[caption id="attachment_34017" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Nanang Purwono[/caption]
Optika.id - Makam Belanda Peneleh di Surabaya bagai sebuah taman prasasti tokoh Surabaya di era Hindia Belanda. Mereka adalah tokoh tokoh penting di eranya. Ada pejabat tinggi negara Gubernur Jenderal, anggota dewan Hindia, direktur pabrik kontruksi dan artileri yang setelah pindah ke Bandung dan selanjutnya menjadi PINDAD, residen Surabaya, budayawan, tokoh agama dan spiritual, tokoh kemanusiaan, pecinta alam, hingga rakyat biasa.
Baca juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya
Nama-nama mereka masih bisa terbaca pada nisan nisan indah baik yang terbuat dari batu batu marmer maupun besi besi baja (prasasti). Bentuknya juga bermacam macam. Ada yang dibuat dalam posisi berdiri maupun terlentang. Sebagian berhias patung-patung peri yang terbuat dari bahan marmer Italia.
Sesungguhnya, banyak yang bisa dipelajari dari keterangan nisan sebagai pintu gerbang menengok tokoh tokoh masa lalu Surabaya baik secara sosial, ekonomi dan budaya. Makam Belanda Peneleh adalah potret sejarah Surabaya yang faktual dan otentik.
Dari potret itu, ternyata Surabaya sangat luar biasa. Peradaban di Surabaya pada era kolonial semakin menguatkan peradaban yang sudah ada sebelumnya, di era klasik. Dari fakta ini, kita harus bisa bercermin dan merefleksikan peradaban yang lebih baik dimasa sekarang dan mendatang.
Makam Belanda Peneleh bagai sebuah buku pintar penambah wawasan dan ilmu pengetahuan. Dari sana kita tahu orang bangsa mana yang pernah hidup di Surabaya, utamanya dari Eropa. Dari nama nama dapat dikenali bahwa ada yang berdarah Belanda, Perancis, Inggris, Jerman, Armenia dan Yahudi.
Makam Belanda Peneleh ini secara resmi dibuka pada 1 Desember 1847 sebagai pengganti Makam Eropa yang pernah ada di Kota Lama Surabaya (Benedenstad van Soerabaia) di lingkungan Krembangan. Karenanya mereka yang dimakamkan di Peneleh dengan berangka tahun setelah 1847. Satu kuburan yang unik dan menarik adalah kuburan Gubernur Jenderal Pieter Merkus. Ia meninggal pada 1844. Sementara kuburan Belanda ini dibuka pada 1847. Loh kok bisa?
Pieter Merkus
Pieter Merkus adalah Gubernur Jenderal Hindia-Belanda ke 47 dan memerintah mulai tahun 18411844. Ia Iahir di Naarden, Holland Utara, Belanda pada 18 Maret 1787 dan meninggal di Surabaya, Jawa Timur, Hindia-Belanda (kini wilayah Indonesia) pada 2 Agustus 1844 pada umur 57 tahun. Kemudian ia dimakamkan di Kuburan Belanda Peneleh pada tahun 1847, setelah pembukaan makam baru.
Kuburan Belanda Peneleh ini memang kuburan pengganti kuburan lama, yang ada di kawasan Krembangan, di bagian barat Kota Lama Surabaya (Benedenstad van Soerabaia).
Sebagai seorang pejabat negara, kuburan Pieter Merkus lumayan megah karena pagar besinya bergaya gotik layaknya arsitektur gereja-gereja Eropa. Area kuburannya juga luas, bahkan paling luas di antara kuburan-kuburan lain di pekuburan Belanda Peneleh.
Kemegahan kontruksi kuburannya hingga kini masih utuh mulai pagar hingga nisan bertulis yang terbuat dari logam besi cor. Posisi nisan terbaring di bawah dengan ketinggian dasar hanya sekitar 20 sentimeter dari permukaan tanah.
[caption id="attachment_46881" align="aligncenter" width="720"] Pagar makam bergaya Gotic.[/caption]
Tidak ada lobang ke arah rongga kuburan sebagaimana kuburan kuburan lainnya. Diduga lobang lobang pada semua kuburan itu adalah bekas penjarahan isi kuburan. Tidak demikian dengan kuburan Pieter Merkus. Diduga didalam kuburannya masih ada isinya.
Pada nisan besi cor itu bertuliskan bahasa Belanda dan jika diterjemahkan artinya sebagai berikut:
Paduka Mr. Pieter Merkus, komandan orde Nederlandsche Leeuw, Ksatria Legiun Kehormatan Perancis, Gubernur Jendral Hindia Belanda, Panglima Angkatan Darat dan Angkatan Laut di sebelah timur Tanjung Harapan dan seterusnya, wafat di rumah Simpang tanggal 2 Agustus 1844
Hal yang menarik adalah bahwa data kematiannya tertanggal 2 Agustus 1844. Sementara Kuburan Belanda Peneleh ini dibuka pada 1 Desember 1847. Ada selang waktu 3 tahun antara kematian (1844) dan pembukaan kuburan Peneleh (1847). Di manakah jasad Pieter Merkus selama 3 tahun itu?
Baca juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya
Menurut informasi koran Indisch Courant, yang terbit pada 21 Agustus 1844 bahwa Pieter Merkus yang wafat di Huiz van Simpang (sekarang Grahadi) pada 2 Agustus 1844, selanjutnya dimakamkan di komplek Benteng (Citadel) Surabaya pada 5 Agustus. Berarti setelah 3 hari disemayamkan (diduga) di Huiz van Simpang (Grahadi), kemudian jasadnya diistirahatkan di Citadel atau Benteng Prins Hendrik.
Padahal di dekat Kota, Oude Stad, ada fasilitas pemakaman. Diduga makam Eropa Krembangan ini sudah penuh dan tidak cocok bagi seorang Gubernur Jenderal menempati lahan yang sudah padat.
Kuburan Baru
Dibukanya Kuburan Peneleh ini memang tidak luput dari sejarah keberadaan makam Belanda sebelumnya di Kota Lama.
Kota lama Soerabaia, yang biasa disebut Benedenstad, adalah kota Belanda yang dipagari oleh tembok. Batas batas ini meliputi: tembok selatan membujur dari jalan Romachekatolik Kerk straat dan Comedistraat (jl. Cendrawasih dan Merak), tembok barat berdiri di Oost Krembangan straat (jl. Krembangan Timur) dan memotong Herenstraat (jalan Rajawali) hingga tembok Taman VOC (Penjara Kalisosok), tembok utara di School straat atau Bank straat (jl. Garuda) hingga batas Kalimas dan batas timur adalah batas alamiah berupa Kalimas.
Awalnya, ketika ada warga Eropa Surabaya yang meninggal, mereka dimakamkan di sekitar tempat tinggal atau di sekitar gereja. Gereja Protestan pertama di Oude stad di bagian ujung selatan gedung international di Jl Rajawali Surabaya.
Namun pada 25 Januari 1793, kepala makam mengumumkan penutupan makam area Gereja. Menurut buku Oud Soerabaia, karya GH von Faber, fasilitas pemakaman baru dibuka di Krembangan. Lokasi saat itu ada di luar tembok kota.
Saat ini, di situs makam itu berdiri menara PDAM. Sekarang di sana tidak ada makam sama sekali, hanya menyisahkan nama jalan, yaitu Krembangan Makam.
Setelah 40 tahun dari penutupan makam gereja, yang berarti pembukaan makam baru di Krembangan, tepatnya pada 1833, makam Krembangan mulai penuh karena setiap makam disana berlomba lomba menunjukkan kemewahan dan sosial status dari orang yang meninggal. Setiap makam berlomba besar besaran makam. Ini yang membuat lahan makam cepat penuh.
Baca juga: Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya
Karenanya Majelis Gereja pada tahun 1835 meminta kepada Residen Soerabaia untuk mencari lahan baru. Lantas ditawarkan lah lahan di Kupang, di sebuah bukit. Namun, lokasi ini dirasa terlalu jauh dari kota. Rencana pembukaan lahan makam baru itu sempat berhenti dan akibatnya mbuat Makam Krembangan semakin penuh.
Pada 1839, lahan makam Krembangan benar-benar tidak bisa digunakan. Namun dipaksa terus untuk digunakan hingga 1846. Alasan ini lah yang menyebabkan Gubernur Jendral tidak dimakamkan di Kuburan Krembangan, tetapi di komplek Benteng Prins Hendrik (dekat Jembatan Petekan).
Pada 26 Februari 1846, pemerintah menyediakan dana 10.000 gulden untuk membuka lahan baru, yang didapat di desa Peneleh. Dana itu untuk pengurukan lahan, pembuangan air dan pembangunan akses jalan. Lalu Agustus 1847 lahan sudah siap dan tepat pada 1 Desember 1847 pemakaman Eropa di Peneleh dibuka.
Sejak itu, banyak makam orang penting yang semula berada di Krembangan dipindahkan ke Peneleh, termasuk Gubernur Jendral Pieter Merkus yang sebelumnya dikubur di Citadel pada 5 Agustus 1844 juga dipindahkan ke Peneleh.
Lokasi Makam Pieter Merkus persis berada di dekat pintu gerbang yang menghadap ke utara. Ada gerbang lainnya, menghadap ke barat. Pintu gerbang yang menghadap ke utara ini terbuat dari besi. Akses ini sangat mudah dijangkau. Gerbangnya langsung bersinggungan dengan kerkofstraat (jalan Makam Peneleh). Persis di balik gerbang inilah, makam Gubernur Jendral Pieter Merkus berada. Bahkan hingga sekarang, makam Pieter Merkus bisa dilihat dari luar gerbang.
Penulis: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)
Editor: Pahlevi
Editor : Pahlevi