[caption id="attachment_34017" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Nanang Purwono[/caption]
Optika.id - Bangsa Indonesia mulai menapaki bulan November, bulan Pehlawan karena di bulan ini pada tanggal 10 diperingati sebagai Hari Pahlawan. Berbagai kegiatan oleh unsur unsur masyarakat sudah siap digelar. Bahkan sudah ada yang berjalan, seperti misalnya lomba penulisan sejarah, lomba design patung Bung Karno, pembuatan film dokumenter, diskusi, seminar dan napak tilas perjuangan.
Baca juga: Karya HP Berlage: Gedung Singa dan Mijn Indiesche Reis
Apapun model kegiatannya, tujuannya adalah satu Jas Merah, untuk tidak melupakan sejarah pada masa lalu. Yaitu sejarah bangsa Indonesia yang terjadi di Surabaya, tepatnya pada 10 November 1945.
Di hari itu, arek arek Surabaya termasuk mereka dari luar kota Surabaya yang melebur jadi satu di Surabaya, rawe rawe rantas, malang malang putung, bahu membahu mempertahankan kemerdekaan di kota Surabaya dalam menghadapi Sekutu yang mengancam kedaulatan. Sekutu mengultimatum menghancurkan Surabaya dari serangan darat, laut dan udara. Tapi arek arek Surabaya itu tidak mundur dengan semboyan lebih baik mati daripada dijajah kembali. Maka pecahlah perang Surabaya.
Perang Surabaya itu dahsyat, menakutkan, bagai neraka dunia. Perangnya berlangsung selama tiga minggu. Pertempuran itu telah mengakibatkan sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban, sebagian besar adalah warga sipil. Lainnya yang masih hidup mengungsi keluar kota.
Dalam rangka menghargai dan mengenang jasa jasa para pahlawan dan pejuang yang gugur, maka dibangunlah Tugu Pahlawan. Selanjutnya, pecah perang pada 10 November 1945 dipakai sebagai latar belakang ditetapkannya 10 November sebagai Hari Pahlawan Nasional.
Perayaan Hari Pahlawan Nasional ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden No. 316 Tahun 1959 tentang Hari-hari Nasional yang Bukan Hari Libur yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno.
Melalui tetenger Tugu Pahlawan, bangsa Indonesia, terutama warga Surabaya, diajak untuk selalu ingat peristiwa besar dan jasa para pahlawan di masa lalu dalam mempertahankan kemerdekaan.
Secara fisik Tugu Pahlawan sendiri menyimpan pesan tentang peristiwa besar yang terjadi pada 10 November 1945. Penanggalan itu tersimbolkan pada Tugu yang berdiri bagai sebuah paku yang terbalik. Tanggal 10 disimbolkan pada lekuk Tugu yang berjumlah 10, perlambang tanggal 10.
Kemudian jumlah silinder yang tersusun membentuk batang Tugu ada 11 yang berarti bulan 11 atau November. Tahun seribu sembilan ratus (19) disimbolkan dengan banyaknya puncak gunungan yang teruntai bagai sabuk kesatuan pada bagian bawah batang Tugu. Gunungan ini berwarna emas. Sementara tinggi Tugu adalah 45 yards.
Jadi secara keseluruhan Tugu Pahlawan ini bermakna 10 November 1945. Ini adalah makna sebuah refleksi. Kita diajak untuk senantiasa ingat akan perjuangan para pahlawan pada masa lalu dalam upaya mempertahankan kemerdekaan. Karenanya Soekarno mengatakan Jas Merah, jangan sekali sekali melupakan sejarah.
Tugu Pahlawan Simbol Masa Depan
Tugu Pahlawan sudah diketahui secara jamak bahwa tugu, yang mulai dibangun pada November 1951 dan diresmikan pada 10 November 1952 ini, adalah simbol perjuangan masa lalu.
Namun tidak diketahui secara jamak bahwa Tugu Pahlawan ini juga sebagai simbol harapan masa depan bangsa Indonesia. Tugu Pahlawan adalah simbol proyeksi ke masa depan.
Pertanyaannya adalah dimanakah pesan proyeksi masa depan itu ditemukan atau dideskripsikan? Pesan masa depan (proyeksi) itu ada pada untaian simbol gunungan berwarna emas, yang mengikat bagian bawah batang Tugu. Ikatan gunungan berwarna emas ini juga simbol kesatuan dan persatuan NKRI.
[caption id="attachment_46285" align="aligncenter" width="745"] Relief penciptaan anak manusia pada gunungan.[/caption]
Pada setiap gunungan (segitiga) dengan ukuran yang besar besar, terdapat relief yang bergambar rahim (yoni), penis (lingga), cakra (pusaka Krisna atau dewa Wisnu) dan trisula (pusaka dewa Siwa).
