Optika.id - Penanganan perkara tindak pidana narkotika di negeri ini, khususnya pada kasus penyalahgunaan narkotika harus didorong untuk mengedepankan rehabilitasi. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk memulihkan keadaan korban penyalahgunaan narkotika agar dapat kembali seperti semula.
Usulan rehabilitasi tersebut direkomendasikan oleh Tim Asesmen Terpadu (TAT). Hal tersebut dikatakan oleh Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan HAM Kemenko Polhukam, Sugeng Purnomo, sehingga perkara narkotika tidak dilanjutkan sampai persidangan.
Baca juga: Dibalik Alasan Pelaku Anak Lakukan Kekerasan
Meskipun demikian, pihaknya tetap menyarankan jika rekomendasi dari TAT ini lebih baiknya disertai dengan penunjukan tempat rehabilitasi kepada majelis hakim.
"Rekomendasi tim asesmen terpadu (TAT) yang berisi rehabilitasi pelaku tindak pidana narkotika, hendaknya disertai penunjukan tempat rehabilitasi, sehingga aparat penegak hukum tidak kebingungan ini mau diapain," ujar Sugeng dalam forum diseminasi penelitian bertajuk Disparitas dan Kebijakan Penanganan Perkara Tindak Pidana Narkotika di Indonesia yang digelar daring, Rabu (29/6).
Sugeng juga mekankan jika nampak ada perbedaan kondisi kesenjangan yang berupa tidak semua daerah dilengkapi sarana rehabilitasi yang sama. Oleh sebab itu, pihaknya meminta perlunya ada kejelasan agar tidak menimbulkan masalah yang baru.
Tak hanya Sugeng, Guru Besar Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Harkristuti Harkrisnowo menilai jika penerapan rehabilitasi bagi pengguna narkotika perlu dibarengi dengan tersedianya fasilitas yang memadai.
"Apabila direkomendasikan rehabilitasi, harus ada fasilitas yang memadai baik secara kualitas dan kuantitas untuk melakukannya," ujar Harkristuti pada kesempatan yang sama.
Di sisi lain, ujar Harkristuti, para aparat penegak hukum harus paham mengenai ketentuan hukum soal tindak pidana narkotika, termasuk penting memahami manfaat rehabilitasi bagi korban penyalahgunaan narkotika. Hal ini dilakukan guna menghindari pemahaman yang berbeda dan salah soal menindak perkara pidana narkotika.
"Tidak kalah pentingnya adalah menyelenggarakan pelatihan bagi aparat penegak hukum, jadi setiap lembaga melakukan pelatihan untuk memahami makna dalam pasal-pasal sehingga tidak ada miskomunikasi, mispersepsi, atau misinterpretasi, semua pandangannya sama," ujar Harkristuti.
Baca juga: Ternyata Ini Cara Fredy Pratama Cuci Uang Hasil Narkoba
Lebih lanjut, pihaknya juga merekomendasikan tentang pendekatan terkait penanganan perkara tindak pidana narkotika. Di antara pendekatan yang direkomendasikan olehnya ialah pendekatan hukum pidana, pendekatan terintegrasi (integrated approach), atau pendekatan kesehatan masyarakat (public health).
Harkristuti menjelaskan terkait pendekatan terintegrasi dilakukan jika pendekatan ini menitikberakan pada peran dari orang yang terlibat dalam tindak pidana narkotika. Salah satunya, dia mencontohkan, sebagai bandar atau pengguna yang diterapkan pendekatan berbeda dalam penanganannya.
"Kalau untuk tindak pidana yang benar-benar merupakan tindak pidana serius itu, seperti kurir, bandar, produsen, kita memakai pendekatan hukum pidana. Tapi kalau dengan pengguna kita pakai public health approach," ujar Harkristuti.
Pihaknya menyebut, dalam pendekatan kesehatan masyarakat dikedepankan jaminan kesehatan baik secara fisik maupun nonfisik yang dijamin oleh negara.
Baca juga: Anak Lakukan Tindak Kriminal, Benarkah dari Pola Asuh?
"Yang diutamakan dalam public health approach adalah bagaimana negara menjamin kesehatan masyarakat. Kesehatan itu tidak hanya fisik, tapi juga nonfisik," tuturnya.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi