Optika.id - Pakar spesialis forensik dan medikolegal, Agus Purwadianto mengatakan jika peran kedokteran forensik krusial dalam proses penegakan hukum di Tanah Air.
Tugas ahli forensik membantu penyidik, dari awal mula penyidikan hingga proses pidana, urai Agus, dikutip dari Antara di Jakarta, Jumat (22/7/2022).
Baca juga: Dibalik Alasan Pelaku Anak Lakukan Kekerasan
Agus menjelaskan jika salah satu dari lima cabang spesialis kedokteran tersebut yakni ilmu kedokteran forensik. Kedokteran forensik pun merupakan sahabat pengadilan atau dikenal dengan amicus curiae.
Metodologi kedokteran forensik pada prinsipnya menjalankan suatu tugas prosedur ilmiah, mengolah fakta sampai memproduksi suatu alat bukti untuk nantinya menjadi bukti-bukti yang akan disampaikan di pengadilan, kata dia.
Agus memaparkan, prosedur ilmu kedokteran forensik di Indonesia dan berbagai negara hampir sama karena merupakan salah satu rangkaian proses ilmiah. Akan tetapi, yang membedakannya ialah kedokteran forensik di Indonesia tidak melakukan terapi dan tidak mengobati.
Setelah didiagnosis penyebab daripada penyakit, dokter forensik akan menyimpulkan atau membuat deskripsi terkait luka, penyakit ataupun kematian, ulas Agus.
Dia mencontohkan terjadinya peristiwa bencana atau kecelakaan transportasi yang pada umumnya sudah diketahui penyebabnya. Tim forensik dalam hal ini bertugas mengidentifikasi para korban yang tak kunjung diketahui identitasnya.
Baca juga: Anak Lakukan Tindak Kriminal, Benarkah dari Pola Asuh?
Dalam ilmu forensik, sambung Agus, biasanya semakin baik kondisi jasad maka hasil pembuktian forensik makin maksimal. Begitu pun sebaliknya, apabila kondisi tubuh tidak baik, misalnya jasad terbakar atau tidak dalam keadaan baik, maka nilainya akan berkurang.
Di satu sisi, penyidik dalam sistematika visum juga bisa meminta bantuan kepada ahli forensik dari segi keahlian untuk mengetahui kasus ini terjadi tindak pidana ataukah tidak. Kemudian, berdasarkan data dari penyidik, mereka biasanya akan memerintahkan kepada ahli forensik, jika masih hidup maka akan dicek luka-lukanya. Sebaliknya, jika sudah meninggal maka akan dilakukan proses otopsi.
Terkait autopsi ulang, dia memaparkan, adalah proses pembuktian akhir untuk memastikan sebab suatu kematian. Sehingga, autopsi ulang dilakukan berdasarkan masalah hukumnya. Serta, bisa dilakukan tapi nilai dari hasil autopsi tersebut akan berkurang.
Idealnya forensik untuk menyelesaikan suatu kasus jika kasus itu jelas seperti pembunuhan yang digorok lehernya, itu langsung bisa kami membuat suatu kesimpulan. Visum itu dibuat berdasarkan sumpah, jadi kami menggunakan hati nurani, untuk memberikan hasil yang terbaik sesuai dengan persatuan forensik Indonesia," kata dia.
Reporter: Uswatun Hasanah
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi