Optika.id - Begandring Soerabaia: Jangan malas dan ragu berbuat baik demi kota Surabaya.
Hari kemenangan atas berbagai godaan sela FXma bulan Ramadhan (Jaya ing Bhaya), yang ditandai dengan hari suci Idul Fitri, telah terlewati. Mereka, orang orang yang berani bertarung melawan godaan dan tantangan bisa disebut Sura ing Bhaya.
Baca juga: Karya HP Berlage: Gedung Singa dan Mijn Indiesche Reis
Jaya ing Bhaya dan Sura ing Bhaya adalah sama sama slogan yang sarat semangat. Secara filosofi formil, Jaya ing Bhaya menjadi semangat pemerintah kota Kediri. Sedangkan Sura ing Bhaya pernah menjadi semangat atau moto pemerintah Kota Surabaya. Sekarang moto, yang sarat semangat dan spirit kota Surabaya itu, tidak ada. Pemerintah kota Surabaya tidak punya moto, semangat dan spirit.
Silakan bertanya secara acak kepada warga kota Surabaya apa moto kota? Mereka kebingungan menjawab.
Silakan bertanya secara acak kepada warga negara Indonesia apa moto negara? Mereka akan menjawab Bhineka Tunggal Eka.
Ya, benar! Bhineka Tunggal Eka, Jaya ing Bhaya dan Sura ing Bhaya adalah moto dan semangat.
Ketika Indonesia punya Bhineka Tunggal Eka, Kota Kediri punya Jaya ing Bhaya, Surabaya sudah kehilangan Sura ing Bhaya.
Surabaya tidak sama dengan Sura ing Bhaya. Indonesia tidak sama dengan Bhineka Tunggal Eka. Kota Kediri tidak sama dengan Jaya ing Bhaya.
Mengapa moto Sura ing Bhaya hilang dari Surabaya? Mungkin Sura ing Bhaya dianggap sama dengan Surabaya, sehingga Sura ing Bhaya dihilangkan dari Surabaya.
Anggapan itu salah besar. Akubatnya, Surabaya menjadi kehilangan arah. Maka, jangan salahkan jika arek arek Suroboyo menggunakan moto Bonek (Bondo Nekad, yang artinya berbekal nekad) sebagai semangat mereka. Kalau ditelaah mendalam, sesungguhnya arti Bonek ini adalah Sura ing Bhaya, berani menghadapi bahaya. Semangat Bonek itu telah ditunjukkan dalam perang Surabaya ketika arek arek Surabaya menghadapi Sekutu pada November 1945.
Karenanya dalam menyambut dan memperingati Hari Jadi Kota Surabaya, semangat Sura ing Bhaya perlu dikembalikan lagi.
Hari Jadi Kota Surabaya
Ketika diketahui bahwa secara akal sehat ada yang kurang atau hilang dari lambang kota Surabaya, maka sepantasnya lambang kota Surabaya ini disempurnakan layaknya lambang lambang daerah dan negara lainnya. Yakni ada nama daerah, lambang daerah dan moto daerah.
Nama pemerintah kota Surabaya adalah SURABAYA. Lambang pemerintah kota Surabaya adalah IKAN HIU dan BUAYA. Sedangkan moto pemerintah kota Surabaya adalah SURA ING BHAYA.
Selain itu dalam rangka menyambut peringatan Hari Jadi Kota Surabaya yang selama ini diperingati pada 31 Mei sejak tahun 1975 berdasarkan Surat Keputusan (SK) Wali kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya no: 64/WK/75 Tentang Penetapan Hari Jadi Kota Surabaya, maka kiranya perlu dicermati dan dikaji ulang apakah benar Hari Jadi Kota Surabaya itu jatuh pada 31 Mei 1293.
Pertanyaan yang sederhana adalah apakah pada tahun itu (1293), lebih dari tujuh abad yang lalu, Surabaya sudah berbentuk kota sehingga dikatakan Hari Jadi Kota Surabaya? Jangan jangan masih merupakan cikal bakal, belum menjadi kota.
Lantas kapan Surabaya hadir dan lahir sebagai kota? Inilah pertanyaan yang harus dijawab.
Kapan Surabaya hadir dan lahir sebagai sebuah kota lengkap yang dengan anatomi sebuah kota seperti: (1) penduduk yang tetap; (2) wilayah yang pasti; (3) pemerintahan; (4) kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan daerah lain.
Apakah pada 31 Mei 1293 tempat dimana bumi dipijak sudah bernama Surabaya? Apa buktinya? Atau jika penamaan itu datang di kemudian hari, kapan itu?
Jika semua pertanyaan itu belum jelas jawabannya, maka penanggalan 31 Mei 1293 sebagai Hari Jadi Kota Surabaya juga belum jelas adanya.
Hari jadi adalah sejarah. Hari Jadi Kota Surabaya adalah sejarah kota Surabaya. Sejarah adalah fakta. Sudahkan sejarah Hari Jadi Kota Surabaya berdasarkan fakta?
Jika penentuan Hari Jadi kota Surabaya yang kemudian ditetapkan oleh Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya dan disyahkan oleh DPRD Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya pada tahun 1975 tidak memiliki dasar dan fakta sejarah yang kuat, maka penetapan itu dapat ditinjau kembali. Apalagi kalau ditemukan data yang lebih kuat dan masuk akal.
Dalam Keputusan DPRD Kotamadya Surabaya tentang Hari Jadi Kota Surabaya, DPRD menetapkan bahwa DPRD menyetujui usul Walikotamadya Kepala Daerah Tingkat II Surabaya untuk menetapkan Hari Jadi Kota Surabaya pada tanggal 31 Mei 1293. Namun bila mana kelak di kemudian hari terdapat kekeliruan di dalam penetapan ini, maka penetapan ini akan ditinjau kembali.
Kemudian pada penjelasan atas SK DPRD itu, khususnya pada bagian kesimpulan butir nomor 4 disebutkan bahwa: mengingat bahwa tanggal yang pasti secara faktuel belum bisa diketemukan, maka perlu dirumuskan bahwa persetujuan Dewan yang telah diberikan diatas, tidak menutup kemungkinan bagi peninjauan kembali Tanggal Hari Jadi Kota Surabaya, bila kelak dikemudian hari diketemukan pembuktian berdasarkan data data Sejarah.
Dua Alternatif: 17 Juli 1358 dan 11 November 1743
Sebenarnya ada alternatif Hari Jadi Kota Surabaya yang dihasilkan oleh Tim Hari Jadi Kota Surabaya yang dibentuk pada 1973, yang salah satu alternatif itu memiliki data kesejarahan yang sangat kuat, jelas dan otentik. Tetapi, alternatif itu tidak dipilih. Yang dipilih adalah 31 Mei 1293.
Baca juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
Alternatif yang paling kuat adalah tanggal 17 Juli 1358 yang data faktual nya adalah prasasti Canggu yang dibuat oleh Raja Hayam Wuruk pada 1358. Prasasti Canggu adalah dokumen otentik yang memuat berbagai informasi mengenai transportasi air di mandala Jawa, khususnya mengenai tambangan (penyeberangan sungai).
[caption id="attachment_24975" align="aligncenter" width="788"] Nama Surabaya dicatat raja Hayam Wuruk karena jasa tambangan. (Nanang for Optika)[/caption]
Pada prasasti ini nama Surabaya tertulis dan tersebut untuk kali pertama. Nama Surabaya tertulis i Curabhaya, yang artinya di Surabaya.
Lantas, apa yang ada di Surabaya? Jawabannya adalah perahu Tambangan yang memberikan jasa penyeberangan sungai.
Atas jasa inilah, Raja Majapahit Hayam Wuruk, mencatat nama Surabaya dalam prasasti yang umum disebut Piagam Penyeberangan (Ferry Charter). Dari prasasti ini dapat diketahui bahwa Surabaya sudah ada pada tahun tersebut (1358), bahwa di Surabaya sudah ada peradaban, bahwa warga Surabaya telah berjasa memberikan layanan penyeberangan. Meski ketika itu Surabaya belum berbentuk kota, tapi sudah terbukti secara faktual dan historis tentang keberadaan Surabaya. Masih belum kota Surabaya.
Kapan Kota Surabaya ada?
Jika mau melihat sejarah dan fakta, maka harus kita abaikan dulu sentimen sentimen yang ada. Misalnya sentimen yang mengkaitkan kaitkan dengan hal hal yang berbau konial. Akibatnya hal yang berbau kolonial tidak dipakai.
Penanggalan yang dianggap berbau kolonial ini adalah 11 November 1743 yaitu ketika penyerahan wilayah sebagian pantai utara Jawa termasuk Madura dari Mataram ke VOC. Dari wilayah yang begitu luas itu, Surabaya dipilih sebagai ibukota wilayah Pantai Utara Jawa. Kala itu Surabaya secara fisik sudah menunjukkan adanya anatomi sebuah kta.
Surabaya sebagai ibu kota Pantai Utara Jawa memiliki batas wilayah. Wilayahnya dibatasi oleh tembok (tembok kota). Penduduknya atau warganya adalah warga Eropa khususnya Belanda. Sistem pemerintahannya juga ada. Surabaya dipimpin oleh seorang Sakeber (Gezaghebber), pejabat VOC yang secara administratif bertanggungjawab ke seorang gubernur yang bertempat di Semarang. Infrastruktur kota juga sudah terbangun seperti kantor pemerintah, gereja, jalan, alun-alun, dan sarana transportasi air.
Nah, dari dua alternatif yang sangat kuat karena memiliki bukti bukti otentik ini, maka sesungguhnya data ini sudah sangat kuat untuk menjawab SK DPRD Kotamadya Daerah Tingkat II Surabaya No: 02/DPRD/Kep./75 tanggal 6 Maret 1975, dimana perlu adanya peninjauan ulang penetapan Hari Jadi Kota Surabaya pada 31 Mei 1293.
Hujung Galuh tidak di Surabaya
Hujung Galuh sudah diidentikkan dengan Surabaya. Bahwa sebelum kota ini bernama Surabaya, namanya diyakini adalah Hujung Galuh. Karenanya nama Hujung Galuh diaktualisasikan menjadi nama sebuah jembatan di atas sungai Kalimas di kawasan Ngagel.
Apalagi dalam buku terbitas Humas Pemerintah Kota Surabaya tahun 1975 yang berjudul Hari jadi Kota Surabaya 682 Tahun Sura ing Baya menceritakan tentang kisah Hujung Galuh sebagai sebuah pelabuhan. Sumber yang dipakai oleh penulis buku adalah prasasti Kamalagyan dari abad XI.
Baca juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
[caption id="attachment_24976" align="aligncenter" width="788"] Kemajuan Kota Surabaya tak lepas dari sungai. (Nanang for Optika)[/caption]
Tersebut bahwa Hujung Galuh berada di bagian hilir sungai atau di sebuah tempat yang berada di utara dari tempat dimana prasasti Kamalagyan berada. Prasasti Kamalagyan berada di Dukuh Kemlagen, Tropodo, Krian. Artinya Hujung Galuh berada di utara Dusun Kemlagen, Krian.
Padahal berdasarkan pembacan prasasti Kamalagyan bahwa Hujung Galuh berada di hulu sungai.
... Kapwa ta sukhamanah nikan maparahu samanghulu manalapbhanda ri hujung Galuh...
Artinya: ... Semuanya bersenang hati orang orang yang berperahu pergi ke hulu mengambil barang dagangan di Hujung Galuh..
Berdasarkan inskripsi dan pembacaan alih bahasanya bahwa orang orang berperahu ke hulu (dari kawasan yang terlanda banjir yaitu desa Kamalagyan dimana prasasti itu berada) menuju Hujung Galuh.
Letaknya hulu sungai adalah di sebelah barat dari lokasi prasasti yang berada di Krian. Berarti letak Hujung Galuh berada di barat Krian. Jadi Hujung Galuh bukan di hilir atau di Timur Laut (Utara + Timur) dari Krian, seperti yang anggapan selama ini.
Pertanyaannya adalah mengapa dalam buku Hari Jadi Kota Surabaya letak Hujung Galuh tertulis berada di hilir sungai. Padahal nyata nyata dalam prasasti tertulis di hulu.
Dimanakah di bagian hulu letak Hujung Galuh? Ini perlu ada kajian sendiri. Tetapi yang jelas Hujung Galuh tidak di Surabaya, yang lokasinya berada di hilir sungai.
Karenanya letak Hujung Galuh menambah catatan sejarah yang perlu diluruskan. Akhirnya ada tiga hal penting tentang sejarah kota Surabaya yang perlu diluruskan. Yaitu tentang moto Surabaya, Hari Jadi Kota, serta letak Hujung Galuh.
Oleh: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi