Partai Besar Ingin Angka PT naik, Partai Kecil Ingin Hapus PT

Reporter : optikaid
Sumber: Optika.id

Optika.id. Surabaya. Dr. phil. Ridho Al-Hamdi Bersama timnya dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta sedang menjaring aspirasi masyarakat tentang ambang batas pemilu (parliamentary threshold) atau PT, representasi sistem proporsional, dan keserentakan pelaksanaan pemilu dengan cara FGD (focus group discussion) di Aria Hotel, jln TAIS Nasution, Surabaya, Senin (11 Oktober 2021).

FGD itu diikuti oleh perwakilan partai politik (parpol) Jawa Timur, KPUD Jatim (Komisi Pemilihan Umum Daerah Jawa Timur), Bawaslu Jatim (Badan Pengawas Pemilu Jawa Timur), dan akademisi. Mereka hadir dan berbicara sebagai individu dan bukan wakil dari institusi.

Hal itu diharapkan bisa mengungkap berbagai ide dan pikiran secara luas. Mereka didorong bebas berbicara tentang 3 topik itu, urai Ridho saat memberi pengantar FGD. Topik yang dimaksud Ridho adalah representasi sistem proporsional, ambang batas pemilu, dan keserentakan pelaksanaan pemilu.

Dengan menjaring pendapat pribadi tersebut, bisa mendapatkan pikiran yang beragam. Itu kita dapatkan dari para peserta, urai Ridho.

UMY sebelum menjaring aspirasi secara FGD, telah dilakukan secara daring. Sejak tahun 2020 dilakukan daring. Tim UMY berdiskusi dan FGD secara daring dengan wakil parpol, KPUD, dan Bawaslu. Mereka diajak berdiskusi tentang 2 topik yaitu ambang batas dan sistem proporsional.

Pendapat mereka terbelah dua. Ada yang setuju proporsional tertutup dan terbuka, kata Sakira Ridho Wijaya, S.IP, M.IP kepada Optika.id dalam wawancara khusus diselah acara FGD.

Beberapa individu partai ada yang ingin kembali ke proporsional tertutup. Alasan mereka sistem tertutup memperkuat wibaha parpol. Parpol kembali menjadi sentral kandidasi. Kalau terbuka sebabkan kandidat tidak loyal kepada parpol. Di samping itu sistem terbuka menyebabkan biaya pemilu tinggi dan sebabkan money politics, urai Wajaya lebih lanjut.

sementara yang setuju proporsional terbuka menganggap bisa memperkuat kualitas kandidat. Kandidat yang terpilih berasal dari orang yang dekat masyarakat. Mengurangi oligarki parpol, kata Wijaya.

Untuk tema ambang batas masuk ke parlemen atau parliamentery threshold (PT) juga terbelah dua. Individu dari parpol besar cenderung suka angka PT dinaikkan. Menurut mereka dengan angka tinggi akan menyeleksi parpol yang masuk parlemen. Parpol di parlemen jangan terlalu banyak. Parlemen tidak stabil. Kontrol terhadap parpol yang banyak itu tidak maksimal, urai Wijaya.

Sementara kelompok yang tidak suka angka PT tinggi beralasan bahwa tindakan membatasi parpol masuk parlemen adalah diskriminatif dan kurang demokratis. Demokrasi elitis. Kekuatan majemuk masyarakat tidak terwakili dalam parlemen, kata Wijaya.

mereka yang tidak setuju ingin angka PT rendah atau dihapus sekalian, kutif Wijaya disela-sela acara FGD tersebut.

Aktivitas mendisain sistem pemilu ini merupakan penelitian 3 tahun UMY yang dibiayai Kemenristekdiksti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi). Penelitian dilakukan di 6 provinsi dan 9 kabupaten/kota. Penelitian dilakukan sejak 2021-2023.

Aribowo

Editor : Pahlevi

Politik
Trending Minggu Ini
Sabtu, 14 Sep 2024 18:18 WIB
Jumat, 13 Sep 2024 08:24 WIB
Senin, 16 Sep 2024 11:12 WIB
Berita Terbaru