

Optika.id - Kisruh 'Surat Ijo' di Surabaya tampaknya belum mencapai titik temu dan berlarut-larut. Pada Selasa (16/11/2021) lalu ada aksi blokade jalan pintu masuk Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, oleh puluhan warga pemegang surat ijo yang tergabung dalam Fasis (Forum Auditor Surat Ijo) Surabaya.

 Mereka mendesak kejaksaan tinggi jawa timur berlaku adil, dan memperjuangkan hak mereka. Atas tanah yang kini dikaim sebagai aset Pemkot (Pemerintah Kota) Surabaya. Warga menyayangkan ada ketakutan dari pihak kejaksaan yang diduga telah diintervensi oleh pihak Pemkot Surabaya atas perkara tanah Surabaya, 'Surat Ijo'.

Baca Juga: Banjir Parah di Greges Timur, Warga Desak Penanganan Cepat

Warga pemegang IPT (Izin Pemakaian Tanah) atau Surat Ijo mengaku dari bukti surat kanwil BPN (Badan Pertanahan Nasional) Jawa Timur, tanah surat ijo merupakan milik negara. Namun menurut SKHPL (Surat Keterangan Hak Pengelola Lahan) justru memasukkan tanah IPT ke dalam tanah sembada, Karena berdasarkan UUPA(Undang-Undang Pokok Agraria) No.5 Tahun 1960 dan pemulihan aset menyebut tanah IPT adalah tanah milik Negara yang dikembalikan ke warga bukan aset pemkot.

Menurut Victor Hermanto Koordinator aksi para pengunjuk rasa datang untuk meminta keadilan. "Mereka datang ke sini bersama kami adalah untuk meminta keadilan, tentang jalannya peradilan. Mengenai penyelesaian surat IPT yang pada dasarnya surat IPT itu adalah tanah negara, yang telah disampaikan juga oleh Kanwil BPN. Itu di dalam suratnya menyatakan tanah IPT itu sebagai tanah negara," ujarnya.

"Kalau sudah ditetapkan sebagai tanah negara, seharusnya kami mempunyai dugaan, bahwa SKHPL pemasukan aset itu ke dalam tanah sembada. Dan menggunakan perda perda yang ada telah cacat hukum. Itu yang kami harapkan," katanya

Victor mengungkapkan mereka datang ke Kejati Jatim untuk mendesak pihak kejati. Agar aktif dalam proses peradilan yang berjalan. "Kejati (harus) proaktif menyalurkan keadilannya, bukan berpihak pada salah satu instansi,khususnya pihak pemkot karena sudah jelas jelas nyata karena pihak BPN wilayah menyatakan itu adalah tanah negara,yang harus dikembalikan kepada negara,negara sebagaimana lazimnya pasti membagikan tanah itu kepada rakyatnya sesuai dengan lama ditempatinya,kalau 20 tahun itu sudah boleh mengajukan diri langsung kepada hakim," harapnya.

Sejarah Awal Lahirnya Surat Ijo

Optika.id, mencoba mencari tahu bagaimana sejarahnya ada surat hijau,dengan menelisik catatan-catatan yang ada.

Pada awal masa kemerdekaan, tanah-tanah yang awalnya kepemilikan partikelir(secara khusus) atau ex gemeente(dikuasai pihak Hindia belanda) dikuasai kembali oleh negara dengan menerbitkan UU No.1 Tahun 1958 dalam pasal 3 juga tertulis, "sejak berlakunya Undang-undang ini demi kepentingan umum hak-hak pemilik beserta hak-hak pertuanannya atas semua tanah-tanah partikelir hapus dan tanah-

tanah partikelir itu karena hukum seluruhnya

serentak menjadi Tanah Negara.

Baca Juga: Haedar Nashir Hadiri Milad Seabad RS PKU Muhammadiyah Surabaya

Tapi dengan adanya undang-undang ini menjadikan para petani dan masyarakat kelas bawah mendapatkan konsekuensi berat atas berlakunya undang-undang ini.UU

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

tersebut justru menjadi pintu masuk bagi

perebutan dan persaingan untuk menguasai

tanah-tanah oleh BUMN, perusahaan swasta, dan militer.

Akhirnya untuk memberikan hak pemakaian kepada masyarakat petani dan kaum menengah kebawah, pemerintah menerbitkan UUPA (Undang Undang Pokok Agraria) No.5 Tahun 1960, Dan UUPBH (Undang Undang Pokok Bagi Hasil) No.2 Tahun 1960. Tapi karena UU ini hanya mengatur pengoperasionalan tanah perluasan UU. No.1 Tahun 1958 maka hanya memberikan justifikasi atas pendudukan lahan, dan tidak didukung kebijakan publik negara sehingga memungkinkan tanah petani dan rakyat menengah ke bawah dicaplok pihak swasta, BUMN, dan militer.angga

Baca Juga: Pilwali Surabaya, Eri Cahyadi-Armuji Akan Melawan Kotak Kosong?

Singkatnya program Surat Ijo di Surabaya mulai jalan dari tahun 1970-1980an dengan program 'pemutihan' yang dilakukan oleh Pemkot Surabaya, dan mengganti status dari tanah kepemilikan secara hukum adat menjadi kepemilikan secara hukum formal. Kemudian pihak Pemkot surabaya beserta DPRD Kota Surabaya mengeluarkan beberapa peraturan untuk memperkuat dasar hukum formal untuk memformalkan tanah-tanah tersebut, di antaranya:

  1. Keputusan DPRD GR Surabaya No. 03E/DPRD-GR/KEP/1971 tanggal 6 Mei 1971 tentang sewa tanah;
  2. Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya No. 09 Tahun 1986 tanggal 5 Juli 1986 tentang Pemakaian Rumah yang dikuasai oleh Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya;
  3. Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya No. 03 Tahun 1987 tentang Pemakaian Tanah atau tempat yang dikuasai oleh Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya;
  4. Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya No. 02 Tahun 1994 tentang Ijin Pemakaian Tanah yang dikuasai oleh Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya;
  5. Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya No. 01 Tahun 1997 tentang Ijin Pemakaian Tanah;
  6. Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya No. 01 tahun 1998 tentang tata cara Penyelesaian Ijin Pemakaian Tanah;
  7. Peraturan Daerah Kotamadya Tingkat II Surabaya No. 16 Tahun 1999 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah;
  8. Peraturan Daerah Kota Surabaya No 21 Tahun 2003 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah.
  9. Perda No.13 Tahun 2010 tentanf retribusi kekayaan daerah kemudian diubah menjadi Perda Kota Surabaya No.2 Tahun 2013.
  10. Perda No.16 Tahun 2014 tentang pelepasan tanah aset milik Pemkot Surabaya.

Reporter: Angga Kurnia Putra

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU