[caption id="attachment_34017" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Nanang Purwono[/caption]
Optika.id - Kekayaan nasional berangkat dari kekayaan lokal. Tapi, aset yang berskala nasional seolah dipandang lebih superior dari yang bersifat lokal. Seseorang boleh boleh saja mengenal sesuatu yang bersifat nasional, tapi mereka sudah saatnya didorong untuk lebih mengenal apa yang ada di lingkungannya.
Baca juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
Aset ini adalah sejarah. Sejarah adalah penting karena sejarah bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi. Yaitu inspirasi untuk meraih masa depan. Banyak peristiwa-peristiwa dalam sejarah yang dapat dijadikan pelajaran untuk mengambil keputusan di masa depan.
Sejarah bukan sekedar media untuk melihat masa lalu yang bersifat kelangenan. Tapi sejarah bisa menjadi pijakan untuk menatap masa depan. Dengan sejarah, seseorang akan mengenal arah ke masa depan.
Setiap bangsa pasti menuliskan sejarahnya, sebagai perwujudan dari identitas diri yang sarat dengan berbagai dinamika dalam mendirikan maupun membangun bangsa yang bersangkutan, maka sejarah nasional menjadi sangat penting sebagai identitas kebangsaan.
Meskipun begitu, dalam perjalanan waktu, kemudian disadari bahwa kecenderungan penulisan sejarah yang nasional sentris ternyata berpotensi mengabaikan realitas dinamika sosial yang majemuk, yang ada di masing-masing bagian wilayah (daerah) Indonesia yang bersifat lokal dan kedaerahan.
Dikhawatirkan seseorang tidak akan bangga dengan daerahya, di bumi yang ia pijak dan dilahirkan. Padahal ada peristiwa penting di daerah itu. Dari alasan inilah, kiranya perlu ada dorongan untuk menggali sejarah lokal dan mendokumentasikan melalui karya tulis atau menulis sejarah lokal.
Untuk lingkup daerah (lokal) misalnya penulisan sejarah lokal dapat dimanfaatkan antara lain sebagai sumber kreativitas atau pandangan optimis masyarakat lokal, muatan lokal (mulok) kurikulum sekolah, dan media untuk membangkitkan pembangunan daerah.
Karenanya, sejarah lokal memiliki potensi penting karena hanya dengan sejarahlah kepribadian daerah dapat ditemukan. Oleh karena itu, betapa pentingnya penulisan sejarah daerah (lokal) dalam rangka ikut memberikan sumbangan untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi oleh daerah.
Pelatihan Penulisan Sejarah Lokal
Agar seseorang bisa menulis sejarah lokal, Universitas Negeri Surabaya (UNESA) menggelar Pelatihan Penulisan Sejarah Lokal untuk guru guru sejarah tingkat SMA, SMK, MA se Jawa Timur. Kegiatan ini digelar dalam 4 kali pertemuan pada 10, 11, 17 dan 18 September 2022. Ada lima pembicara dalam pelatihan yang digelar secara hybrid ini. Yaitu Dr. Agus Suprijono, M.Si., Drs. Sumarno, M.Hum., Dr. Wisnu, M.Hum., Drs. Antono, M.Hum. dan Eko Satria H, S.Hum., MA.
[caption id="attachment_44411" align="aligncenter" width="788"] Suasana pelatihan penulisan sejarah lokal di UNESA.[/caption]
Selama ini disadari bahwa penulisan sejarah lokal, utamanya di lingkungan perguran tinggi, memang sudah mulai dilakukan, namun sayangnya umumnya masih dalam bentuk laporan penelitian dosen, dan penelitian mahasiswa yang meliputi: sekripsi, tesis, maupun disertasi.
Sebagain besar hasil penulisan itu masih tersimpan di perpustakaan masing-masing perguruang tinggi yang bersangkutan dan jarang yang kemudian diterbitkan agar hasil penelitian tersebut dapat dibaca secara luas oleh siapa saja.
Sementara di lingkungan persekolahan misalnya SMA, SMK dan MA dalam proses pembelajaran sejarah, penggunaan sumber belajar masih terbatas pada penggunaan buku teks, baik oleh guru maupun siswa, bahkan sebagai satu-satunya yang dipandang paling tepat dapat memenuhi tuntutan kurikulum. Masih jarang dijumpai adanya tulisan tentang sejarah lokal (dari sumber lokal) yang disusun sebagai bahan bacaan bagi siswa setempat.
Dalam pelatihan Penulisan Sejarah Lokal inilah guru guru sekolah diharapkan dapat menulis sejarah berdasarkan sumber sumber lokal yang ada, yang selama ini tidak pernah diangkat. Menurut Dr. Sumarno, salah satu pembicara dalam pelatihan itu, ada 4 klasifikasi sumber sumber sejarah lokal.
Pertama, jejak material seperti artefak dan benda benda yang dianggap memiliki nilai sejarah; kedua, jejak non material seperti cerita, dongeng, adat, tradisi, ritual dan teknologi; ketiga, jejak tertulis seperti naskah, manuskrip, prasasti; dan keempat, representasional seperti potret, lukisan dan litografi.
Sebenarnya cerita cerita lokal (tak benda) dan benda atau artefak dapat ditemui di suatu tempat yang dimaksud dengan lokal. Diungkap dalam pelatihan, yang dimaksud lokal adalah meliputi lingkup desa (kelurahan), kecamatan, kota atau kabupaten. Bahkan bisa berupa unit keluarga jika di dalam keluarga itu memiliki potensi kesejarahan.
Sebagai sebuah contoh sejarah lokal dari lingkungan sekolahan seperti di sekolah SDN Alun Alun Cobton I 87 Surabaya. Di sana terdapat gedung sekolah dari awal abag 19 dimana orang tua Soekarno, Raden Soekeni Sosrodihardjo, mengajar. Di gedung sekolah ini masih tersimpan seperangkat bangku bangku kuno, papan tulis kuno, buku buku induk sekolah dan lebih dari itu adalah nilai dimana Soekeni pernah mengajar.
Baca juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
Cerita dan kisah sekolah ini baik dari sisi sumber material dan non material sudah layak digali, ditulis dan bahkan dijadikan materi pembelajaran muatan lokal. Karena nilainya yang besar, maka meteri pembelajaran ini tidak selokal sekolah itu sendiri, tapi bisa dijadikan lokal setingkat kota Surabaya.
Dalam kasus potensi muatan lokal (mulok) di SDN Alun Alun Contong I-87 Surabaya ini, kiranya seorang guru tidak akan bisa memberikan materi pengajaran kepada siswa secara formal melalui kurikulum sekola jika dinas terkait, Dispendik kurang mendukung. Kenyataannya potensi sejarah lokal di SD ini tidak bisa berjalan karena kurang di dukung oleh dinas terkait. Artinya, untuk mendukung pelaksanaan kegiatan penulisan dan pemanfaatan hasil penulisan melalui kurikulum formal.
Sejarah harus ditulis untuk menjadikan kebakuan dan agar tidak menguap. Penulisan sejarah harus menerus dan berkelanjutan, khususnya, jika ditemukan temuan baru atas sejarah yang sudah ada sebelumnya.
Sejarah itu dinamis dan senantiasa mengikuti perkembangan jaman. Dengan melalui penulisan oleh berbagai pihak dan pada khusuanya oleh guru guru sejarah, maka hasil temuan lapangan bisa langsung diajarkan ke siswa siswanya. Guru sejarah harus aktif, tidak sekedar menggunakan buku buku acuan atau pelajaran sejarah yang sudah ada. Apalagi era sekarang adalah era Merdeka Belajar.
Komunitas komunitas sejarah di Surabaya seperti Begandring Soerabaia, Roodebrug Soerabaia, Sjarikat Poesaka Soerabaia dan Old Soerabaia Hunter adalah komunitas mandiri yang turut menggali potensi sejarah lokal di berbagai perkampungan di Surabaya yang jauh dan luput dari perhatian publik. Potensi itu adalah potensi lokal yang dapat digunakan sebagai pembelajaran muatan lokal.
Topik topik yang bisa diangkat dalam penulisan sejarah lokal pun sangat banyak. Ada topik pribadi, keluarga, komunitas, transportasi, perdagangan, sosial, ekonomi, perumahan dan banyak lagi lainnya yang menjadi hal penting bagi masyarakat.
Tentukan Pelatihan
Selanjutnya ditenggarai dapat merugikan keberadaan bangsa Indonesia sendiri yang terdiri dari berbagai suku bangsa dengan adat, budaya, agama serta bahasa yang beragam. Kecenderungannya identitas keindonesiaan tidak mampu menjamin semua warga negara dapat tinggal di seluruh wilayah Indonesia secara aman dan damai.
Melihat gejala tersebut sudah saatnya untuk lebih menggalakkan penulisan sejarah dengan mengambil materi dari berbagai komunitas atau masyarakat yang tersebar di wilayah Indonesia sebagai bentuk kepedulian mengenai keberadaan mereka, sehingga hal-hal di atas tidak akan terjadi.
Baca juga: Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya
Penulisan sejarah lokal di lingkungan perguran tinggi memang sudah mulai menampakkan hasilnya, namun sayangnya masih dalam bentuk laporan penelitian dosen, dan penelitian mahasiswa meliputi: sekripsi, tesis, maupun disetasi. Sebagain besar masih tersimpan di perpustakaan masing-masing perguruang tinggi yang bersangkutan, jarang yang kemudian diterbitkan agar hasil penelitian tersebut dapat dibaca secara luas oleh siapa saja.
Sementara di lingkungan persekolahan, dalam proses pembelajaran sejarah, penggunaan sumber belajar masih terbatas pada penggunaan buku teks, baik oleh guru maupun siswa, bahkan sebagai satu-satunya yang dipandang paling tepat dapat memenuhi tuntutan kurikulum. Masih jarang dijumpai adanya tulisan tentang sejarah lokal yang disusun sebagai bahan bacaan bagi siswa setempat.
Menyinggung tentang ketersediaan sumber untuk penulisan sejarah lokal di Indonesia umumnya masih pada bentuk sumber lisan, maupun sumber benda (bangunan, monumen, artefak, dll), sedangkan sumber tertulis dapat dikatakan terbatas. Kondisi ini diharapkan tidak menyurutkan semangat untuk melakukan penelitian atau menuliskan sejarah lokal di berbagai tempat di Indonesia. Melalui sumber yang paling banyak tersedia yakni sumber lisan, penelitian dan penulisan sejarah lokal bisa dimulai. Pengalaman masyarakat di lingkungan tertentu (lokal) masih banyak tersimpan dalam memori kolektif mereka, karena sebagian besar dari masyarakat (Indonesia) memang belum memiliki kesadaran tinggi untuk menuliskan pengalamannya.
Mengembangkan Penelitian
Untuk lingkup daerah, misalnya penulisan sejarah lokal dapat dimanfaatkan antara lain: sebagai sumber kreativitas atau pandangan optimis masyarakat lokal, muatan lokal (mulok) kurikulum sekolah, dan media untuk membangkitkan pembangunan daerah
Sejarah lokal memiliki potensi penting karena hanya dengan sejarahlah kepribadian daerah dapat ditemukan. Oleh karena itu betapa pentingnya penulisan sejarah daerah dalam rangka ikut memberikan sumbangan untuk memecahkan persoalan yang sedang dihadapi oleh daerah.
Penulis: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi