Optika.id - Akhirnya, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi melakukan suspensi terhadap Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Prof Budi Santosa Purwokartiko. Suspensi diberikan buntut unggahan status Prof Budi yang dinilai berbau SARA di akun media sosialnya.
"Iya (dilakukan suspen penugasan oleh LPDP dan Dikti)," ujar Plt Dirjen Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi Profesor Nizam dalam keterangannya seperti dilansir detik, Jumat (6/5/2022).
Baca juga: Kasus Ujaran Kebencian dan Penistaan Agama Rektor ITK, Begini Penjelasan Saksi
Nizam mengatakan Prof Budi Santosa diberhentikan sebagai reviewer program Dikti maupun LPDP. Dia menyebut Dikti kini tidak menugaskan Prof Budi Santosa lagi.
"Untuk review program Dikti sudah tidak kita tugaskan lagi," tuturnya.
Nizam menjelaskan pemberhentian terhadap Prof Budi Santosa itu saat ini dilakukan untuk sementara. Pasalnya, pihaknya masih menunggu hasil sidang etik yang dilakukan oleh ITK terhadap Prof Budi Santosa.
"Sampai ada rekomendasi dari tim etik perguruan tinggi home base-nya," imbuhnya.
Diketahui, Rektor ITK Budi Santosa Purwokartiko dilaporkan kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Dirut LPDP Andin Hadiyanto. Budi dinilai telah melakukan ujaran yang bersifat SARA dan pelecehan secara verbal.
Pelapornya adalah Irvan Noviandana. Dia mengirimkan surat terbuka ke Sri Mulyani dan Andin Hadiyanto. Dia meminta Budi ditindak karena status di Facebooknya dinilai meresahkan.
Irvan mengungkapkan kalimat Budi yang dimaksud mengandung ujaran SARA ketika Budi mewawancarai peserta program Dikti sebagaimana tulisan status Budi. Di status Facebooknya itu, Budi menyebut seseorang yang memakai hijab atau penutup kepala adalah manusia gurun.
Budi Santosa sebagai pihak yang mewawancarai peserta program Dikti sebagaimana yang disampaikan pada tulisannya mengatakan kalimat yang bernuansa SARA bahwa 12 mahasiswi yang diwawancarai tidak ada satu pun yang menutup kepala ala manusia gurun sehingga otaknya benar-benar open mind dan seterusnya," ucap Irvan.
"Kami sebagai umat Islam sangat tersinggung dengan perkataan yang disampaikan secara terbuka oleh pewawancara LPDP karena merendahkan syariat agama kami, yang mewajibkan para wanita untuk menutup kepala (berhijab) sebagai bentuk kepatuhan dalam agama. Selain itu, kalimat tersebut sebagai bentuk pelecehan terhadap mahasiswi dan seluruh wanita di Indonesia yang menutup kepalanya," imbuhnya.
Prof Budi Santosa Purwokartiko dianggap rasis karena menyinggung 'manusia gurun' di status media sosialnya saat menceritakan pengalaman sebagai pewawancara mahasiswi calon penerima beasiswa LPDP. Dia menegaskan tidak berniat merendahkan wanita yang berhijab.
"Itu adalah opini pribadi saya ya, tidak sebagai rektor. Maksud saya tidak ingin merendahkan orang yang pakai jilbab atau diskriminasi tidak ada maksud itu. Saya hanya bercerita saja kebetulan kok ke-12-nya (mahasiswi) itu nggak pakai kerudung," jelas Prof Budi Santoso beberapa waktu yang lalu.
Budi lantas menjelaskan awal mula celotehan yang membuat jagat maya heboh. Saat ia melakukan wawancara calon peserta student mobility. Menurut Budi, respons atas statusnya tersebut merupakan kesalahpahaman. Dia tak bermaksud menjelek-jelekkan wanita yang mengenakan kerudung atau jilbab.
"Mereka itu sangat salah paham. Saya menggunakan (kalimat) yang jadi masalah kan, mereka tidak ada yang pakai kerudung ala manusia gurun kan ya? Jadi maksud saya tidak seperti orang-orang yang pakai tutup-tutup, kayak orang Timur Tengah yang banyak, pasir, angin, panas gitu ya," kata Budi.
Selain itu, menurut Prof Budi Santoso, statusnya yang menjadi heboh adalah konsekuensi bahasa yang ia tuliskan. Tulisan itu dianggap Budi dijadikan alat beberapa oknum memvonis jika tulisannya itu menjatuhkan wanita yang mengenakan kerudung.
Selain itu, menurut Prof Budi Santoso, statusnya yang menjadi heboh adalah konsekuensi bahasa yang ia tuliskan. Tulisan itu dianggap Budi dijadikan alat beberapa oknum memvonis jika tulisannya itu menjatuhkan wanita yang mengenakan kerudung.
Tokoh dan Akademisi Buka Suara
Tak sedikit tokoh dan akademisi yang ikut buka suara terkait kasus Budi Santosa.
Ketika imbas tulisan melebar, pihak kontra beranggapan status guru besar tak layak dilekatkan pada sang rektor, sebab dia dinilai telah melanggar hal paling standar dalam moral.
Publik sepakat, mengaminkan bahwa kesalahan Budi terbilang fatal lantaran menyangkut masa depan peserta didik.
Baca juga: Dukung Rektor ITK, Habib Kribo: Al-Qur'an Hanya 1 Persen Bicara Ibadah, 99 Persen Tentang Duniawi
Yang lebih gila lagi nanti akan terjadi penipuan bahasa tubuh. Bisa jadi nanti ketika ada yang hendak wawancara dengan profesor itu, dia buka jilbabnya dulu supaya dapat poin tinggi, ujar pengamat politik, Rocky Gerung dalam tanggapannya, dikutip Optika.id dari channel YouTube-nya Rocky Gerung Official, Sabtu (7/5/2022).
Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Cholil Nafis turut menilai tindakan pemerintah terhadap Rektor Institut Teknologi Kalimantan (ITK) Budi Santosa Purwokartiko sudah baik. Tetapi sanksi itu dianggapya belum cukup untuk menghentikan laju rasisme yang belakangan terus meningkat.
Lewat cuitan di akun Twitter, Cholil Nafis menyarankan pemerintah mengambil tindakan yang lebih tegas dengan memberhentikan Budi Santosa dari jabatannya sebagai rektor ITK .
Terima kasih @kemenpendidikan tlh Memecatnya sbg reviewer LPDP, tapi lebih memberi aspek jera dan antisipasi kaum rasis di Indonesia baiknya sekalian diberhentikan dari jabatan rektor @universitastik. Jangan beri lewat orang yg rasis, apalg kaum terdidik, tulis Choil Nafis, Sabtu (7/5/2022).
Pernyataan ini disampaikan Cholil Nafis menanggapi pernyataan Kemendikbudristek soal evaluasi dan rencana untuk mencopot Budi Santosa dari posisi sebagai reviewer program LPDP. Budi dianggap melanggar kode etik dan pakta integritas sebagai reviewer LPDP.
Menurut Cholil Nafis, Budi Santosa harus diberi tindakan dan pelajaran. Karena menurutnya, gelar rektor yang disandang tidak mencerminkan bagaimana pemimpin instansi pendidikan tinggi.
"Harus diberi tindakan dan diberi pelajaran orang semacam ini. Tak layak dengan gelar akademik guru besar dan penyeleksi beasiswa LPDP yg uangnya berasal dari rakyat. Dia Terjangkit penyakit hasud dan premitif. Seharusnya dibersihkan perguruan tinggi dari orang rasis itu," tulis Cholil Nafis.
Dosen di UIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Indonesia ini juga meminta kampus ITK diselidiki.
"Coba ada yg menyelidiki di kampus itu apakah pengajaran agama dikurangi atau bahkan tak boleh ada kajian agama," katanya.
Menurut Cholil Nafis, Budi Santosa sebaiknya mundur dari jabatannya sebagai rektor kampus ITK.
Baca juga: Sudah 606 Alumni ITS Tandatangani Petisi Ujaran Kebencian Budi Santosa
"Klo tak diakui sebagai rektor begini bagusnya mundur aja dari rektor ya sehingga tak ada keterkaitan antara Prof. Budi dg kampus ITK," tambahnya.
Tak cuma Cholil Nafis, Mantan Sekretaris BUMN Said Didu turut berkomentar terkait pernyataan Rektor ITK Prof Budi Santosa. Said Didu melalui akun twitter pribadinya setuju jika Prof Budi Santosa diberi tindakan tegas.
Komentar ini ditulis Said Didu dengan mengutip tweet Cholil Nafis sebelumnya yang mengomentari postingan viral tersebut.
Menurut Said Didu, rektor ITK berjiwa SARA dan Islamphobia. Dan akan berbahaya jika diberi jabatan karena akan memecah belah bangsa.
"Persoalan ini sangat serius krn seorang rektor ITK berjiwa SARA dan Islamphobia. Jika orang2 seperti mereka diberikan jabatan maka bangsa ini bisa pecah," tulisnya.
Berikut tulisan lengkap Budi Santosa yang dituding rasis:
Saya berkesempatan mewawancara beberapa mahasiswa yang ikut mobilitas mahasiswa ke luar negeri. Program Dikti yang dibiayai LPDP ini banyak mendapat perhatian dari para mahasiswa. Mereka adalah anak-anak pinter yang punya kemampuan luar biasa. Jika diplot dalam distribusi normal, mereka mungkin termasuk 2,5% sisi kanan populasi mahasiswa. Tidak satu pun saya mendapatkan mereka ini hobi demo. Yang ada adalah mahasiswa dengan IP yang luar biasa tinggi di atas 3,5. Bahkan beberapa 3,8 dan 3,9. Bahasa Inggris mereka cas cis cus dengan nilai IELTS 8, 8,5 bahkan 9. Duolingo bisa mencapai 140, 145, bahkan ada yang 150 (padahal syarat minimum 100). Luar biasa. Mereka juga aktif di organisasi kemahasiswaan (profesional), sosial kemasyarakatan dan asisten lab atau asisten dosen. Mereka bicara tentang hal-hal yang membumi; apa cita-citanya, minatnya, usaha2 untuk mendukung cita-citanya, apa kontribusi untuk masyarakat dan bangsanya, nasionalisme dsb. Tidak bicara soal langit atau kehidupan sesudah mati. Pilihan kata-katanya juga jauh dari kata-kata langit: inshaallah, barakallah, syiar, qadarullah, dsb. Generasi ini merupakan bonus demografi yang akan mengisi posisi2 di BUMN, lembaga pemerintah, dunia pendidikan, sektor swasta beberapa tahun mendatang. Dan kebetulan, dari 16 yang saya wawancara, hanya ada 2 cowok dan sisanya cewek. Dari 14, ada 2 tidak hadir. Jadi 12 mahasiswi yang saya wawancarai, tidak satu pun menutup kepala ala manusia gurun. Otaknya benar2 openmind. Mereka mencari Tuhan ke negara2 maju seperti Korea, Eropa barat dan US, bukan ke negara yang orang2nya pandai bercerita karya teknologi.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi