[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="168"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I Sekdir Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Surabaya & Pengasuh Pesantren Bumi Al Quran Grand Masangan Sidoarjo[/caption]
Kasus bernada rasialis akhir-akhir ini marak terjadi ditengah masyarakat. Beberapa kasus yang viral menghebohkan masyarakat, diantaranya: Kasus bernada rasialis yang dilakukan oleh anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan yang menyinggung Bahasa Sunda Jawa Barat.
Baca juga: DPR Setujui Naturalisasi Kevin Diks dan Dua Pemain Belanda untuk Perkuat Timnas
"Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi PDI-P Arteria Dahlan resmi dilaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR pada Rabu (26/1/2022) buntut pernyataan meminta pencopotan Kepala Kejaksaan Tinggi (kajati) berbahasa Sunda dalam rapat, oleh Masyarakat Penutur Bahasa Sunda", (KOMPAS.com, 27/1/2022).
Selain itu, kasus Edi Mulyadi mantan politisi PKS yang mengatakan Kalimantan sebagai tempat pembuangan anak jin, pada saat menyikapi pro-kontra terkait perpindahan Ibu Kota Negara (IKN) Indonesia dari Jakarta ke Pulau Kalimantan.
"Penyidik Direktorat Tindak Pidana Sieber Bareskrim Polri resmi menetapkan Edy Mulyadi sebagai tersangka kasus ujaran "Kalimantan Tempat Jin Buang Anak". Penetapan tersangka dilakukan sesuai penyidik memeriksa Edy Mulyadi, saksi-saksi, hingga ahli. (Suara.com, 32/1/2022)
Adapula kasus bernada rasialis yang dilakukan oleh oknum guru pada siswanya yang berasal dari Papua di daerah Jember Jawa Timur.
Seperti diberitakan "Guru SMA di Jember Berkata Rasis ke Siswa, Gubernur Jatim Beri Sanksi Tak Mengajar". (Merdeka.com,31/1/2022). Fenomena sosial bernada rasialis ini perlu diwaspadai oleh semua elemen masyarakat, terutama para penegak hukum (Kepolisian).
Kasus ini perlu perhatian serius sebab, dapat dijadikan tunggangan kepentingan politik bagi pihak-pihak yang bertujuan mengambil keuntungan dari suasana keruh di masyarakat demi ambisi politiknya.
Artinya kasus ini sangat mungkin akan terus didorong dan dibesarkan sampai terjadi chaos antar Suku di masyarakat oleh kelompok kepentingan politik nasional maupun internasional. Sehingga, jika situasi chaos terwujud maka hal itu dapat menjadi ancaman persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia atau NKRI.
Selain itu, kasus bernada rasialis sangat sensitif dan emosional, selain isu keagamaan ditengah masyarakat Indonesia yang majemuk (plural). Artinya isu rasialis dapat sangat muda atau gampang membangkitkan jiwa atau rasa solidaritas tinggi antar anggota suku untuk melakukan pembelaan dan perlawanan kepada pihak yang mengusik atau merendahkan. Bahkan perlawanan dapat disertai dengan pengorbanan tertinggi yaitu darah dan nyawa.
Secara faktual-historis kita ketahui, bahwa masyarakat Indonesia tersusun (terbentuk) dari beragam Suku, Agama, Ras dan Golongan (SARA). Artinya Indonesia ini bukan masyarakat homogen tetapi heterogen secara sosial, politik, budaya dan agama.
Dari aspek Suku terdapat ratusan Suku, diantaranya Suku Jawa, Sunda, Madura, Batak, Dayak, Banjar, Asmat, Aceh, Ogan, Komering, Melayu, Osing, Samin, Makasar, Buthon dan sebagainya.
Baca juga: Penerimaan Tenaga Ahli AKD di Lingkungan DPR RI TA 2024
Dari aspek Agama terdapat enam Agama yang resmi diakui oleh negara. Agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Budha, Khonghucu dan masih banyak aliran-aliran kepercayaan.
Dari aspek Ras terdapat puluhan ras di Indonesia. Ada ras Jawa, Ras Melayu, Ras Papua, Ras China, Ras Arab, Ras India, Ras Eropa dan sebagainya.
Dari aspek golongan terdapat ratusan golongan, semisal golongan keagamaan Islam ada golongan NU, Muhammadiyah, Al Irsyad, Wahdah Islamiyyah, Persis, LDII dan sebagainya.
Indonesia yang secara faktual historis terbangun sangat majemuk (plural), memiliki dua potensi sosial. Pertama, dapat menjadi kohesi sosial ditengah masyarakat Indonesia yang majemuk.
Kohesi sosial merupakan ikatan dalam kelompok yang terbentuk karena ada keinginan untuk tetap bersama agar kelompok tetap utuh untuk menghadapi usaha-usaha yang mendorong mereka untuk berpisah. Sehingga kohesi sosial merupakan usaha total anggota untuk tetap bertahan dalam kelompok.
Pada konteks ini kemajemukan bermakna positif. Artinya kemajemukan yang dimiliki bangsa Indonesia merupakan sebuah kekayaan dan menjadi kekuatan sosio-kultural bangsa Indonesia.
Kedua, dapat menjadi segregasi sosial. Segregasi sosial adalah tindakan atau proses pemisahan, atau kondisi terpisah. Segregasi adalah upaya saling memisahkan diri atau saling menghindar di antara pihak-pihak yang bertentangan dalam rangka mengurangi ketegangan.
Segregasi dapat berarti pemisahan atau pengasingan kelompok ras, kelas, atau suku dengan secara paksa atau sukarela di daerah tertentu yang terkendala dengan sikap diskriminatif seperti hambatan untuk berhubungan sosial, atau fasilitas yang dipisah.
Pada konteks ini, kemajemukan bermakna negatif. Artinya kemajemukan yang ada di Indonesia dapat dengan muda dijadikan bahan atau sumbu konflik, ketegangan antar anak bangsa Indonesia yang plural, sehingga situasi ini dapat mendorong kepada situasi disintegrasi bangsa Indonesia.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Masuk Prolegnas, ICW: Pukulan bagi Publik dan Pemberantasan Korupsi
Maka, untuk mengantisipasi agar kasus bernada rasialis yang marak dilakukan oleh beberapa orang terutama para pejabat harus ditangani dan diproses secara bener, tepat, cepat dan adil di mata hukum.
Artinya siapapun mereka (politisi, aktivis, guru, orang biasa) yang melakukan ujaran bernada rasialis harus diproses secara adil dan sama di hadapan hukum. Jangan sampai proses penangan kasus rasialis terkesan dan terbaca oleh masyarakat (publik) terjadi Ketidakadilan atau diskriminasi. Tajam dan cepat ke kelompok lain tetapi tumpul dan lambat ke kelompok lain.
Jika opini dan fakta perlakuan hukum yang diskriminatif terhadap pelaku rasialis, maka sangat mungkin bisa memicu konflik horisontal antar Suku atau kelompok masyarakat. Dimana kemungkinan dapat berujung pada disintegrasi bangsa Indonesia. Situasi di atas tentu kita semua (elemen masyarakat) tidak mengingkan terjadi kepada bangsa Indonesia tercinta.
Demikian tulisan ini, semoga Allah SWT selalu menjaga bangsa Indonesia, agar tetap damai dan harmoni.
Editor : Pahlevi