Rahim dan penis (yoni lingga) adalah perlambang penciptaan anak manusia. Sedangkan pusaka cakra dan trisula adalah perlambang putera puteri bangsa Indonesia. Pusaka ibarat pemuda pemudi Indonesia, yang menjadi subyek dalam meraih cita cita bangsa.
Baca juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
Relevan dengan pesan ini Bung Karno pernah berkata Beri saya 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia.
Ucapan ini sangat dalam maknanya, bahwa sebagai Generasi Muda harus berani menghadapi segala tantangan, hambatan dan ancaman baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri demi meraih cita cita bangsa.
Jika kita diingatkan pada makna refleksi 10 November 1945 (hari pahlawan), berarti kita diingatkan bagaimana para pendahulu mempertahankan kemerdekaan. Sedangkan jika kita diingatkan pada mana proyeksi 10 November 1945 (hari Pahlawan), berarti kita juga diingatkan bagaimana generasi penerus harus mengisi kemerdekaan untuk meraih cita cita bangsa.
Sudahkah masyarakat Indonesia mengetahui dan mengerti makna dan cita cita masa depan bangsa pada Tugu Pahlawan?
Jika belum, maka saatnya seiring dengan mengenang jasa jasa para pejuang dan pendahulu dalam peringatan Hari Pahlawan, masyarakat Indonesia juga berfikir ke depan dalam mengisi kemerdekaan.
Jangan sampai dalam peringatan Hari Pahlawan, kita terjebak pada masa lalu dan kelangenan. Tetapi sebaliknya, dalam peringatan Hari Pahlawan, kita harus menatap masa depan dengan bekerja sesuai dengan bidang dan keahlian masing masing. Niscaya jika putera dan Puteri bangsa Indonesia yang bermodal dengan keahliannya masing masing, mereka niscaya akan mampu mengguncangkan dunia.
Orang Indonesia Pengguncang Dunia
Soekarno pernah berkata Beri saya 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia. Siapakah orang orang itu. Berikut orang Indonesia yang berhasil mengguncangkan dunia misalnya melalui pidato pidatonya di PBB.
Pertama adalah Soekarno sendiri. Proklamator Indonesia, Soekarno, pernah mengguncang dunia dengan pidatonya di sidang PBB pada 30 September 1960. Adapun pidato itu bertajuk Membangun Dunia Kembali. Ketika itu Soekarno memperkenalkan dasar negara Indonesia yakni Pancasila. Konsep Pancasila tersebut dikatakan Soekarno sebagai inti peradaban Indonesia. Soekarno pun berhasil membuka mata dunia terkait isu antikolonialisme dan anti-imperialisme dan disambut positif oleh publik yang hadir.
Baca juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
[caption id="attachment_46286" align="aligncenter" width="788"] Gunungan, sabuk pengikat NKRI.[/caption]
Kedua Sutan Sjahrir. Ia berbicara di depan Dewan Keamanan PBB di New York pada 14 Agustus 1947. Pria berjuluk Bung Kecil itu menjelaskan sejarah Nusantara, dimulai dari masa Kerajaan Majapahit yang mampu memiliki hubungan dagang dengan Madagaskar di Afrika Timur. Ia juga menyampaikan bahwa pihak Belanda mengingkari Perjanjian Linggarjati dan justru mengajukan tuduhan yang tak terbukti kepada Indonesia. Pidato Sjahrir itu mampu embuat Dewan Keamanan PBB terkesan dan menindaklanjutinya dengan membentuk komisi Jasa Baik yang diisi oleh Amerika Serikat, Belgia, dan Australia.
Ketiga Agus Salim. Serupa dengan Sutan Sjahrir, Agus Salim juga turut menghadiri sidang Dewan Keamanan PBB pada 14 Agustus 1947. Dalam pidato yang disampaikannya, ia berhasil menjaring dukungan dari mayoritas peserta PBB kepada Indonesia, terkait penyelesaian Agresi Militer Belanda I. Sebelumnya, Agus Salim ditunjuk sebagai ketua misi diplomatik Indonesia ke negara-negara Arab sepanjang April hingga Juli 1947.
Siapa tokoh tokoh Indonesia lainnya? Setidaknya ada seperti Rudy Hartono dan Liem Swie King yang mengharumkan nama Indonesia dari dunia olahraga bulutangkis.
Di bidang start up, pebisnis online dunia dibuat kagum oleh Nadiem Makarim, pendiri Go-Jek, yang sekarang menjadi Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi. Juga ada nama Achmad Zaky, CEO Bukalapak.com. Ada lagi lainnya Gamal Ali Bin Said, asal Malang Jawa Timur, yang berhasil mencuri perhatian Pangeran Charles Inggris atas inovasi Asuransi Bank Sampahnya.
Mereka semua adalah putera dan Puteri bangsa Indonesia, yang berhasil mengguncangkan dunia lewat prestasi di bidang masing-masing. Kini saatnya dalam peringatan Hari Pahlawan, para pemuda pemudi diingatkan untuk menyongsong hari esok.
Penulis: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi