Optika.id - Center For Islam and Democracy Studies (CIDe) sudah melakukan investigasi selama dua bulan di Lamongan. Sebelum melaporkan dugaan korupsi dana hibah lampu Penerangan Jalan Umum (PJU) Rp 40,9 miliar di Lamongan dan Gresik ke Kejati Jatim, Kejagung, dan KPK.
Berdasarkan keterangan dari penerima (Pokmas), jadi modusnya ketika pencairan, penerima dijemput dan di bawa ke bank yang dikoordinir namanya koordinator kecamatan, ujar Ketua CIDe', Ahmad Annur dalam keterangannya beberapa waktu yang lalu.
Baca juga: KPK Panggil 17 Saksi Terkait Kasus Dana Hibah Jatim, Termasuk Pimpinan DPRD
Setelah cair dari bank, lanjut Ahmad, uang tersebut diambil secara keseluruhan oleh koordinator dan ada yang memasukkan ke dalam mobil. Setelah mau pulang, penerima hibah hanya dikasih masing-masing sekitar Rp 7 juta untuk biaya pengecoran penyangga PJU.
Setelah saya telusuri, selebihnnya uang itu istilahnya disetor ke salah satu anggota di DPRD Lamongan. Lalu dibilang ke Pokmas uang dikontraktualkan dengan salah satu perusahaan di Surabaya, kata Ahmad sembari menyebut nama PT.
Jadi, uang itu masuk semua ke PT tersebut setelah diambil dari Pokmas. Dari PT ada indikasi bagi-bagi, namun Ahmad menyebut hal itu sebagai upaya pencucian uang dan diduga masuk ke beberapa anggota DPRD Jatim.
Saya tidak bisa menyebutkan namanya, biar nanti APH (Aparat Penegak Hukum) saja. Bisa dilacak sendiri di Lamongan dan Gresik itu basisnya siapa. Kalaupun bukan orang sana, punya jaringan apa di sana dan saya sudah menelusuri, ucapnya.
Terkait dugaan keterlibatan anggota DPRD Jatim ini, sebelumnya Inspektur Provinsi Jatim, Helmy Perdana Putra menyebut aspirator dari hibah PJU yang diverifikatori Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim ini memang DPRD.
Semua hibah yang PJU ini aspiratornya DPRD, kata Helmy dalam keterangannya, Selasa (1/2/2022).
Adakah yang terlibat? Kami ndak bisa mengembangkan lebih lanjut, karena cuma itu rekom BPK (Badan Pemeriksa Keuangan). Seandainya BPK memerintahkan harus diusut lebih lanjut, saya siap. Tapi sementara BPK berhenti pada Pokmas, itu saja, tegas Helmy.
Apa bisa eksekutif memeriksa legislatif? Kalau ada perintah dari BPK, karena BPK mungkin ndak ada waktu atau apa, lanjutkan ini, bisa. Bisa, asal ada dasar, ada perintah, bisa, ujar Helmy.
Saat ini dugaan korupsi hibah PJU sudah dilimpahkan ke Kejari Lamongan. Dua orang dari Pemprov Jatim bahkan ikut diperiksa, salah satunya yakni Kepala Biro Hukum Lilik Pudjiastuti. Hari Senin (7/2/2022) dan Selasa (8/2/2022) Pokmas sudah diperiksa.
Pengamat Nilai Dishub Tak Bisa Lepas Tangan
Sementara itu, Pengamat Komunikasi Publik dan Pengawas Anggaran dari Universitas Islam Negeri Sunan Ampel (UINSA) Surabaya, Andri Arianto menilai Dinas Perhubungan (Dishub) Jatim tak bisa lepas tangan.
Ya ndak bisa dong lepas tangan. Kalau hibah ini lewat Dishub, tidak berarti Dishub hanya menyalurkan kemudian putus ketika tersalurkan, oh ndak begitu. Tidak semata-mata dana itu hanya disalurkan, lalu tidak tanggung jawab dan itu menjadi urusan Pokmas (kelompok masyarakat). Itu lepas tangan sudah, katanya dalam keterangannya, Rabu (9/2/2022).
Menurut Andri, seharusnya Dishub Jatim membuat semacam sistem agar dana hibah ini tersalurkan, terlaksana, serta dapat dipertanggungjawabkan secara baik dan benar.
Tidak terjadi penyalahgunaan itu kan sistemik, mulai pengusulan hingga pelaksanaan. Atau kalau memang Dishub tertekan, akan lebih baik kalau Pemprov Jatim menyampaikannya ke publik, mulai penyaluran hingga pengawasannya, jelasnya.
Soal Inspektorat yang terkesan membentengi Dishub Jatim, menurut Andri, proses membela atau menutupi satu dengan yang lain tidak akan menjawab persoalan. Terpenting bagaimana mekanismenya, kemudian harus dikerjakan mulai pengusulan sampai pelaksanaan dan terpantau dengan baik.
Jangan karena mentang-mentang hibah lalu mekanisme ditiadakan, pokoknya duit ditransfer, selesai. Kan enggak bisa seperti itu. Artinya yang tetap dikorbankan kan Pokmas. Pokmas itu penerima. Penerima bisa salah, bisa baik, bisa setengah-setengah pengerjaannya, bisa macam-macam, makanya butuh pengarahan dan pengawasan, sambungnya.
Artinya pengawasan Dishub Jatim lemah?
Bisa jadi dia enggak punya sistem. Kalau semua pemerintahan modelnya seperti itu, pokoknya duit sudah transferkan selesai, ya akan terjadi terus kasus seperti ini. Buka saja enggak apa-apa. Kami sudah dengan model pengawasan begini. Kalau Dishub misalnya tertekan, sebut saya tertekan karena ini itu. Atau ini sebenarnya bukan program Dishub dan tidak mengajukan atau bagaimana, buka saja!"
Sebelumnya, Inspektur Provinsi Jatim, Helmy Perdana Putra terlihat habis-habisan membentengi Dishub Jatim dan menyebut Pokmas-lah yang salah dalam kasus dugaan penyelewengan dana hibah PJU yang menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Itu memang domainnya Dishub, tetapi Dishub hanya sebagai verifikator. Itu sudah sesuai dengan Pergub (Peraturan Gubernur) 134 tahun 2018, tentang penganggaran pelaksanaan dan tanggung jawab hibah dan bansos. Saya hanya mengklirkan, bukan Dishub yang bertanggung jawab. Itu permasalahannya di penerima hibah semuanya, Pokmas dalam hal ini, gitu loh. Jadi itu sudah lepas dari Dishub, sudah Pokmas itu. Lah makanya rekom BPK itu Pokmas, yang harus mengembalikan semua (Rp 40,9 miliar), tukasnya.
20 Pokmas Sudah Diperiksa
Selain itu, Kasi intel Kejari Lamongan Condro Maharanto, mengungkapkan dari pengembangan pemeriksaaan pejabat Pemprov pekan lalu. Perlu untuk memanggil pejabat Dishub dan LLAJR Jatim. Mereka yang akan dipanggil yaitu Kurniawan Hari (Kabid Pengembangan Transportasi dan Multi Moda (PTMM) dan Heru Sunandar (Kasi Manajemen Rekayasa), kedua pejabat tersebut dari Dishub Provinsi," kata Condro dalam keterangannya.
[caption id="attachment_15668" align="alignnone" width="300"] Kasi Intel Kejari Lamongan, Condro Maharanto. (Istimewa)[/caption]
Kasi Intel juga mengungkapkan selama dua hari sebanyak 20 pokmas dari 226 pokmas di kabupaten Lamongan yang menerima hibah telah diperiksa. Dari beberapa Pokmas yang kami panggil sejak Senin kemarin, ada beberapa yang mangkir tidak hadir. Nanti Pokmas yang tidak hadir saat pemanggilan akan kami panggil ulang atau panggilan kedua, ujar Condro Maharanto tanpa merinci hasil pemeriksaan terhadap pokmas.
Condro pun enggan mengungkap nama-nama pokmas, hanya asalnya yang diungkapkan Dari 4 kecamatan di lamongan selatan yakni Ngimbang, Bluluk, Modo dan Mantup, terangnya.
Sementara itu, Sutikno dari FKMS (Forum Komunikasi Masyarakat Sipil) mengungkapkan, 4 kecamatan itu berada di Lamongan bagian selatan. Dari data FKMS hasil pengolahan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) diketahui keempat kecamatan itu total mendapat mendapat alokasi Rp. 20 milyar dengan jumlah titik sebanyak 500 titik.
Warga asli Ngimbang ini mengatakan, alokasi untuk tiap kecamatan itu. Bluluk ada 16 pokmas untuk 120 titik dengan nilai Rp 4,8 miliar. Mantup ada 5 pokmas untuk 30 titik dengan nilai Rp 1,2 miliar. Ngimbang ada 14 pokmas untuk 110 titik dengan nilai Rp 4,4 miliar dan Modi ada 32 pokmas untuk 240 titik dengan nilai Rp 9,6 miliar. Dilihat dari besaran hibah terdapat dua jenis paket hibah, pertama hibah bernilai Rp. 200 juta dan hibah benilai 400 juta. Karena pertitik harganya Rp. 40 juta, maka jumlah titik tiap paket yang kecil 5 titik dan besar ada 10 titik, katanya.
Karena itu kasus korupsi ini tidak susah untuk diurai, dari data yang kami miliki, dari 4 kecamatan itu terdapat 67 pokmas dan nilai sebesar Rp. 20 milyar. Ada 34 pokmas yang mendapat hibah Rp. 200 juta dan ada 33 pokmas yang dapat hibah Rp. 400 juta, imbuhnya.
Lantas apakah pokmas yang menjadi penerima hibah punya potensi jadi tersangka?
Kelebihan Bayar Rp 40,6 Miliar
Data yang didapat Optika.id, dari hasil temuan BPK Jatim sebelumnya, diketahui muncul permasalahan yang mengakibatkan kelebihan pembayaran sebesar Rp 40.919.350.000 atau Rp 40,6 miliar.
Baca juga: Kasus Dana Hibah Jatim, Pengamat Dukung KPK Tracking dari Hulu ke Hilir
Kelebihan pembayaran itu terjadi akibat adanya ketidaksesuaian nomor dan tanggal pengesahan, harga dan kebutuhan barang atas rencana pekerjaan yang telah tercantum dalam RAP pada proposal.
Dan diketahui, belanja hibah bantuan lampu penerangan jalan kepada 247 pokmas tidak dilaksanakan sesuai naskah perjanjian hibah daerah (NPHD).
Namun secara rinci, ada 264 pokmas penerima bantuan lampu PJU pada Dinas Perhubungan (Dishub), yang berlokasi di 8 kabupaten. Serta pelaksanaan program kerja Forum LLAJ di Surabaya, dengan nilai keseluruhan Rp 75 miliar.
Dari jumlah itu, ada 229 pokmas di Kabupaten Lamongan dengan dana hibah Rp 65 miliar, 1 Pokmas di Lumajang dengan dana Rp 150 juta, 18 pokmas di Gresik senilai Rp 6,4 miliar, 11 pokmas di Jember senilai Rp 1,5 miliar. Lalu 1 pokmas di Magetan dan Pacitan yang masing-masing didanai Rp 100 juta.
Disusul 1 pokmas di Kabupaten Tuban dengan nilai bantuan Rp 400 juta, 1 pokmas di Ponorogo senilai Rp 170 juta, serta forum LLAJ Surabaya senilai Rp 850 juta.
Berdasarkan hasil LPJ hibah pengadaan dan pemasangan lampu penerangan secara uji petik, ditemukan bahwa proses verifikasi atas proposal bantuan hibah ini tidak optimal. Pada pelaksanaannya, verifikasi proposal pengajuan hibah uang untuk LPJU tersebut dilakukan oleh Dishub.
Namun proposal yang tidak memenuhi kelengkapan administrasi ini tetap masuk pada surat rekomendasi. Tidak adanya bukti dokumen checklist dan tidak adanya berita acara (BA) yang didokumentasikan dan ditandangani secara formal, menunjukkan ada sejumlah proposal tidak lengkap.
Dalam perjalanannya, verifikasi seluruh proposal dari Bidang PTMM ke Bidang Lalu Lintas, pada Januari 2020, dengan verifikator baru yakni IJ, diketahui tersebut belum lengkap. Yakni tidak ada lembar pengesahan, SK, pembentukan pokmas, dan pernyataan kesanggupan.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi