Optika.id - Adalah pengalaman baru (bagi saya), dalam sebuah proses produksi jurnalistik, bisa tandem dengan senior, pimpinan tertinggi perusahaan media yang pernah menjabat sebagai seorang menteri. Keduanya adalah jurnalis, tapi berangkat dari jaman yang berbeda. Yaitu Dahlan Iskan dan saya.
Dahlan Iskan atau saya biasa memanggilnya Abah dan saya. Dahlan Iskan mulai sebagai calon reporter di sebuah surat kabar kecil di Samarinda, Kalimantan Timur pada tahun 1975. Tahun 1976, ia menjadi wartawan majalah Tempo. Sejak tahun 1982, ia memimpin surat kabar Jawa Pos hingga tahun 2018. Kemudian berlanjut ke DIs Way.
Baca juga: Karya HP Berlage: Gedung Singa dan Mijn Indiesche Reis
DI's WAY merupakan kependekan dari Dahlan Iskan Way. Jika DI's Way dilihat dari pemaknaan bahasa Inggris, makna artinya adalah 'Caranya Dahlan Iskan, yang maksudnya adalah cara Dahlan Iskan dalam menyampaikan pandangan, gagasan, dan pemikirannya lewat tulisan.
Awalnya cara itu berwujud blog pribadi: disway.id. Blog tersebut didirikan pada 2018. Sejak 2018, Dahlan Iskan konsisten menulis tiap hari di disway.id. Sejak 9 Februari 2019, disway.id dikelola manajemen DBL Indonesia.
Pada 4 Juli 2020, Dahlan Iskan mendirikan Harian Disway. Sebuah media baru berbentuk print media. Penerbitan Harian Disway adalah hasil pemikiran Dahlan Iskan selama lockdown pandemi.
Sementara saya memulai menitih karir di dunia media pada 1997, yang bergabung dengan TVRI Surabaya (1997-1999), lalu magang di BBC di kota Nottingham ketika menjadi mahasiswa di Nottingham Trent University, Inggris (1999-2000) dan sepulang dari Inggris bergabung dengan Jawa Pos Media Television atau JTV (2001-2021). Tahun 2022 bersama komunitas sejarah Begandring Soerabaia membuat Begandring.com.
Jurnalis beda jaman ini bertemu lagi melalui isu yang sama, yakni kisah surat cinta Presiden Pertama Indonesia Bung Karno dan istrinya yang ke-6, Hariyatie.
Awalnya saya menulis melalui blog Begandring.com, sebuah blog yang didirikan oleh komunitas sejarah di Surabaya yang bernama Begandring Soerabaia.
Blog Begandring.com ini adalah salah satu sarana yang digunakan oleh Begandring Soerabaia untuk menyampaikan pesan, gagasan, pandangan, dan pemikirannya tentang sejarah dan budaya lewat tulisan. Sarana lainnya adalah diskusi, pembuatan content video dan program jelajah sejarah Subtrack (Surabaya Urban Track).
Melalui Begandring.com inilah Dahlan Iskan membaca kisah surat surat cinta Bung Karno kepada Hariyatie. Abah Dahlan Iskan kepincut, tertarik. Entah apa yang membuat Dahlan Iskan, mantan Menteri BUMN ini, tertarik dengan tulisan di Begandring.com. Nanti akan ada tulisan saya tentang topik itu. Nantikan.
Dari ketertarikan itu, Dahlan Iskan menulis di DI's Way dengan judul Surat Cinta pada penerbitan Rabo, 22 Juni 2022. Ketika Dahlan Iskan akan menulis, tentu tidak berawal dengan kepala kosong. Adalah yang namanya background of knowledge atas materi itu yang dimiliki Dahlan Iskan. Entah karena sebelumnya Dahlan Iskan pernah tau siapa itu Hariyatie, lalu ingin tau lebih dari itu, maka ia pun menghubungi saya.
Baca juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
[caption id="attachment_30121" align="aligncenter" width="774"] Surat cinta Bung Karno untuk Hariyatie[/caption]
Menghubungi nya lewat pesan WA yang dikirim pada Minggu dini hari, pk. 03.00, 19 Juni 2022. Tidak sekali itu saja Dahlan Iskan kirim pesan WA, tapi bertubi tubi sejak Minggu hingga Selasa, 21 Juni 2022. Waktunya sporadis. Ada di waktu pagi, siang, sore, malam, hingga menjelang pagi, dan pagi sekali pk 03.00. Ini semua pertanda ketertarikan Dahlan Iskan pada topik itu.
Saya pun membantu di tempat tempat yang terpisah dari dimana Dahlan Iskan menulis. Entah apakah Abah Dahlan Iskan ini menulis di kantor, di rumah atau bahkan di jalan. Tapi yang jelas ketika Abah Dahlan menulis, saya berada di tempat tempat yang berbeda dan terpisah dari Dahlan Iskan. Saya berada di jalan Cipunegara, di rumahnya nara sumber yang tidak lain adalah keponakan Hariyatie, Enny Wishnu Wardhani, yang pernah diambil sebagai anak mupu (anak angkat dari lingkungan keluarga sendiri). Di rumah anak angkatnya Hariyatie inilah tersimpan surat surat asli Bung Karno kepada Hariyatie termasuk foto foto keluarga yang belum pernah dipublikasikan.
Di rumah itulah saya menggali kisah Hariyatie. Saya bertemu langsung dengan keponakan Hariyatie dan sekaligus anak angkat Hariyatie. Sambil gali data, saat itu pula saya tulis hasil penelusuran itu dan mengirimkannya ke Abah Dahlan Iskan di tempat yang berbeda.
Tidak cuma di Cipunegara saya gali data, tetapi juga ke sebuah rumah di jalan Comal Surabaya, yang diduga atas pembelian Bung Karno untuk keluarga Hariyatie. Di rumah keluarga inilah Bung Karno menginap bila ada kunjungan ke Surabaya yang bersifat pribadi, bukan dalam urusan dan kunjungan dinas. Ketika ada kunjungan pribadi dan menginap di jalan Comal, di kesempatan itulah Hariyatie bersilaturahmi dengan keluarga. Salah satu yang dikunjungi adalah keponakannya, Enny Wishnu Wardhani yang tinggal di jalan Cipunegara.
Kini rumah di jalan Comal Surabaya itu kosong. Kesan bangunan lama peninggalan dari era kolonial masih kentara. Kata seorang pemilik warung yang ada diseberang jalan, sebelum kosong pernah ditempati sebagai kantor surveyor. Lokasi ini strategis. Berada di kawasan elit kota Surabaya, di daerah Darmo. Kawasan hunian orang-orang kaya. Tidak hanya sekarang, tapi juga ketika di era kolonial. Kawasan Darmo adalah salah satu kawasan elit di kota Surabaya. Tidak sembarangan orang dapat memiliki aset di sini, apalagi jaman dulu. Maka wajar jika seorang presiden memiliki aset di kawasan ini.
Baca juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
Di balik proses penulisan Surat Cinta oleh Dahlan Iskan inilah, saya menelusuri jejak Bung Karno di Surabaya, khususnya terkait dengan bukti bukti kisah cintanya ke Hariyatie, yang asli arek Surabaya.
Di balik Surat Cinta Bung Karno, disana berkolaborasi Dahlan Iskan dan saya. Di balik Surat Cinta Dahlan Iskan (tulisan Dahlan Iskan yang berjudul Surat Cinta) terkuaklah riwayat Bung Karno di Surabaya. Di balik Surat Cinta Bung Karno, Dahlan Iskan menulis.
Oleh: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi