Optika.id - Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan utang pemerintah di masa Presiden Joko Widodo (Jokowi) atau sepanjang tahun 2022 bertambah Rp 688 triliun.
Baca juga: Utang Pemerintah Capai Rp 7.733 Triliun di 2022, Ketua DPR: Masih Aman
Menurut Sri Mulyani, angka tersebut jauh lebih kecil ketimbang asumsi tambahan utang dalam Perpres No. 98/2022 yang ditetapkan sebesar Rp 943,7 triliun.
Ini artinya defisit kita jauh lebih kecil sehingga kita tidak perlu menerbitkan surat utang sebesar yang tadinya direncanakan di awal, yang mana di Perpres disebutkan Rp 943,7 triliun dan realisasinya di Rp 688,5 triliun atau 73 persen, kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa, Selasa (3/1/2023).
Bendahara negara tersebut merinci, realisasi pembiayaan utang melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 658,8 triliun, lebih rendah jika dibandingkan dengan rencana awal sebesar Rp 961,4 triliun pada Perpres No. 98/2022. Kemudian, pembiayaan utang melalui penarikan pinjaman sebesar Rp 29,7 triliun.
Baca juga: Utang RI Capai Rp 7000 Triliun, Luhut: Itu Masih Kecil!
Dilihat dari pembiayaan ini, kita dalam situasi yang jauh lebih sehat dan terkendali dari pembiayaan utang dan penerbitan surat utang yang jauh lebih rendah untuk menstabilkan dan menyehatkan APBN, terang dia.
Sri Mulyani menyebut, kerja sama antara pemerintah dan Bank Indonesia dalam menangani dampak pandemi COVID-19 melalui burden sharing resmi berakhir.
Sepanjang 2022, pembelian SBN oleh BI berdasarkan surat keputusan bersama (SKB) I mencapai Rp 49,1 triliun. Jumlah tersebut terdiri dari pembelian surat utang negara (SUN) sebesar Rp 25,2 triliun dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 23,9 triliun.
Tak hanya itu, BI melalui SKB III telah membeli SBN sebesar Rp 224 triliun melalui private placement, yaitu terdiri atas pembelian SUN sebesar Rp 207,4 triliun dan SBSN sebesar Rp 16,6 triliun.
Editor : Pahlevi