Optika.id - Perkumpulan Begandring Soerabaia berniat untuk melanjutkan kembali upaya pelurusan sejarah Hari Jadi Kota Surabaya 31 Mei 1293, yang dianggap kurang tepat karena hingga kini tidak diketemukan pembuktian data sejarahnya.
Tahun lalu, di bulan Mei 2021, komunitas pegiat sejarah Begandring Soerabaia menggelar diskusi publik yang bertajuk Menggugat Hari Jadi Kota Surabaya. Dasar gugatannya masuk akal karena selain tidak memiliki pembuktian data sejarah, dipilihnya bulan Mei (31 Mei 1293) sebagai hari jadi kota Surabaya terkuak agar tidak berdekatan dengan perayaan hari hari besar yang sudah ada sebelumnya.
Baca juga: Karya HP Berlage: Gedung Singa dan Mijn Indiesche Reis
Yakni hari proklamasi kemerdekaan pada bulan Agustus, Hari Pahlawan pada November dan perayaan Tahun Baru pada Januari (Yousri Raja Agam, wartawan senior yang mengikuti dan meliput proses penetapan Hari Jadi Kota Surabaya oleh Wali Kota Soeparno pada 1975).
Jadi bulan Januari, Mei, Agustus dan November memiliki interval tiga bulanan. Yousri Raja Agam yang dalam kesempatan diskusi publik sebagai salah satu narasumber menjelaskan bahwa ada 4 alternatif penanggalan hari jadi kota Surabaya, yakni; 11 September 1294, 7 Juli 1358, 3 November 1486 dan 31 Mei 1293.
Bulan Juli, September dan November itu kan berdekatan dengan hari hari besar, misalnya di tanggal 7 Juli berdekatan dengan 17 Agustus dan 3 November berdekatan dengan 10 November," terang Yousri kala itu.
Kalau seperti itu keputusan yang diambil oleh walikota Surabaya saat itu (Soeparno, 1975), maka kajian sejarah oleh para ilmuwan dan sejarawan yang bekerja selama dua tahun (1973-1975) tidak ada gunanya. Apalagi DPRD Kota Surabaya melalui Panitia Khusus (Pansus) nya tidak menemukan bukti data sejarah tentang peristiwa heroik perang Raden Wijaya melawan serdadu Tartar di wilayah Surabaya.
Pernyataan DPRD Kotamadya Surabaya ini dituangkan secara resmi pada SK DPRD Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor 02/DPRD/Kel/75, yang selanjutnya dipertegas melalui Penjelasan Atas SK DPRD Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya Nomor: 02/DPRD/Kep./75 Tanggal 6 Maret 1975, yang menjelaskan dalam nota kesimpulan bahwa: secara faktueel tanggal hari jadi kota Surabaya yang pasti, dengan pembuktian data data sejarah, belum dapat diketemukan.
[caption id="attachment_21630" align="alignnone" width="300"] Sekelompok pegiat sejarah dan budaya menyerahkan nota gugatan kepada pemerintah kota Surabaya di Balai Kota dan diterima wakil walikota Ir. Armuji pada Juni 2021 pasca diskusi publik Menggugat Hari Jadi Kota Surabaya. (Nanang)[/caption]
Karenanya, mengingat bahwa tanggal yang pasti secara faktueel belum bisa diketemukan, maka perlu dirumuskan bahwa persetujuan Dewan yang telah diberikan diatas, tidak menutup kemungkinan bagi peninjauan kembali Tanggal Hari Jadi Kota Surabaya, bila kelak dikemudian hari diketemukan pembuktian berdasarkan data data sejarah.
Sesungguhnya tanggal yang pasti berdasarkan data data sejarah sudah ada dan tanggal tanggal ini muncul dalam diskusi Menggugat Hari Jadi Kota Surabaya yang diselenggaeakan di Lodji Besar Surabaya pada 31 Mei 2021 lalu.
Arkeolog BPCB Trowulan Witjaksono Dwi Nugroho kala itu memaparkan pengertian Hari Jadi untuk menyamakan persepsi dalam memaknai hari jadi. Menurutnya, sebuah Hari Jadi, misal hari jadi (kelahiran) manusia atau kelahiran suatu kota, maka perhitungan dan pengartian kelahiran manusia atau kota harus dilihat dari anatomj manusia atau kota.
Baca juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
Bahwa lahirnya anak manusia ke bumi itu dilihat dari procotnya si bayi yang lengkap dengan anatomi manusia. Ada kepala, tangan, kali, jari jari, mata, hidung, telinga dan alat vital. Sang orang tua selalu memeriksa anatomi bayinya sesaat setelah kelahiran.
Begitu pula dalam melihat kelahiran sebuah kota yang pertanyaannya apakah kota itu sudah memiliki anatomi sebagaimana disyaratkan adanya sebuah kota atau negara. Misalnya ada Rakyat (people), Wilayah (territory), Kesatuan (unitary), Organisasi politik (political organization), Kedaulatan (sovereignty) dan Ketetapan (permanence).
Dari diskusi terbuka itu muncul dua alternatif yang masing masing memiliki datang sejarah. Karena ada dua alternatif, maka harus dilakukan pemilihan berdasarkan data mana yang lebih relevan secara faktual terhadap pemaknaan hari jadi atau kelahiran (anatomi/syarat syarat adanya kota).
Dua alternatif ini adalah: tanggal 7 Juli 1358 dan 11 November 1743.
Tanggal 7 Juli 1358 sebagaimana tersebut dalam prasasti Canggu (1358) dimana nama Surabaya disebut untuk kali pertama. Surabaya disana dituliskan Curabhaya dalam aksara Jawa Kuna, yang merupakan salah satu nadirita pradeca, desa yang melayani jasa penyeberangan atau Tambangan. Wujudnya adalah sebuah desa kecil.
Sedangkan 11 November 1743 adalah perjanjian penyerahan kekuasaan antara Paku Buwono II dari Mataram dengan VOC atas sebagian daerah pantai utara Jawa yang meliputi Rembang, Jepara, Tuban, Gresik, Surabaya, Blambangan dan Madura Barat. VOC juga diberi kemungkinan bila mau untuk mendapat lajur di sepanjang seluruh Pasisir dan di sepanjang semua sungai yang bermuara di Pasisir. Dengan perjanjian ini, Pakubuwana dapat naik kembali ke tahtanya.
Baca juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
Untuk wilayah Pantai Utara Jawa ini, Surabaya dipilih sebagai ibukota dengan jabatan kepala daerah yang bernama Gezaghebber. Dari sekian kepala daerah Gezaghebber ada dua yang nisannya masih ada di Surabaya. Yaitu Abraham Christopher Courz yang nisannya ada di gereja Bubutan dan GJ Rohthenbuhler yang makannya ada di area lapangan golf A Yani, Gunungsari.
Dari dua alternatif penanggalan itu: 7 Juli 1358 dan 11 November 1743, mana yang kiranya pantas disebut kota, kelahiran kota?
Oleh: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi