Optika.id - Tingginya harga telur ayam berdampak bagi semua kalangan. Mulai pengusaha rumah makan Padang (Nasi Padang), penjual cilor (aci telur) sampai ibu rumah tangga (IRT) sama-sama sambat (mengeluh)! Tak terkecuali rumah makan padang yang menyajikan telur sebagai salah satu menu makanan.
Defi Mulyadi, pemilik rumah makan Padang di kawasan Bungurasih, Waru, Sidoarjo mengaku dilema akibat harga telur tinggi. Dia menyebut ongkos produksinya naik namun tak berani menaikkan harga dagangan.
Meski telur bukan menjadi menu utama, tingginya harga telur tetap mempengaruhi penjualannya.
"Sebenarnya telur bukan menu utama, kan konsumen nyarinya daging-dagingan sama ikan. Tapi kalau harga telur tinggi yang pasti tetap ngaruh, untung kita ngurang. Kan kita nggak naikin harga," katanya ketika ditemui di warungnya, Kamis (1/9/2022).
Defi mengaku tak berani menaikkan harga dagangannya karena khawatir konsumen akan berkurang. Oleh karena itu ia memilih labanya berkurang asalkan konsumen tetap membeli makan di tempatnya.
Menyikapi tingginya harga telur, Defi mengaku tak ingin dipusingkan. Untuk telur dadar misalnya, ia mengakalinya dengan memperbanyak adonan tambahan sehingga ukuran telur dadar tidak berkurang, meski porsi telurnya sendiri berkurang.
Sementara untuk telur bulat, ukuran bisa jadi mengecil karena pihaknya lebih memilih telur yang lebih kecil agar jumlahnya tak banyak berkurang meski dibeli dengan harga mahal.
"Kalau telur sebenarnya nggak terlalu diperjuangin, tapi yang tetap harus ada, kan buat pelengkap. Kalau sekarang harga telur mahal, ya kita tambahin adonannya kayak bawang daun. Atau beli telurnya lebih pilih-pilih yang agak kecilan," ungkapnya.
Alumnus Universitas Andalas, Sumatera Barat ini mengatakan harga telur ayam sudah tinggi lebih dari satu bulan. Harga telur bahkan naik lagi setelah hari kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 2022. Menurutnya harga telur di pasaran kini berkisar Rp 30.000-Rp 32.000.
Meski profitnya berkurang, namun Defi mengatakan jika jumlahnya tidak begitu besar. Tetapi ia berharap pemerintah dapat segera menstabilkan harga telur ayam serta harga pangan lainnya.
"Kalau bisa pemerintah cepet-cepet stabilin harga telur. Bukan cuma telur, cabai juga masih mahal kan," tukasnya.
Harga Masih Tinggi
Berdasarkan pantauan Optika.id, harga telur ayam di pasaran masih terpantau tinggi. Harga telur bahkan mencatatkan angka tertingginya dalam lima tahun terakhir, yaitu mencapai Rp 33 ribu. Seperti yang ditemukan Optika.id di pasar Wadung Asri, Waru, Sidoarjo, Kamis (1/9/2022).
Tingginya harga telur berdampak kepada masyarakat, terutama penjual makanan yang menggunakan telur sebagai bahan baku. Misalnya, penjual jajanan telur gulung hingga penjual milor atau atau mie telur.
Somad, penjual telur gulung mengaku rela laba bersihnya berkurang akibat harga telur yang tinggi. Dari yang sebelumnya bisa mendapat laba bersih sekitar Rp 100 ribu, kini ia hanya mendapat Rp 50 ribu - Rp 70 ribu.
"Sebenarnya tergantung penjualan, cuma hitung-hitungannya kalau dulu bisa bawa pulang bersih Rp 100 ribu, paling sekarang cuma Rp 50 ribu - Rp 70 ribu," katanya pada Optika.id, Kamis (1/9/2022).
Meski merasa pusing, Somad yang biasa mangkal (berjualan) di sekitar SD Safinatul Huda (Safinda), Rungkut Tengah, Surabaya ini mengaku tak berani menaikkan harga atau mengurangi porsi ukuran. Pria asli Madura ini takut pelanggannya berkurang dan membuat omzetnya makin turun.
Senada, Slamet penjual milor di sekitar Rungkut Tengah juga mengaku dipusingkan dengan tingginya harga telur. Harga telur yang tinggi membuat ongkos produksinya naik cukup besar.
"Kerasa banget dampaknya (harga telur naik). Dulu yang biasa Rp 40 ribu cukup buat modal beli telur, sekarang Rp 60 ribu aja masih kurang," katanya.
Dia menyebut tingginya harga telur terjadi hampir dua bulan. Kini ia hanya bisa pasrah dan tidak berani menaikkan harga jajanan.
"Dulu minyak yang mahal, sekarang telur, ada yang Rp 30 ribu, Rp 31 ribu, sampai Rp 33 ribu. Ini udah hampir dua bulanan kaya gini. Mau naikkan harga juga nggak berani, kasihan juga kan yang beli anak-anak sekolah," katanya.
Pria asli Mojokerto ini mengaku laba bersihnya berkurang semenjak harga telur naik. Ia pun berharap pemerintah dapat segera menstabilkan harga telur.
Hal yang sama juga dirasakan, Erna seorang Ibu Rumah Tangga. Menurutnya dampak kenaikan telor membuat dirinya sekarang menjadi vegetarian. "Ya gara-gara telor naik sekarang hikmahnya jadi vegetarian mas, makan nasi sayur sama tahu tempe," sindirnya.
Erna mengaku heran harga telur sampai detik ini masih bertahan di Rp 33 ribu per kilogram.
"Kayak nggak mau turun ya harganya, pusing saya, mana isu BBM sama gas elpiji 3 kg naik lagi mas, mau sambat ke siapa coba?" tukas ibu beranak 3 ini pada Optika.id, Kamis (1/9/2022).
Minta Zulhas Turun Tangan
Sebelumnya, anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Gerindra Andre Rosiade menyoroti harga telur ayam ras yang terus melangit.
Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), harga rata-rata telur ayam nasional saat ini mencapai Rp31.550 per kg. Harga tertinggi dilaporkan terjadi di Papua dengan Rp40.200 per kilogram.
Andre meminta Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan segera turun tangan menyelesaikan persoalan harga telur. Dia meminta urusan ini dipercepat melihat banyak pedagang UMKM yang terbebani.
"Karena di berbagai media saya baca pedagang warteg sudah teriak Rp 33 ribu per kilogram itu di Jakarta. Apalagi di Papua itu sudah Rp 40 ribu per kilogram, harus ada solusi cepat," kata Andre saat Rapat Kerja Komisi VI DPR RI bersama Menteri Perdagangan, Selasa (30/8/2022).
Dia mengimbau Menteri Perdagangan berkoordinasi dengan Kementerian BUMN untuk mengerahkan BUMN pangan melakukan operasi pasar.
"Jangan sampai konsumen teriak harga telur kemahalan, tapi perhatikan juga nasib peternak jangan sampai kerendahan harganya," katanya.
Menanggapi pernyataan Andre, Mendag Zulkifli Hasan (Zulhas) menjelaskan, kenaikan harga telur saat ini memang cukup signifikan. Hal yang terdongkrak kenaikan permintaan musiman, salah satunya saat perayaan kemerdekaan.
Menurut Mendag, harga normal telur itu seharusnya Rp 27.000-29.000 per kg, karena modalnya Rp 24.000 per kg.
"Telur ayam naik signifikan dibandingkan bulan lalu, per 26 Agustus sudah naik 6,83% menjadi Rp 31.300 per kilogram, karena permintaan seasonal akibat perayaan kemerdekaan Agustus," katanya.
Zulhas tetap berpandangan jika bantuan sosial (bansos) merupakan salah satu penyebab tingginya harga telur ayam. Padahal, hal tersebut telah dibantah Menteri Sosial Tri Rismaharini.
Zulhas menyebut, ada 3 penyebab harga telur naik. Pertama, hal itu terjadi karena pada 2021 harga telur ayam turun sampai Rp 14.000/kg. Oleh karena itu, peternak melakukan pengurangan induk atau afkir dini sehingga pasokan telur berkurang.
"Memang kenaikan itu, satu, dampak dari pada tahun 2021 telur itu waktu itu sampai Rp 14.000 kita masih pandemi. Rp 14.000 itu rugi karena ongkosnya telur itu Rp 24.000. Oleh karena itu pada waktu itu terjadi apa yang kita sebut afkir dini. Induknya dipotong dijadikan ayam potong dampaknya tentu sekarang," katanya dalam rapat kerja di Komisi VI DPR RI, Jakarta, Selasa (30/8/2022).
Kedua, penyebab harga telur naik adalah bansos. Memang, hal tersebut dibantah Menteri Sosial Tri Rismaharini, tapi Zulhas mengatakan bantuan yang diberikan pemerintah ke daerah dijadikan dalam bentuk pangan termasuk telur ayam.
"Kedua kenaikan itu memang Mensos tidak membeli telur, tidak, tapi memberikan bantuan kepada daerah, daerah dan dijadikan itu bantuan dalam bentuk pangan. Dan itu rupanya kesepakatan Kementerian Perdagangan dan Mensos dulu," katanya.
"Karena telur dulu tuh nggak laku. Kebijakan ini diteruskan walaupun zaman sudah berbeda. PKH-PKH bantuannya dibelikan pangan antara lain telur. Dan ini rapel 3 bulan sehingga dalam waktu 5 hari jadi banyak kesedot akhirnya pasokan pasar kurang sedikit maka harga menjadi naik," sambungnya.
Ketiga, penyebab naiknya harga telur ayam adalah pulihnya ekonomi yang memicu permintaan. "Ini juga mengakibatkan permintaan naik," tambahnya.
Bansos sebagai penyebab harga telur naik sebelumnya dibantah Risma. Dia mengatakan, pihaknya tak memiliki program penyaluran dalam bentuk beras maupun telur.
"Jadi dulu telur harganya jatuh, kami yang salah karena kami nggak membeli, didemo industri peternak ayam, kenapa nggak mau beli Kemensos. Tapi bukan itu jawabannya. Jawabannya adalah, jadi sebenarnya kami nggak ada program dalam bentuk Natura baik beras maupun telur itu nggak ada, kami memberikannya lewat bank, mosok bank mau ngasih beras. Jadi kami kasih uang ke bank," kata Risma saat menghadiri peluncuran program layanan kesehatan untuk 435 desa di Kantor PDIP Kabupaten Bogor, Kamis (25/8/2022).
Risma menyerahkan masyarakat terkait penggunaan bantuan sosial itu. Dalam hal ini, Risma menegaskan pihaknya tidak memberikan aturan pembelian produk di masyarakat.
"Nah, di masyarakat terserah, tapi yang jelas itu untuk kebutuhan nutrisi, untuk kebutuhan hidup, mereka boleh pilih, kami tidak memaksanya telur. Salah. Jadi boleh ikan, daging, telur. Jadi kalau (harga telur) naik, kami juga nggak tahu. Kalau ternyata penerima bansos itu membeli telur, ya kami nggak tahu, karena nutrisi itu bukan hanya telur," ungkap Risma.
"Jadi kalau (harga telur) turun, saya disalahkan, kenapa enggak beli telur kami. Kalau naik kami disalahkan karena membelinya. Tapi saya nggak komentari itu ya. Tapi yang jelas kami bantunya dalam bentuk tunai. Program apa pun itu kami lewat cash, kecuali lewat PT Pos, kecuali yang lansia yang dia ngambil bank. Kami punya datanya," pungkasnya.
Reporter: Pahlevi
Editor: Aribowo
Editor : Pahlevi