Berpikir Ala Penganut Agnostik

Reporter : optikaid
Berpikir Ala Penganut Agnostik

[caption id="attachment_14301" align="alignnone" width="158"] Ruby Kay[/caption]

Tak kuasa menerima cobaan dari sang Khalik juga bisa membuat seseorang jadi agnostik. Yup, kita selalu berdoa yang baik-baik. Meminta kesehatan, keselamatan dan kedamaian bagi diri dan orang-orang yang dicintai. Tapi, siapa yang bisa menerka perjalanan hidup manusia?

Saat masih SD dulu, gue nonton Dunia Dalam Berita di TVRI. Isi reportasenya ya tentang perang dan kelaparan di Afrika. Barusan tadi buka channel BBC, yang jadi pemberitaan masih tetap kelaparan dan perang saudara di Afrika. Sudah puluhan tahun berlalu, berita tentang Afrika seputar itu-itu melulu. Kenapa bisa begitu? Apa mereka dikutuk Tuhan agar tak bisa hidup aman?

Agnostik selalu menjadikan benua Afrika sebagai penguat alibi dan argumentasinya. Kalau Tuhan itu maha penyayang maha pengasih, kenapa Afrika selalu diliputi dengan perang, darah, kelaparan, wabah penyakit, kemiskinan? Padahal muslim dan kristen di Rwanda, Somalia, Pantai Gading, Kongo itu juga memuja sang Khalik siang dan malam. Namun kegetiran hidup tetap saja datang silih berganti.

Negara yang penduduknya religius cenderung menjadi negara tertinggal. Filipina, Brazil itu kurang religius gimana lagi? Saban hari lonceng gereja berbunyi, wara wiri pria dan wanita berkalung salib. Tapi ya sama seperti Indonesia, sosio kultur masyarakatnya bermasalah, keadaan ekonomi timpang, kriminalitas tinggi.

Namun negara yang menerapkan sekularisme maju pesat. Lihat saja Finlandia, Denmark, pendidikan dan kesehatan gratis, asas kesetaraan dikedepankan, ekonomi makmur. Gak ada rakyat yang mengais remah roti dari tong sampah. Wong pengangguran aja dibiayai. Disana gak ada yang berlagak jadi anak jenderal. Karena dimata pak hakim, mau lu anak perdana menteri sekalipun kalau bersalah ya mesti dihukum.

Negara yang dekat dengan religiusitas seharusnya lebih maju daripada negara yang lu anggap jauh dari Tuhan. Lima kali dalam sehari menyembah Nya, kenapa masih begini-begini aja? Rakyat dibenua Afrika yang muslim juga sholat lima waktu, yang kristen pergi ke gereja setiap minggu. Namun kebiadaban akibat perang efeknya memang menyeramkan. Berapa banyak wanita yang harus meregang nyawa akibat diperkosa beramai-ramai?

Teringat tokoh Danny Archer dalam film Blood Diamond yang diperankan oleh Leonardo DiCaprio. Masa lalunya saat tumbuh besar di Zimbabwe diisi dengan melihat ibu dan kakak kandungnya diperkosa hingga tewas mengenaskan. Ayahnya sendiri dibakar hidup-hidup oleh pasukan pemberontak. Pengalaman hidup yang mengerikan itu membuat ia menjadi agnostik, hingga berucap "God has left Africa".

"Ah, itu kan cuma film bray". Yup, dan realitanya lebih mengerikan lagi. Disebuah negara konflik di Afrika, ada seorang muslimah yang rajin beribadah. Tinggal digubuk sederhana bersama anak dan suami tercinta. Tiap sholat ia bermunajat meminta keselamatan dunia dan akhirat. Namun sekejap mata masuk beberapa pria bersenjata. Hanya karena berbeda suku, berbeda agama, ia sekeluarga dibantai secara sadis.

Tragedi seperti itu ada dan nyata. Meanwhile, seorang pemuda atheis yang berasal dari Inggris sedang bersiap-siap mau terbang ke Bali. Ia yang tak percaya akan keberadaan Tuhan hidup berkecukupan.

Ada jutaan orang di Eropa yang menjadi atheis, agnostik. Hidupnya nyaman, makan keju dan daging setiap hari, jauh dari yang namanya kelaparan. Dalam setahun mereka pasti merencanakan liburan keluar negeri. Kebutuhan primer, sekunder jelas sudah terpenuhi. Sedangkan jutaan orang di Afrika, boro-boro mau liburan. Bisa makan esok hari saja sudah syukur alhamdulillah.

Allah SWT maha sempurna dalam membuat sistem dialam semesta. Sebagian orang merasa nikmat Nya, namun sebagiannya lagi mendapat cobaan. Entah kenapa harus orang-orang di Afrika yang diberi penderitaan tiada henti? Bagaimana kalau Asia Tenggara yang dilanda huru hara dan perang tak berkesudahan seperti di Afrika? Sudah tentu gak akan ada tulisan ini. Yang ada tangan memegang parang panjang, siaga setiap malam, siap bacok-bacokan dengan musuh yang akan menyerang sambil menahan perut lapar.

Wait, begitulah kalau kita berpikir ala penganut agnostik. Tuhan itu gak adil, ia membuat orang-orang atheis di Eropa makmur, tapi membuat banyak orang religius yang rajin memuja nama Nya, menjalankan perintah Nya selalu dilanda prahara.

Nah, kepicikan berpikir orang atheis dan agnostik itu ya disini. Mereka melihat dunia terlalu sempit. Gak sadar kalau peradaban manusia didunia ini sudah eksis sejak lama. Afrika itu dulu lebih makmur daripada Eropa. Saat orang Eropa masih hidup jorok, orang Afrika sudah maju dengan peradaban yang tinggi. Makanya saat Nabi Muhammad SAW merasa terancam, ia memerintahkan pengikutnya untuk mengungsi ke Abyssina yang sekarang bernama Ethiopia. Disana ada raja beragama Nasrani yang siap memberi perlindungan kepada sahabat-sahabat Rasulullah.

1400 tahun yang lalu, Abyssina itu makmur bray. Punya raja yang bijak, adil, rakyatnya hidup berkecukupan. Namun kini mana ada orang yang mau meminta suaka ke Ethiopia. Negara maju seperti Inggris, Jerman dan Australia selalu menjadi rujukan para imigran yang berasal dari negara konflik.

Begitulah Allah SWT yang maha sempurna mengatur siklus kehidupan berbagai bangsa didunia. Bani Israil yang ribuan tahun lalu terusir sana-sini, jadi jongos bangsa Mesir kuno, disuruh kerja paksa untuk membangun Piramida, dibantai oleh pasukan Nazi, dikirim ke Siberia, kini malah menjadi penguasa dunia. Dan kemegahan peradaban Islam di Baghdad dan Andalusia yang dulu begitu disegani oleh orang-orang Eropa, kini hanya tinggal cerita.

Kesimpulan, semua kejayaan dan kesengsaraan itu ada masanya. Kita cuma bisa meyakini kuasa Nya.

Ruby Kay

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Berita Terbaru